Hari demi hari angka terus naik. Laporan Jubir pemerintah Achmad Yurianto bahkan laporan worldometer mengkhawatirkan.
Muncul BIN mempalugodam moril kita. Proyeksi korban naik ribuan persen mulai bulan ini sampai juli. Akhir maret 1600 kasus dan menyongsong  gelombang serangan hingga 100.000 kasus. Bahkan ada pakar memprediksi 2 kali lipatnya. Blum lagi berita liar & luas bahwa angka2 sesungguhnya jauh lebih besar dari yg dilaporkan.
Tensi meningkat. Maut benar2 merangsek. Mengintai kita satu persatu tanpa ampun.
Kapan ini berakhir ? Dan kemana muaranya ? Tak ada jawab pasti.
Wabah selalu berakhir. Pandemi selalu musnah, kata sejarah. Tetapi faktanya sejarah jga memberitahu beragamnya durasi & tingkat kerusakan krn pandemi.
Covid 19 virus baru. Masih bnyk misteri. Para pakar masih memeriksa & mencari formula tokcer melawannya.
Tapi di Indonesia semua anjuran bahkan ikhtiar saintis bisa gagal krn rivalitas politik plus dogma agama. Seolah2 jadi bahan bakar utama bagi sebagian org utk mentas dipanggung2 yg dia ciptakan.
Tdk ada cara yg lebih efektif hentikan petualangan corona dripada lockdown. Tetapi ironinya tdk ada metode yg lebih beresiko dripada lockdown. Begitu pakar & fakta bicara.
Virus terisolasi dgn lockdown yg diterapkan secara ketat. Persebaran terhambat, sehingga tenaga medis dan rmh sakit tdk over beban.
Tetapi Lockdown yg ketat memerlukan kesiapan pasokan kebutuhan pokok yg terus menerus selama berbulan, dan jurus penyangga utk warga yg tdk punya cadangan tabungan.
Dan yg maha penting, lockdown perlu kepercayaan penuh warga pada pemerintah. Masyarakat harus tulus & koperatif. Tabah terkurung dlm rumah berbulan2, tanpa bisa diprovokasi oleh kelompok kepentingan manapun utk malah berdemo dan memberontak. Dan itu mustahil muncul pada bangsa yg memelihara amarah krn persaingan politik sperti saat ini.