Mohon tunggu...
Samita Adriyari
Samita Adriyari Mohon Tunggu... profesional -

Life traveler.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Barat itu 'Cool'?

26 September 2013   20:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:21 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu adalah malam perpisahan salah satu kolega saya. Seperti 'adat kebiasaan', bersama sejumlah kolega yang lain, kami duduk-duduk di sebuah cafe-bar tengah kota. Mungkin meja kami tergolong internasional. Di ujung yang satu duduk seorang teman asal Brasil, lalu Meksiko, Belanda, China, Jerman dan Indonesia - saya sendiri.

Acara 'ngafe' atau 'nge-bar' ini memang (bisa dibilang) termasuk 'adat kebiasaan' di dunia Barat. Entah di negara mana saja, karena kata 'Barat' itu sendiri cukup ambigu. Apakah 'Barat' mencakup semua Eropa dan Amerika? Apakah ini soal budayanya orang kulit putih?

Jadi, 'budaya Barat' itu sendiri adalah istilah kita yang salah kaprah. Apalagi biasanya orang kaitkan budaya ini dengan sesuatu yang negatif -- bertentangan dengan budaya ke-Timur-an! (Entah apa pula definisi budaya 'Timur' itu karena toh tiap budaya ada positif-negatif-nya.)

Yang ingin saya soroti di sini adalah kenyataan bahwa saya tidak merasa 'cool' alias 'keren' karena telah merangkul budaya Barat. Justru saya jadi menyadari bahwa saya makin merasa 'Asia' di tengah-tengah mereka yang non-Asia.

Lucu bila generasi muda, khususnya yang tinggal di Jakarta, merasa bangga bila bisa gaul dengan 'orang bule' alias 'orang Barat'. Senang bila bisa makan makanan Barat. Puas bila bisa ikut minum-minum.

Sebagai non-muslim, saya biasanya ikut 'minum' bila ada acara-acara demikian. Buat pergaulan. Sampai sekarang ini saya masihlah penyuka kopi dan teh, juga 'soft drinks' seperti Cola. Buat saya, bir dan 'wine' adalah alat pergaulan. Itu pun kadang saya pilih bir yang manis atau yang dicampur rasa jeruk (tentunya ini mengundang senyum atau candaan awalnya, tapi saya cuek saja).

Menurut hemat saya pribadi, ketika orang pergi jauh ke negeri orang dan tinggal di sana cukup lama, akhirnya orang akan cenderung menyadari 'akar-nya'. Mau kita segimana pun, kita takkan bisa betul-betul menikmati sesuatu yang asing.

Yah, mungkin itu pun tergantung orang dan selera masing-masing. Ada juga teman-teman Indonesia di sini yang memang menyukai bir pun wine. Seperti kata sebuah pepatah Jerman: "Soal selera, kita tak bisa berdebat".

Jadi, budaya Barat itu 'ngga' selalu 'cool' lho! Mungkin itu lebih karena di Indonesia, produk-produk Barat itu sedikit. Jadi, kalau kita bisa memperolehnya, kita merasa pamor kita naik. Bisa jadi!

Hanya saja, maksud saya menulis ini adalah untuk berbagi pengalaman saja. Apa-apa yang berbau Barat tidak selalu 'cool' -- apalagi yang negatif (apapun 'negatif' itu artinya ya).

Kalau sekadar minum bir atau wine, rasanya itu takkan mendongkrak identitas kita kok. You are what you are.

Kita mesti bangga dengan budaya kita sendiri, di tengah-tengah globalisasi dan krisis identitas ini.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun