Mohon tunggu...
Samira Ulfa
Samira Ulfa Mohon Tunggu... -

Samira Ulfa, Lombok Tengah, NTB-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gerhana Matahari Total, Apakah Sekedar Euforia Semata?

11 Maret 2016   10:05 Diperbarui: 13 April 2016   11:27 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="sumber gambar: www.okezone.com"]

[/caption]Tepat pada tanggal 9 Maret 2016 kemarin pukul: 6.20 WIB, 7.25 WITA serta 8.35 WIT (www.bbc.com), 12 wilayah yang ada di Indonesia beruntung karena dilintasi oleh fenomena alam yang terjadi selama 350 tahun sekali tersebut. Diantaranya ialah Palembang, Bengkulu, Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Palu, Ternate serta Maba (Muluku Utara). Negara inipun menjadi satu-satunya negara didunia yang mengalami Gerhana Matahari Total (GMT) di ke-12 titik yang tersebar diseluruh penjuru Indonesia. Namun, sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan Gerhana Matahari Total (GMT) itu? GMT terjadi apabila bulan melintasi langsung diantara bumi dan matahari, menyebabkan bayangannya (bagian penumbra) jatuh langsung menimpa bumi. Matahari, bulan dan bumi berada dalam satu garis lurus, sehingga bagian permukaan bumi menjadi gelap gulita seketika fenomena alam tersebut terjadi di waktu pagi hari yang seharusnya terang benderang.

Lalu... bagaimanakah respon dunia terhadap femomena alam yang sangat langka ini? Sudah pasti, fenomena ini mendapatkan respon positif dari berbagai warga negara dunia yang kemudian berbondong-bondong datang untuk menyaksikan fenomena ini secara langsung. Bukan hanya mereka para traveler (yang hobi berwisata) saja, tetapi para peniliti dari berbagai penjuru dunia sekelas NASA (National Aeronautics and Space Administration) yakni lembaga pemerintahan milik Amerika Serikat yang bertanggung jawab atas program dan penilitian diluar angkasapun turut serta untuk ikut meniliti fenomena langka ini.

Kementrian Pariwista (Kemenpar) turut ambil andil untuk mempromosikan Indonesia sebagai satu-satunya negara yang mendapatkan keberuntungan karena mengalami fenomena GMT ini. Berbagai kirab budayapun digelar dalam memperingati moment tersebut. Tujuan utamanya tentunya untuk mempromosikan Pariwisata Indonesia, kepada warga negara asing. Karena sejalan dengan visi kementrian pariwisata yakni mendatangkan 20 juta wisatawan mancanegara pada tahun 2019 (national.sindonews.com). Saat ini kemenpar terus gencar mempromosikan pariwisata Indonesia antara lain dengan membuat branding (seperti tagline: Pesona Indonesia), advertising (pengiklanan) maupun selling (penjualan berbagai handmade atau kerajinan khas dari Indonesia) ke pihak-pihak luar. Dan moment ini menjadi salah satu trik untuk mewujudkan visi tersebut, sebab apabila kita lihat traffic wisatawan yang berkunjung ke Indonesia saat ini, masih jauh dibawah negara-negara tetangga dalam hal besarnya intensitas pengunjung yang datang untuk berwisata ke Indonesia.

Tapi satu hal yang mesti kita ingat kalau saja fenomena GMT ini bukanlah hanya sebatas eforia atau wisata semata, tetapi ada hal yang jauh lebih penting yang tidak boleh terlupakan yakni Ilmu Pengetahuan. Kenapa Ilmu Pengetahuan? Ya, karena GMT pula yang akhirnya menginspirasi ilmuan dunia sekelas Albert Eisntein dalam menemukan teori Relativitasnya (yakni gravitasi dapat membelokan cahaya) yang kemudian menjadi salah satu teori yang paling fenomenal di dunia. Setelah 100 tahun pula akhirnya para ilmuan menemukan adanya gerak pada gravitasi tersebut (Bedah Editorial Media Indonesia). Dengan harapan para peniliti terus mengkaji perkembangan dari teori-teori ini untuk menemukan suatu hal baru yang dapat bermafaat di dunia ilmu pengetahuan dimasa depan.

Promosi pariwisata memang penting untuk dilakukan dalam moment langka ini, tentunya untuk meningkatkan devisa bagi negara Indonesia. Namun saja, satu hal yang sangat penting demi lahirnya ilmu pengetahuan baru, yang tidak boleh untuk dikesampingkan sebab kalau "Devisa" mungkin hanya bisa dinikmati oleh negara Indonesia saja tetapi "Ilmu Pengetahuan" akan dapat dinikmati oleh seluruh negara  yang ada diberbagai penjuru dunia dan bersifat kekal. Oleh karena itu, disamping memfasilitasi promosi wisata, Indonesia juga harus memberikan fasilitas dan pelayanan yang terbaik bagi para ilmuan dunia untuk melakukan penilitiannya mengenai fenomena langka ini.

Sehingga, momentum Gerhana Matahari Total di Indonesia tidak sekedar eforia semata tetapi negara inipun akan menjadi saksi bagi lahirnya ilmu pengetahuan baru yang akan bermanfaat bagi seluruh umat manusia di dunia.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun