Jika dilihat dari hukum adat sasi, sasi yang mula-mula ada adalah sasi tetaw, sasi walut, dan sasi mitu. Ketiganya adalah aturan adat untuk melindungi sumberdaya milik perorangan yang ada di darat, yaitu sasi tetaw  adalah untuk melindungi pohon sagu milik perorangan, sasi walut untuk melindungi suatu wilayah (kebun) milik perorangan yang banyak ditumbuhi pohon sagu, dan sasi mitu yaitu untuk menandai tempat yang dianggap suci dan sebagai larangan untuk mengambil buah-buhan alami dari pohon.
Kearifan lokal seperti halnya sasi tidak hanya ditemukan di Maluku, tetapi di wilayah lain pun terdapat kearifan lokal yang memiliki nama lain tetapi mempunyai fungsi dan peran yang serupa dengan sasi. Di Yogyakarta dikenal kearifan lokal Hamemayu Hayunung Bawana, merupakan suatu pranata social dalam masyarakat yang tumbuh dan tetap masih dipelihara sampai saat ini, yaitu yang berkaitan dengan pemeliharaan sumberdaya alam sehingga pepohonan dan kondisi lingkungan tetap terpelihara yang sekalgus merupakan daya tarik wisata ke Yogyakarta (Vitasurya, 2015).Â
Kearifan lokal lancing kuning di Sumatera sebagimana yang diuraikan oleh Samin (2018) dijelaskan bahwa lancang kuning memiliki berbagai dimensi dalam tatanan adat melayu, yang mencakup lancang kuning dalam nyanyian, lancang kuning dalam tarian, dan lancing kuning dalam pengobatan. Â
Sasi sebagai suatu budaya sekaligus sebagai hukum adat yang tumbuh dan terpelihara di dalam masyarakat Maluku berhubungan dengan struktur adat masyarakat itu sendiri. Dalam struktur masyarakat adat Maluku kewenangan pengawasan sasi berada di struktur Kewang. bKewang adalah suatu jabatan dalam tradisi Maluku yang tugasnya adalah melakukan perlindungan dan konservasi terhadap sumberdaya alam yang ada di negeri yang bersangkutan.Â
Kewang bertanggungjawab terhadap Tuhan, raja negeri dan rakyatnya. Beban pemeliharaan kelestarian dan kebersihan negeri berada di pundak anggota-anggota kewang. Kewang secara umum dibagi atas kewang darat dan kewang laut. Perbedaan kedua jenis kewang ini adalah wilayah operasi konservasi dan perlindungan, bilamana kewang darat bertugas melakukan konservasi atas sumber daya alam di darat seperti mensasi sumber air, mensasi hutan bambu dll. Sedangkan kewang laut bertugas melakukan konservasi atas sumber daya alam di laut seperti mensasi populasi ikan, mensasi terumbu karang, mensasi pantai, dll.
Penerapan sasi sebagai aturan adat diakomodir melalui suatu lembaga adat, yang khususnya di Maluku Tengah dikenal dengan kewang bersama-sama dengan raja. Lokollo (1988) dan Hijjang (2012) menyebutkan bahwa dalam hukum adat di Maluku, khususnya dalam hukum sasi dikenal perangkat tetap lembaga kewang seperti : raja, kepala kewang, atau kewang besar, anak kewang atau kewang, marinyo, rapat saniri negeri, tuan tanah, dan kasisi negeri.Â
Dalam urutan sasi, maka kewang (kewang besar) dan anak-anak kewang (kewang) mempunyai peranan yang sangat penting. Tugas sehari-hari kewang adalah melakukan pengawasan di wilayah petuanan darat maupun laut dan juga di wilayah pemukiman.Â
Jika terjadi pelanggaran sasi, baik sasi hutan, laut, maupun sasi negeri, mereka berkewajiban melaporkan  kepada kepala kewang dengan menghadirkan pelanggarnya di dalam rapat tersebut. Hukum sasi terbagi atas dua macam, yaitu hukum sasi adat dan hukum sasi denda. Hukum sasi adat adalah perbuatan yang dapat di pidana, sedangkan hukum sasi denda adalah sejumlah peraturan yang mengandung cara-cara kewang mempergunakannya, dalam hal ini kewenangannya untuk menerapkan pidana.
Sasi  di  Maluku merupakan bentuk pengaturan internal (self regulatory) pada masyarakat Maluku. Sasi berfungsi  sebagai  pijakan  atau  pedoman dalam bersikap dan bertindak, baik dalam berinteraksi ditengah-tengah masyarakat maupun pengolalaan lingkungan serta pemanfaatan sumberdaya alam. Karena kebutuhan manusia akan sumberdaya  alam  itu  terus  menerus meningkat, karena jumlah penduduk yang bertambah dan meningkatnya jumlah kebutuhan serta pembangunan di Maluku berpangaruh pada keberadaan dan fungsi sasi.
Sasi tidak dapat lagi berjalan secara efektif sebagai pedoman bersikap dan bersikap guna mewujudkan kelestarian lingkungan alam dan keserasian masyarakat. Padahal sasi merupakan salah satu kearifan lokal sosial masyarakat Maluku termasuk di negeri-negeri di Maluku untuk menjaga kelestarian lingkungan (Sahusilawane  et  al.  2004).
Berdasarkan hasil penelitian Wahyudi et al. (2014) didapatkan bahwa sasi merupakan suatu kearifan lokal dan tradisi masyarakat negeri di Maluku terutama di wilayah Kabupaten Maluku Tengah.  Sasi dibentuk dengan tujuan untuk menjaga dan melestarikan hasil-hasil potensi sumber daya alam. Pada tataran praktis, dalam Peraturan desa, fungsi sasi adalah sebagai wadah pengamanan  terhadap  sumber  daya  alam  dan  lingkungan  untuk  membentuk  sikap  dan perilaku masyarakat yang merupakan suatu upaya untuk memelihara tata krama hidup bermasyarakat dan melestarikan sumber daya alam.Â