Mohon tunggu...
Samiarti
Samiarti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Sedang belajar menulis, salam literasi.

Selanjutnya

Tutup

Money

Kelembagaan Keuangan Apakah Bisa Menjadi Kunci Keluarnya Perekonomian Indonesia dari Keterpurukan?

9 April 2020   16:19 Diperbarui: 9 April 2020   16:19 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara yang berpenduduk terbesar ke empat di dunia, dengan jumlah penduduknya yaitu lebih dari 270.054.853 jiwa pada tahun 2018, dengan memiliki jumlah penduduk yang banyak tersebut dapat memberikan keuntungan maupun kebuntungan bagi Negara Indonesia. 

Banyaknya penduduk dapat menyebabkan padatnya wilayah, pepindahan penduduk, kesenjangan, bahkan hingga pengangguran yang banyak yang dikarenakan kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia. 

Namun, dengan banyaknya penduduk juga dapat memberikan keuntungan bagi Indonesia, yaitu selain Indonesia dengan penduduknya yang banyak, Indonesia juga memiliki banyak penduduk yang berusia produktif. Bonus demografi ini dapat memberikan keuntungan dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia. 

Sesuai dengan teori ekonomi dimana dengan banyaknya permintaan maka penwaran akan meningkat juga. Peningkatan penawaran juga akan meningkatkan jumlah produksi dari para produsen. Peningkatan jumlah produksi memerlukan faktor produksi yang lebih banyak, salah satu faktor produksi yaitu tenaga kerja juga akan meningkat. 

Dengan peningkatan dan penggunaan faktor produksi yang semakin meningkat seharusnya menyebabkan berkurangnya pengangguran dan juga seharusnya meningkatkan pendapatan nasional dengan para penduduknya yang dapat menghasilkan penghasilan dari gaji atau upah dari pekerjaannya.

Banyaknya jumlah penduduk usia produktif atau bonus demografi di Indonesia masih belum cukup untuk menempatkan perekonomian Indonesia di jajaran negara maju. Hingga saat ini Indonesia masihlah negara berkembang dengan pertumbuhan PDBnya sebesar 5,17 persen di tahun 2018. 

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia memerlukan regulasi ekonomi yang tepat dan sesuai dengan latar belakang dan keadaan yang terjadi. Regulasi ekonomi yang dibutuhkan adalah kebijakan dari para pemegang otoritas ekonomi, seperti Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, LPS dan juga lembaga ekonomi lainnya.

Adanya regulasi yang tepat yang dilakukan oleh para otoritas ekonomi akan mampu menjaga perekonomian di Indonesia tetap stabil. Seperti pada keadaan saat ini, di Indonesia sedang mengalami bencana wabah virus, yang bahkan tidak hanya di Indonesia saja, tetapi hampir semua negara di dunia terkena wabah tersebut.

Banyaknya negara yang terkena wabah yang sekarang dikenal dengan virus Covid-19 atau virus corona berdampak pada perekonomian dunia. Dampak yang besar pada perekonomian dunia juga berdampak pada perekonomian di Indonesia.

Perekonomian Indonesia akhirnya mengalami berbagai gejolak ekonomi atas timbulnya pandemi Covid-19. Perlunya perbaikan dan penjagaan atas perekonomian di Indonesia karena economic shock membutuhkan banyak bantuan dari berbagai aspek. 

Seperti pada pengaturan kelembagaan keuangan yang nantinya akan diharapkan dapat menjaga dan memperbaiki keadaan perekonomian di Indonesia. Adanya kelembagaan keuangan khususnya kelembagaan bank sentral bertujuan untuk mencapai optimalisasi perekonomian di masing-masing negara dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. 

Namun dengan adanya pandemi Covid-19 ini kesejahteraan masyarakat dapat terganggu. Perlunya peran penting kelembagaan pada keadaan seperti ini dalam ekonomi adalah sebagai sarana untuk menurunkan ketidak pastian atau mengubahnya menjadi resiko.

Pada peranannya bank sentral, khususnya di sini Bank Indonesia yang sebagai bank sentral Indonesia memiliki pengaruh pada makro ekonomi dan mikro ekonomi. 

Pengaruh pada makro ekonomi adalah Bank Indonesia sebagai lembaga yang diberi tanggung jawab untuk menjaga kestabilan harga, bank sentral (Bank Indonesia) memiliki kewajiban untuk menjaga tingkat inflasi pada level yang dipandang baik untuk kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat. 

Upaya ini dilakukan oleh bank sentral (khususnya Bank Indonesia) salah satunya dengan mempengaruhi tingkat likuiditas perekonomian melalui kebijakan moneter. 

Apalagi pada saat keadaan seperti ini. Bank Indonesia melalui kebijakan moneter harus menjaga likuiditas dan menjaga nilai tukar rupiah yang sedang tidak stabil diakibatkan karena pandemi Covid-19 yang untuk menjaga harga agar tidak mengalami inflasi.

Sedangkan Bank Indonesia pengaruhnya terhadap mikro ekonomi adalah untuk menjadi satu-satunya lembaga sumber pemberi pinjaman terakhir yang dapat diandalkan oleh lembaga keuangan dan menjadi pengawas atau regulator perbankan. 

Untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan dengan bank-bank lainnya maka dari itu, bank sentral tidak diberikan peran sebagai bank komersial. Apabila bank komersial tidak memiliki likuiditas yang cukup untuk memenuhi kewajibannya, maka bank komersial dapat mengajukan pinjaman kepada bank sentral. 

Untuk menjaga kestabilan moneter dan memelihara likuiditas dalam sistem perbankan dan sistem keuangan, maka bank sentral kemudian mewajibkan bank komersial untuk menyimpan sejumlah dana di bank sentral atau lebih dikenal sebagai giro wajib minimum.

Pada saat ini pengaruh Bank Indonesia dalam makro ekonomi dan mikro ekonomi sangatlah diperlukan. Kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan dan diputuskan akan menjadi kunci bagi perekonomian Indonesia, apakah perekonomian Indonesia dapat membaik atau bahkan semakin buruk karena adanya pandemi Covid-19. 

Selain Bank Indonesia, adanya regulasi dari pemerintah dan juga OJK ataupun lembaga-lembaga keuangan lainnya dapat membantu dalam mengatasi gejolak perekonomian di Indonesia.

Bank Indonesia mencari langkah-langkah yang dapat ditempuh dari aspek kemanusiaan dan ekonomi untuk mengatasi dampak kepada masyarakat, UMKM, dan dunia usaha akibat dari adanya pandemi Covid-19.

Salah satunya dengan melakukan koordinasi kebijakan moneter, fiskal, dan sektor keuangan dengan negara lainnya, sesuai dengan kewenangan dan aturan-aturan di negara masing-masing Selain itu, Gubernur BI Perry Warjiyo juga mengatakan, BI, Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melakukan koordinasi secara erat dari aspek stabilitas moneter, SSK, dan fiskal, dalam mendorong ekonomi dan mengurangi beban kepada masyarakat dalam mengatasi dampak COVID-19.

Bank Indonesia juga melakukan langkah-langkah untuk memperkuat stabilisasi di pasar valas, pasar keuangan, dengan bekerjasama Pemerintah dan OJK dalam pembiayaan dari perbankan. 

Bank Indonesia juga telah mengambil langkah-langkah kebijakan seperti penurunan suku bunga kebijakan, stabilisasi nilai tukar rupiah, pemberian injeksi likuiditas dalam jumlah yang besar baik itu likuiditas rupiah maupun valas, mempermudah sistem kerjanya pasar uang dan pasar valas di domestik maupun luar negeri, relaksasi ketentuan bagi investor asing terkait lindung nilai dan posisi devisa neto, pelonggaran terhadap makroprudential agar tersedianya pendanaan bagi eksportir, importir dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Selain Bank Indonesia memberikan stimulus untuk mencegah dan memitigasi perekonomian Indonesia dari dampak pandemic Covid-19, OJK juga telah memberikan stimulus dengan memberlakukan Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/OJK.03/2020 tentang stimulus perekonomian nasional sebagai kebijakan countercyclical dampak penyebaran pandemi Covid-19 untuk memberikan keringanan bagi debitur. 

Salah satu segmen yang menjadi prioritas dari perbankan saat ini yaitu usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sejauh ini pemerintah juga telah memberikan sejumlah insentif sebagai stimuslus ekonomi untuk para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan juga dunia usaha, yang berupa:

1. Pembebasan PPh 21 untuk para pekerja sektor industri pengolahan dengan penghasilan maksimal Rp 200 juta (selama setahun)

2. Pembebasaan PPN impor kepada para Wajib Pajak Kemudian Impor Tujuan (KITE), terutama KITE dari kalangan industri kecil dan menengah, pada sektor tertentu.

3. Pengurangan tarif PPh sebesar 25 persen bagi para Wajib pajak Kemudian Impor Tujuan Ekspor (KITE), terutama industry kecil menengah, pada sektor tertentu.

4. Percepatan restitusi OON bagi 19 sektor tertentu untuk menjaga likuiditas pelaku usaha.

5. Penurunan tarif PPh Badan dari 25 persen menjadi 22 persen.

6. Penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk semua skema KUR yang terdampak dengan adanya pandemi Covid-19 selama enam bulan.

Pemberian stimulus oleh para pelaku otoritas ekonomi, baik itu dari otoritas moneter, fiskal, maupun keuangan lainnya merupakan usaha dalam mempertahankan dan juga menjaga kestabilan perekonomian di Indonesia. Hal ini sebagai kunci terhadap pembebasan ekonomi Indonesia dalam keterpuruakan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun