Brebes Jawa Tengah hingga kini sedang pesta panen padi.
Sejak minggu lalu daerah KabupatenSudah 3 bulan para petani menamnya, merawatnya dan memupuknya dan kini tiba saatnya untuk memanen termasuk Saya.
Namun ada yang berbeda saat panen yaitu tidak seperti tahun sebelumnya dimana ketika pemilik sawah yang punya padi belum mengizinkan panen pun sudah ditunggu-tunggu warganya.
Bahkan dipinggir jalan dekat persawahan, pekarangan dan ditengah jalan persawahan juga sudah ditunggu oleh orang-orang yang ingin babat padi atau panen.
Maka jika sang pemilik padi datang dan siap panen, semua orang yang sejak tadi menunggunya pun langsung menyerbu ke persawahan.
Semua bahu membahu kiri kanan dan ditengah kotakan padi langsung membabatnya. Ada yang lari, jalan cepat dan terkesan saling berebutan.
Sehingga jika yang tidak menunggu seperti mendengar kabar dari orang jika si A nderepna (panen) maka yang ada sama sekali tidak kebagian jika pun kebagian hanya sedikit.
Sekalipun begitu orang kampung dulu begitu gigih, rajin dan ulet. Bahasa Brebes ngapak "lamon ora derep pan mangan apa" (jika tidak ikut panen mau makan apa).
Memang para para petani brebes terkenal gigih dan pekerja keras yang tidak mengenal lelah. Peribahasa mengatakan sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit.
Semboyan itulah yang menjadi penyemat petani Brebes hingga kini. Walaupun terik matahari membakar seluruh tubuh, namun demi anak istrinya para petani rela berebut padi saat panen meski jaraknya jauh pun tetap dikejar semua karena ekonomi.
Kini kondisi pesta panen padi atau pemandangan tersebut sudah tidak ada semua karena canggihnya teknologi. Jika pun ada itu hanya untuk pribadi untuk keluarganya.
Sebagaimana di sawah Saya yang jaraknya jauh dari pedesaan ditambah jalan pematang sawah yang rusak berlumpur sedalam betis orang dewasa menambah enggannya atau malasnya para warga petani untuk ikut memanennya dengan alasan jauh dan jalan rusak sekalipun disuruhnya tetap saja tidak mau.
Hal ini dialami sendiri oleh saudara Saya, menurut Tobroni yang sudah puluhan tahun membidangi ini pernah menyuruh seseorang untuk babat padi disawahnya namun tidak mau dengan berbagai alasannya.
Masyarakat di daerah Brebes seperti desa Bulusari, rancawuluh, Cipelem dan Jubang di bulan ini Maret 2022 sejak minggu lalu sudah serentak pesta panen padi dan hampir selesai.
Bagi yang ingin di jual atau dalam bahasa Brebesnya ditebasna maka cara panen padi dengan menggunakan mesin panen padi yang dikenal dengan nama kombet didaerah Saya dari nama Comben.
Hasilnya jelas lebih cepat dan praktis tidak butuh waktu berjam-jam untuk memanenya bahkan bisa dihitung dengan beberapa menit.
Sungguh sangat membantu sekali mesin combet tersebut. Padi yang digarap langsung jadi dan sudah dalam bentuk karungan yang bersih.
Berbeda dengan cara panen padi manual yang sangat lama prosesnya. Mulai dari babat, nggebuk dan membersihkan sisa-sisa daun yang tertinggal saat proses penggebukan.
Harga padi atau harga gabah sendiri kini masih 400 ribu perkwintal. Walaupun murah tetap disukuri saja. Karena tentunya hal tersebut sangat membantu perekonomian petani.
Bahkan jikan nanti dijual saat gabah kering sudah tidak ada dan kebanyakan sudah ditimbun terlebih dahulu dan biasanya saat musim kemarau maka harga padi bisa mencapai 550 ribu per kwital.
Semoga saja dari tahun ke tahun harga gabah semakin naik sehingga masyarakat hidup berkecukupan, sejahtera dan makmur.
Salam..
Samhudi Bhai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H