Budaya masyarakat Tionghoa yang saat itu terlarang, mulai diberi ruang hingga ekspersi dari kaum Tionghoa dapat dilihat sekarang.
Kini peringatan tersebut telah setara dengan kaum Tionghoa diseluruh dunia yang di Indonesia pum perayaan Tahun Baru Imlek ada.
Warga keturunan China sendiri di Indonesia pertumbuhannya lumayan besar karena adanya sejarah dan peradaban di Indonesia.
Kini, warga Tionghoa sebebas mungkin untuk menjankan Tahun Baru Imlek setelah sebelumnya kerap terjadi politik pecah belah bangsa dimasa orde baru.
Warga keturunan China atau etnis Tionghoa pada saat itu selalu dan selalu dipermasalahkan dengan alasan non pribumi sehingga harus diminta menunjukan identitasnya.
Puncaknya pada 1998 tatkala kerusuhan dan mala petaka terjadi dimana-mana tiada lain dan tiada bukan Tiongholah sasarannya.
Kelam dan seakan hampir padam hingga lahirlah era Gus Dur setelah Megawati. Kini, imlek tidak hanya diliburkan namun telah ditetapkan sebagai hari besar Nasional.
Keberanian sikap yang dimiliki oleh seorang Gus Dur begitu besar dan kuat. Beliau berhasil menerapkan hidup keberagaman dari sikap toleransi yang dimilikinya.
Instruksi Presiden nomor 14 tahun 1967 yang menyebabkan diskriminasi pun dicabut oleh Gus Dur sejak tahun 2000.
Menetapkan perayaan imlek atau tahun baru imlek sebagai hari libur nasional untuk yang merayakannya lebih tepatnya  pada 9 april 2001.
Oleh karena itu maka pantas jika seorang mantan Ketua Umum PBNU tersebut dijuluki dengan Bapak Toleransi dan jua Bapak Tionghoa bertepatan hari Cap Go Meh di klenteng Semarang, 10 maret 2004.