Silahkan saja memakai bahasa yang campur aduk, campur seplit atau pun campur semen. Hak mereka anak millenial yang berbicara. Konon ketinggalan jaman jika tidak menggunakan bahasa anak gaul. Yo wes aku rak popo.
Kalo menurut Saya jika bisa, lebih baik menggunakan bahasa Inggris saja secara menyeluruh jangan campur untuk komunikasi. Ini lebih baik, jadi nyambung gitu. Selain itu itung-itung mengasah kemampuan berbahasa asing sehingga terjadi keserasian komunikasi dan tidak aneh atau janggal mendengarnya.
Hanya karena ikutan biar dianggap gaul yang ada malah jadi bahan ketawa oleh lainnya karena salah pengucapan jadi orang ketawa atau bisa juga dianggap sok atau belagu.
Sudah banyak buktinya, bahasanya sendiri sampai hilang. Contohnya ketika Saya ngobrol sama teman yang baru ketemu. Bahasanya pun elu-elu, gue-gue gitu. Nah, ketika bertemu padahal sama-sama orang Jawa akan tetapi ketika ngobrol boso Jowone malah ilang tidak mau menggunakan bahasa Jawa dengan alasan lama tinggal di Jakarta. Ini yang blagu kek gini.
Terasa ingin menempiling karena tidak etis hidup dikalangan orang Jawa tapi yang digunakan bahasa Jepang, umpamane loh ya..hanya karena ingin dianggap gaul hingga bahasa daerah sendiri dihilangkan. Ojo nganti seng ngene iki.
Salam..
Samhudi Bhai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H