Mohon tunggu...
Samhudi Bhai
Samhudi Bhai Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kompasianer Brebes Community (KBC)-68 Jawa Tengah -Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mereka yang Bukan Seiman Saudara dalam Kemanusiaan

17 November 2021   07:29 Diperbarui: 17 November 2021   07:32 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Almarhum KH. Abdurrahman Wahid Presiden Indonesia ke4 pernah berkata (Semakin tinggi ilmu seseorang maka semakin besar pula rasa toleransinya..".

Toleransi atau disebut juga dengan tenggang rasa saat ini tengah menjadi topik yang sedang hangat yang dibicarakan dimedia sosial.

Semakin berkembang dari berbagai macam kasus intoleransi yang ada di Indonesia. Mereka lupa bahwa Indonesia mempunyai motto yakni (Bhinneka Tunggal Ika) walaupun berbeda namun tetap satu juga Indonesia.

Oleh karena itu kata tersebut juga bisa memiliki arti jika Indonesia punya rasa toleransi yang tinggi antar warga negaranya maka Indonesia menjadi negara Baldatun thoyibatun warobun ghofur. Indonesia yang kuat Indonesia yang hebat. Akan tetapi sekarang apakah motto tersebut masih ada?. Toleransi sendiri punya arti yang sifatnya toleran. 

Sedangkan dari kata toleran sendiri mempunyai definisi sebagai sikap tenggang rasa. Diantaranya menghargai pendapat orang lain atau pun suatu keyakinan dari agama orang lain yang berbeda.

Fakta dilapangan apa bila melihat kasus demi kasus intoleransi di negara Indonesia ini yang sedang hangat dibicarakan yaitu tentang keyakinan beragama. Mereka yang tak sesuai dengan Agamanya maka serta merta menuduhnya sebagai kafir. Inilah adalah kasus Intoleran salah satu dari sekian banyaknya.

Jika mau menelisik sebenarnya jumlah kasus intoleransi di Indonesia jumlahnya cukup banyak dan ini dari dulu hingga kini. Mulai dari lingkungan kecil kemudian menengah, lalu dingkungan besar. 

Penulis pernah mengalami kasus intoleransi semacam ini. Seperti ketika mendapat panggilan kerja waktu lalu kemudian interview sebelum kerja disuatu perusahaan. 

Singkatnya Penulis sukses menjalani dari berbagai tes yang disampaikan manager pada waktu interview. Namun pihak perusahaan tersebut menyuruh penulis untuk berjanji apa bila sukses diterima diperusahaan tersebut tidak diperbolehkan memakai atribut keagamaan yang dianutnya. Khususnya di lingkungan perusahaan tersebut. Ini juga termasuk salah satu contoh intoleransi yang terjadi di Indonesia.

Indonesia memang mengalami krisis toleransi akan tetapi bisa jadi kasus-kasus seperti yang penulis sebutkan di atas hanyalah ulah dari sebagian beberapa oknum semata.

Sebab rakyat Indonesia lebih banyak mengangkat harkat martabat yang tinggi satu asas Pancasila dengan ideologi Bhinneka Tunggal Ika. Sebagai contohnya berbagai kasih dengan saudara yang lain yang bukan seiman.

Oleh sebab itu mempunyai wawasan atau ilmu sudah pasti punya rasa toleran karena memprediksi atau menilai setiap sudut pandang orang lain hanya bisa diraih dengan rasa toleransi atau tenggang rasa yang dimilikinya.

Cara pandang KH. Abdurrahman Wahid, kiranya dapat dicontoh oleh siapa saja sebab wawasannya begitu luas, ilmunya sangat tinggi serta maknanya begitu dalam. Satu kata mengandung banyak makna.

Belajar dari Gus dur agar memiliki rasa empati yang melekat dihati sebab dengan memiliki pemahaman atau pengetahuan seseorang akan dapat menilai setiap perkataanya dari sudut pandang orang lain sehingga rasa toleransi atau tenggang rasa dapat dibangunnya.

Seseorang yang punya ilmu tinggi tidak dilihat dari seberapa tinggi prestasinya, pangkat dan jabatan namun dari seberapa besar hatinya dalam menilai serta mengamalkan rasa toleransi tersebut pada sesama.

Wawasan serta ilmu luas mampu membuahkan satu pemikiran yang begitu luas. Disamping itu sudut pandang serta pola pikirnya juga akan mengalir luas sebab wawasan yang ia miliki.

Tidak mungkin orang yang berlilmu tinggi menilai suatu hal secara sembarangan tanpa melihat terlebih dahulu dari bebagai sisi yang ada.

Sebagai mana manusia hidup dalam berbangsa dan bernegara tentu tidak lepas dari kehidupan sosialnya. Bahkan mereka bisa menitik beratkan pada pola pikirnya sehingga menghasilkan moderat, toleran maupun seimbang.

Oleh karena itu semenjak 1995, berdasarkan hasil kesepakatan di sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tanggal 16 November pasti diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional atau International Day of Tolerance.

Selamat memeringati Hari Toleransi Internasional. Inti peringatan ini adalah merayakan keberagaman dan toleransi dalam wujud nyata, serta untuk memastikan bahwa semua orang memahami pentingnya memberi ruang satu sama lain.

Semua orang sebisa mungkin menumbuhkan kesadaran bahwa keragaman agama, bahasa, budaya,ataupun etnis bukanlah dalih untuk konflik, tetapi sebagai kekayaan untuk umat manusia. Karena keragaman adalah kekayaan.

Keragamaan merupakan sebuah potensi untuk semua orang agar saling mengenal satu sama lain serta mampu berkolaborasi dalam kebaikan demi mewujudkan kemaslahatan bersama di Indonesia. Karena mereka yang bukan seiman adalah saudara dalam kemanusiaan.

Satu nusa satu bangsa satu bahasa Indonesia. Semoga bermanfaat dan salam hangat..

Samhudi Bhai

Kompasianer Brebes Community (KBC) 68 Jawa Tengah Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun