Petani milenial kini semakin unik untuk ditelisik sebab banyak Generasi yang melirik hingga terjun langsung usaha meracik demi masa depan yang baik dengan penghasilan yang lumayan asik.
Adalah Brebes yang merupakan salah satu nama Kabupaten berpenduduk terbanyak di Provinsi Jawa Tengah setelah Kota Cilacap.
Wilayahnya yang cukup luas yakni berkisar 1. 769, 62 km persegi ditambah dengan penduduk berjumlah 1. 978. 759 jiwa. Data ini diperoleh dari sensus penduduk 2020.
Brebes tempat Penulis tinggal juga merupakan kota penghasil bawang terbesar di Indonesia. Tidak ketinggalan pula lokasi wisata yang begitu banyak seperti randu sanga, kebun teh kali gua, res area banjaratma dengan aneka ragam taman cantik yang bikin pengunjung betah karena unik, walau tempat wisata ini eks pabrik gula jaman Belanda yang seram hingga pernah disambangi Mr. Tukul jalan-jalan namun pesona Brebes tetap harum.
Selain itu, bagi masyarakat Jawa Tengah tentu sudah tidak asing lagi mendengar legenda Joko Poleng (penjaga kali pamali berwujud ular naga raksasa) dikenal pula dengan kota penghasil telor asin Brebes terbesar di Indonesia.
Konon Mbah Putri bilang asal muasal nama Brebes yaitu dari dua kata yang penuh makna. Bara dan Rembes, bara mempunyai arti hamparan luas tanah di Brebes sedangkan Rembes ialah basah karena air serapan dari dalam tanah tersebut. Jadi, Brebes berarti: tempat yang berair. Ada pula yang mengartikan Brebes mili: selalu berair.
Orang tua pada jaman dahulu jika ngomong apa pun selalu jadi, walaupun tidak tepat atau tidak pasti (cadel). Nama Brebes sudah ada sejak jaman kerajaan Mataram. "..Wong tua gemiyen kue ari ngomong angel.." (orang tua dulu jika berbicara susah)Â kata mbah putri, sangkin susahnya Alfatikhah menjadi alpatekah, syareat menjadi sarengat, begitu pula mengatakan Bara Rembes saja menjadi Berebes lalu berubah kembali menjadi Brebes hingga sekarang.
Namun faktanya hingga kini Brebes identik dengan tanah yang subur ijo royo-royo selalu teduh akan ademnya air. Brebes juga punya motto BERHIAS yakni Bersih, Hijau, Indah, Aman dan Sehat menjadi Brebes Berhias.
Sektor Pertanian Indonesia Wilayah Brebes
petani, perkebunan maupun peternakan. Tidak terkecuali penulis sendiri yang hingga kini terjun di sektor pertanian sudah hampir dua tahun. Hal ini akibat dampak Covid-19 yang melanda sejak dua tahun lalu karena sebelumnya bekerja di Jakarta.
Mata pencaharian warga Brebes rata-rata menjadiPetani milenial yang digembar gemborkan oleh Pemerintah sejak tahun lalu sedang menjadi topik utama di berbagai media termasuk Kompasiana. Bahkan Presiden Jokowi pernah mengatakan: "..Jika tidak ada petani kita mau makan apa..?
Oleh karena itu penulis ingin membuktikan bagaimana rasanya bercocok tanam menjadi petani milenial maupun usaha peternakan. Banyak yang beropini bahwa menjadi petani adalah profesi yang tiada arti, kotor, kumuh, dekil of the kumel. Anggapan itu salah besar serta tidak benar adanya. Ambil positifnya dengan "Usaha Bertani bukan petani".
Penulis juga menghimbau kepada orang tua jaman now, jika atau apa bila mempunyai anak jangan dulu dicegah kemauan anaknya tersebut untuk berkarya menjadi petani milenial yang handal. Biarkan anaknya berkreatifitas sesuai dengan potensi dan ilmu yang didapatkanya.
Sudah banyak yang membuahkan hasil dari bercocok tanam tersebut dan ini bukti bukan janji. Sebab penulis sudah merasakan buktinya sendiri dari bercocok tananam menjadi petani.
Apa Saja Sih yang Dikerjakan Petani Milenial?
ekonomi seperti pangan, sandang dan papan semua terbukti mapan walau hanya profesi menjadi petani. Pertanyaanya apakah Generasi milenial jaman now. Mau..? Malas atau giat, rajin atau lemah jika tidak ada prinsip tersebut maka jangan harap bisa membuahkan hasil seperti petani handal yang sudah membuktikannya.
Sektor pertanian di wilayah Brebes sejak dulu hingga sekarang selalu terdepan. SoalPenulis menghimbau pada Generasi milenial, "..ayo ikut program petaniindonesia milenial mumpung masih muda. Mari menjadi bagian di garda depan untuk berperan aktif demi kemajuan petani dimasa depan tentu dengan memanfaatkan inovasi baru era digital saat sekarang ini.."
Bung haji roma pernah bilang dalam lagunya yang berjudul persaingan: Â "..Apa pun pekerjaan sukuri dan ditekuni karena banyak orang yang siap mengganti.."
Tidak ada syarat khusus untuk menjadi petani milenial. Asal mau dan niat untuk menanam pasti semua bisa karena tidak mesti harus padi, jagung, bawang atau pun kacang. Bahkan yang sedang gencar dikerjakan oleh para petani milenial adalah bercocok tanam dengan metode sayur hidroponik. Lokasinya pun sekitar rumah, bisa dibelakang, samping atau pun pekarangan.
Bercocok tanam tidak mesti harus di sawah akan tetapi jika punya lahan sawah lebih baik ditanami untuk tanaman sayur atau buah. Karena langsung kena sinar matahari yang memberi energi pada tanaman tersebut.
Bercocok tanam dengan metode hidroponik bahkan lebih mudah dan hemat dibanding dikerjakan di sawah.
Oleh karena itu untuk yang minim lahan biasa dikerjakan disekitar rumah. Jika punya sawah alangkah lebih baik di sawah, misalnya untuk buah seperti melon, semangka atau timun suri.
Inilah Hasil Dari Petani Milenial Dari Lahan Sendiri
Sekarang sudah memasuki bulan November yang ditandai dengan hujan turun setiap harinya. Di daerah penulis sudah mulai siap-siap kembali untuk bercocok tanam khususnya padi.
Penulis mempunyai beberapa kegiatan tanaman di sawah seperti padi, kacang tanah, cabai, kangkung, ubi dan juga pohon singkong sebagai formalitas dari prioritas utamanya yakni petanimuda.
1). Padi
Jika musim panen bisa dua kali panen padi setelah umur tiga bulan mengalami pemupukan dengan pupuk urea ata ZA. Kebetulan orang tua penulis ada dua hektar sawah yang khusus untuk padi.
Biasanya untuk 1/4 sawah saja mampu menghasilkan padi sebanyak 6 sampai 7 ton atau sekitar 60 karung gabah kering. Lalu Berapa jika dikalikan dua hektar sawah dengan harga padi sekarang 1 kwintal 500 ribu rupiah. Sedang 1/4 sawah ada 4 petak (kotak). Ukuran satu petak 300 m yakni panjang kali lebar sama.
Sekarang panen padi sudah memakai alat berat bernama mesin panen padi semacam traktor untuk menggarap sawah bernama Comben atau Kombet orang menamainya dengan type yang berbeda. Dulu lagi menggunakan manual dengan alat arit sekarang bisa manual bisa menggunakan arit jika panen.
Tekhnologi memiliki peran penting untuk petani selain lebih cepat juga praktis. Adanya alat digital juga perlu guna membantu tenaga petani karena hasil gabah bersih sudah bisa untuk dijual walau masih basah.
Tergantung dari pemilik sawahnya mau dijual kering atau basah. Mengenai panen padi penulis pernah memuat artikel ini. Silahkan cek di sini. Panen Andalan Petani..
2). Cabai Rawit
Sekitar pertengahan tahun lalu harga cabai sempat mahal yakni satu kilo bisa mencapai ratusan ribu rupiah. Biasa namanya juga dipasar naik turunnya harga kebutuhan pokok seperti cabai hal yang wajar.
Jika musim panen tiba biasa penulis menjualnya pada tetangga atau jika ada dijual sama juragan cabai yang datang kesawah untuk melihatnya terlebih dahulu.
Setelah terjadi kesepakatan antara penjual dengan bos cabai lalu kemudian dipanen untuk selanjutnya si bos cabai tersebut menjualnya kembali dipasar.
Bayangkan saja jika 1 kg cabai rawit mampu dijual dengan harga 100 ribu rupiah. Berapa jika 1/4 sawah tanaman cabai dengan menghasilkan sampai kwintalan. Mengenai ini sudah banyak yang membuktikan hasilnya.
Informasi harga cabai dan berita lainnya penulis pernah mengulasnya pada tahun lalu. Silahkan cek disini: Menelisik Kehidupan Petani Cabai..
3). Kacang Tanah
Siapa yang tidak kenal dengan kacang tanah? Makanan ringan khas cemilan ini biasa untuk teman ngobrol sambil ngopi seperti sekarang ini penulis juga sedang ngopi. Hehehe..
Kacang tanah rasanya gurih renyah lembut dilidah. Makanan jenis ini juga banyak ditanam oleh petani saat bareng musim padi.
Jika yang sudah-sudah penulis biasa untuk konsumsi sendiri karena bisa diawetkan dengan cara dijemur kering untuk selanjutnya disimpan sampai ada orang butuh membelinya.
Pada saat musim hajatan umumnya untuk bikin kue peyek maka saat itu banyak yang menanyakan kacang kering. Sehingga semakin langka kacang maka harganyapun lumayan.
Per kg biasa 20 ribu jika dikalikan 10 karung kacang tanah maka berapa?. Ya pokoknya lumayanlah disaat pandemi sekarang ini karena untuk kebutuhan pokok lainnya tidak usah beli dipasar.
Semua ada karena bercocok tanam sebagai petani. Mengenai ini pernah juga penulis mengulasnya diartikel, silahkan baca: Manfaat Kacang Tanah...
Itulah beberapa contoh dari petani milenial yang memberikan bukti bukan janji. Petani milenial potensi Sumber Daya Manusia (SDM) dapat ikut berperan membangun sektor pertanian yang menjadi andalan sehingga meningkatkan ekonomi Indonesia.
Penulis belum mengulas kangkung, singkong dan ubi yang Penulis juga punyai. Belum lagi peternakannya seperti Ayam, Bebek, Entog, dan juga Kambing. Sebagai formalitas dari petani milenial, insyallah lain waktu penulis ulas. Semoga bermanfaat dan salam hangat salam milenial.
Samhudi Bhai
Kompasianer Brebes Community (KBC) 68 Jawa Tengah Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H