Mohon tunggu...
Samhudi Bhai
Samhudi Bhai Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kompasianer Brebes Community (KBC)-68 Jawa Tengah -Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wanita Pencari Rumput

1 November 2020   07:36 Diperbarui: 1 November 2020   07:40 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu dengan dua anaknya mencari rumput. Sumber: imadr.wordpress.com diolah: kompasiana.com/samhudibae

Ayah saya seorang petani disebuah kampung brebes yang terkadang serabutan dengan kerja sebagai seorang kuli bangunan. Hingga kini masih menjadi profesi Beliau.

Hidup serba pas-pasan dalam ekonomi keluarga, Ayah saya sebagai peternak kambing sejak saya masih sekaloah dasar. Awalnya membeli kambing dua ekor satu perempuan satu laki-laki.

Dari kedua Kambing ini menjadi beranak pinak. Hingga lambat laun dari hari keminggu ke bulan dan ketahun sampai menghasilkan puluhan ekor kambing jawa. Itu pernah terjadi dalam rumah tangga dikeluarga saya pada 20 tahun yang lalu.

Seperti biasa sepulang sekolah saya langsung makan, mandi, sholat kemudian aktifitas ngarit (mencari rumput untuk pakan kambing).

Saat itu musim tanam padi, sehingga Saya mencari rumput sendirian. Biasa ditemani Ibu ketika ngarit tapi hari tanpa Ibu yang menemaniya, sebab ibu sedang kuli, ayah juga lagi kuli bangunan.

Berbekal sebuah cengkrong (arit) dan sebuah karung untuk tempat rumput. Saya berangkat kesawah. Langit ketika itu tampak mendung pertanda akan hujan. Namun tidak menghalangi saya untuk mencari rumput. Karena saya pikir hanya mendung biasa dan tidak sampai hujan. Mendung bukan berarti hujan kan..?.

Dugaan saya keliru. Baru saja saya sampai ditengah sawah, hujan mengguyur dengan derasnya. Petir menyambar saling sahut menyahut nyaring terdengar. 

Tidak ada tempat berteduh ditempat tersebut. Tak ada rotan, akar pun jadi. Karung yang saya bawa dijadikan sebagai penutup kepala. Badan sudah menggigil kedinginan. Hujan dengar derasnya.

Sambil berjalan pulang, karung goni tetap dikepala.Rumput tak saya dapatkan, badan sudah basah kuyup, angin, hujan, petir bercampur dalam satu situasi. Hujan deras masih berlanjut hingga saya sampai dirumah. Saya bilas dengan mandi air sumur.

Ketika habis mandi, Ayah dan Ibu serta tiga adiku yang lain telah berkumpul dalam ruangan tamu. Mereka terlihat sedang membicaraka sesuatu. Sambil ngeteh kesukaan Ayah dan Ibuku. Serta adiku yang sedang bercanda ria.

"Seharusnya tidak usah berangkat mencari rumput. Sudah tahu mau hujan nekat berangkat ke sawah.." ujar Ayah saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun