Mohon tunggu...
Samdy Saragih
Samdy Saragih Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca Sejarah

-Menjadi pintar dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, membaca. Kedua, berkumpul bersama orang-orang pintar.- Di Kompasiana ini, saya mendapatkan keduanya!

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Hobi, Terpaksa, Trauma

23 Oktober 2021   22:28 Diperbarui: 23 Oktober 2021   22:41 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses memasak kompor induksi. Sumber: dokumentasi pribadi

RAMAH LINGKUNGAN

Kalau mengingat lagi kebijakan konversi minyak tanah ke gas elpiji pada 2007, salah satu semangatnya waktu itu adalah menggeber kompor ramah lingkungan. Laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bertajuk Konversi Mitan ke Gas menyebutkan pembakaran satu kilogram minyak tanah berpotensi menghasilkan emisi karbon sebesar 19,6 mg. Sebagai komparasi, pembakaran gas elpiji satuan berat serupa mengeluarkan 17,2 mg.

Namun, efisiensi energi elpiji sebesar 47,3 gigajoule (GJ)/ton alias lebih tinggi dari minyak tanah yang sebanyak 44,75 GJ/ton. Dengan perbedaan efisiensi ini, pemakaian elpiji diklaim mengurangi emisi gas karbon sebesar 8,8 mg. Jika satu tabung melon berbobot 3 kg elpiji maka pengurangan emisi sebesar 26,4 mg.

Berapa dampak 26,4 mg emisi karbon untuk memanaskan suhu Bumi? Saya hanyalah noktah kecil di antara ratusan juta orang di Indonesia. Lagi pula, aktivitas memasak pun baru satu sektor utilisasi energi fosil.

Sebagai pembanding, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memproyeksikan tingkat emisi gas rumah kaca Indonesia pada 2030 sebesar 2,869 gigaton karbon (CO2e). Dalam Perjanjian Paris, pemerintah berikrar menurunkan 29% emisi dengan usaha sendiri atau 41% jika ada bantuan internasional.

Pemberitaan teranyar malah mengumbar optimisme pemerintah mematok emisi nol bersih atau Net-Zero Emissions pada tahun 2060 atau 2070. Artinya, pada tahun itu udara Indonesia digadang-gadang nihil emisi. Kalau pun gas rumah kaca masih muncrat, bisa terserap semua sehingga tetap didapat emisi nol secara agregat.

Dalam dokumen Indonesia Long-Term Strategy for Low Carbon dan Climate Resilience atau LTS-LCCR 2050, pengurangan konsumsi energi berkontribusi signifikan untuk menyunat gas rumah kaca. Salah satu kontributor emisi adalah gas elpiji. Jadi, peralihan dari kompor gas ke kompor induksi telah membantu pemangkasan emisi dari individu. Istilah bekennya mengurangi jejak karbon.

Transportasi massal kereta api komuter (kiri) dan bus Transjakarta (kanan). Sumber: dokumentasi pribadi
Transportasi massal kereta api komuter (kiri) dan bus Transjakarta (kanan). Sumber: dokumentasi pribadi
Penggalakan transportasi massal juga menjadi strategi pemerintah. Kebetulan, saya tidak punya kendaraan pribadi selain sepeda. Mobilitas saya untuk jarak jauh menggunakan transportasi umum seperti bus Transjakarta, kereta api komuter, dan mikrolet.

Pandemi Covid-19 juga melahirkan kebiasan baru buat saya: memasak dan berkebun. Halaman belakang rumah seluas kira-kira 6m x 3m saya tanami tanaman hijau seperti ubi jalar dan kangkung.

Di sisi lain, sayuran menjadi kontributor sampah. Namun, sisa-sisa sayuran dan makanan saya ubah menjadi kompos untuk memupuki tanaman kebun. Ternyata langkah ini menurut dokumen LTS-LCCR 2050 juga dapat mengurangi emisi. Pasalnya, sampah sisa rumah tangga menghasilkan gas buang.

Sekecil apa pun, langkah-langkah itu berkontribusi menciutkan jejak karbon. Kalau boleh merangkumnya, ada tiga kategori alasan saya untuk sampai pada kebiasaan-kebiasaan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun