Rupanya, kompor listrik yang banyak berseliweran di internet berjenis induksi. Wadah masak terpanaskan melalui mekanisme induksi elektromagnetik. Tidak ada api dalam proses pemanasan tersebut.
Saya mencari kompor induksi di pasar, tetapi nihil. Opsi tersisa tinggal situs belanja daring. Saya menemukan kompor induksi seharga kurang dari Rp300.000 per buah dan segera membelinya.
Hipotesis awal, pemakaian kompor induksi bakal membengkakkan penggunaan listrik. Tak apalah kalau biaya listrik naik sampai dua kali lipat asalkan aman dari kebakaran.
Kompor induksi itu tiba di rumah pada 14 September. Besoknya baru saya gunakan. Tak lupa saya membeli dulu panci berbahan baja tahan karat (stainless steel). Adapun, panci alumunium bersifat paramegnetik alias bermagnet lemah sehingga tidak terinduksi.
Berdasarkan petunjuk penggunaan, daya dan suhu kompor induksi bisa disesuaikan. Suhu maksimal adalah 270 derajat celsius (C) dengan daya 600 watt (W). Saya sempat bertanya-tanya apakah temperatur segitu cukup untuk memasak. Sebagai pembanding, api biru gas elpiji itu suhunya di atas 1.000 derajat C.
Uji coba pertama kompor induksi adalah merebus sayur. Saat memakai kompor gas, saya merebus sayur selama 20 menit dengan nyala api sedang. Di kompor induksi ini, saya mengatur dayanya sebesar 500 W. Kalau dikalibrasi, kira-kira suhu kompor 225 derajat C.
Saya menghidupkan kompor induksi selama 25 menit. Rupanya, kualitas hasil rebusan sayur serupa dengan kompor gas. Puas rasanya karena kini sudah ada pengganti sepadan.
Bagaimana dengan konsumsi istrik? Guna memudahkan penghitungan saya sengaja membeli token listrik prabayar di hari yang sama dengan pemakaian perdana kompor induksi. Sebelum memakai perangkat baru itu, token seharga Rp50.000-an (daya 33,7 kWh) terpakai selama 40 hari-45 hari. Hematnya pemakaian listrik ini karena saya memakai lampu LED dan tidak memasang pendingin udara serta kulkas.
Pada 15 Oktober minggu lalu, genap sebulan umur kompor induksi. Saat menengok lagi meteran listrik, ternyata angkanya sudah menyamai satu bulan lalu. Dengan demikian, kuota token listrik kini bertahan 30 hari.
Hitungan perubahannya memakai matematika sederhana saja. Sebelum menggunakan kompor induksi saya menghabiskan rata-rata 0,749 kWh per hari (33,7 kWh dibagi 45). Setelah beralih ke kompor listrik, konsumsi per harinya menjadi 1,123 kWh (33,7 kWh dibagi 30). Artinya ada kenaikan penggunaan listrik sekitar 50%.
Jika dirupiahkan, pengeluaran token saya membengkak kira-kira Rp17.000 per bulan. Saat masih memakai kompor gas, tabung melon dengan harga isi ulang Rp23.000 cukup untuk memasak selama satu bulan. Dengan kata lain, saya hemat Rp6.000 setelah beralih ke kompor induksi.