Mohon tunggu...
Samdy Saragih
Samdy Saragih Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca Sejarah

-Menjadi pintar dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, membaca. Kedua, berkumpul bersama orang-orang pintar.- Di Kompasiana ini, saya mendapatkan keduanya!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

“TB-TB” Selain Silalahi

8 Maret 2012   08:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:22 1185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Akhir-akhir ini kita akrab sekali dengan nama itu: TB Silalahi. Di tengah kasus-kasus yang melilit kader Partai Demokrat, tiba-tiba TB Silalahi muncul ke permukaan karena posisinya sebagai ketua Komisi Pengawas Partai Demokrat. Inilah komisi yang berwenang menentukan nasib semua kader Demokrat yang sedang bermasalah, tidak terkecuali ketua umumnya. Oleh karena itu, membayangkan nasib Anas ke depan tidak bisa tidak pasti terkait erat dengan purnawirawan bintang tiga tersebut.

Saya sudah mendengar nama TB Silalahi cukup lama. Yang membuat saya tertarik adalah singkatan nama depannya yaitu "TB". Itu adalah singkatan dari Tiopan Bernhard yang merupakan nama depan dan tengahnya. Seperti lazimnya orang-orang Batak yang tua-tua, mereka biasa menyingkat nama depan atau tengahnya dan karenanya lebih menonjolkan marganya.

Saya tertarik dengan singkatan "TB" karena sebelumnya ada juga salah satu tokoh Batak sekaligus berlatar belakang militer bernama TB Simatupang. Bagi yang berminat pada sejarah TNI, tidak ada yang tidak pernah membaca kisah tentang Tahi Bonar Simatupang.

Tokoh militer kelahiran Januari 1920 ini  seangkatan dengan Sudirman, Gatot Subroto, AH Nasution, dll. Tatkala Jenderal Sudirman  menjabat Kepala Staf Angkatan Perang, TB Simatupang adalah wakilnya. Posisinya yang demikian strategis tersebut tentu menjadi target operasi dari militer Belanda. Semasa perang gerilya, Simatupang juga turut serta tinggal di pelosok-pelosok untuk menghindari pengejaran itu.

Meski bawahan Sudirman, latar belakang pendidikan militer keduanya berbeda. Simatupang didikan Akademi Militer Belanda di Bandung sebelum kedatangan Jepang. Sedangkan Sudirman merupakan didikan PETA. Sudah barang tentu, sistem pendidikannya berbeda. Akademi Militer Belanda lebih berorientasi profesionalisme yang modern sedangkan pendidikan Jepang menekankan kepada spirit perjuangan.

Tapi perbedaan ini belum sempat menimbulkan perpecahan. Sudirman wafat hanya sebulan setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda, Januari 1950. Simatupang pun menjadi penggantinya. Teman seangkatan Simatupang di Akademi Militer Belanda, AH Nasution, menjadi kepala staf Angkatan Darat. Dua jenderal berpendidikan dan berbahasa Belanda ini "dikepung" oleh perwira-perwira lain berlatar belakang PETA.

Perbedaan latar belakang inilah yang kemudian menimbulkan perpecahan di tubuh militer Indonesia. Simatupan dan Nasution menghendaki militer modern yang salah satu cirinya ditandai perampingan jumlah personel. Di saat yang sama, para perwira lulusan PETA keberatan apabila anggota TNI yang dulu berjuang harus "disipilkan" demi alasan modernisasi.

Buntut dari perpecahan dua kubu ini kemudian melahirkan apa yang dikenal sebagai Peristiwa 17 Oktober 1952. Simatupang, Nasution, dan Sri Sultan sebagai menteri pertahanan bertemu Presiden Sukarno untuk memintanya membubarkan parlemen yang dirasa mengintervensi kebijakan mereka. Sampai-sampai moncong meriam diarahkan ke istana yang dianggap sebagai bentuk ancaman kepada Bung Karno.

Penolakan ini membuat Nasution pensiun dari militer. Simatupang juga tersingkirkan karena jabatannya ditiadakan. Dengan tanpa jabatan seperti ini, dia pun memilih menjadi pengajar dan penulis. Sesudah resmi pensiun, dia pun terlibat dalam organisasi gereja Indonesia dengan menjadi ketua umum Dewan Gereje-gereja di Indonesia (cikal bakal PGI). Tidak hanya itu dia juga menjadi petinggi Dewan Gereja Sedunia.

Hidup TB Simatupang memang berwarna-warni. Secara politik dia dekat dengan Partai Sosialis Indonesia yang dibentuk Syahrir. Orang-orang PSI dikenal sebagai kelompok elit intelektual. Inilah yang kemudian membuat Simatupang lebih dikenal sebagi seorang pemikir. Kebetulan saya pernah membaca beberapa bukunya seperti Membuktikan Ketidakbenaran Suatu Mitos, Saya Adalah Orang yang Berhutang, Imam Kristen dan Pancasila, serta bukunya tentang militer Pelopor dalam Perang, Plopor dalam Damai. Tak heran, Jacob Oetama menyebut namanya dalam pengantar buku Cat Rambut Orang Yahudi mantan Kasau Chappy Hakim yang juga seorang kompasianer.

Selain Simatupang, ada TB lain yang juga cukup dikenal pada saat ini. Dialah TB Hasanuddin. Jika "TB"-nya Silalahi dan Simatupang adalah singkatan, maka "TB"-nya Hasanuddin sebetulnya akronim dari "Tubagus".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun