Mungkin di saat-saat seperti ini, psikolog adalah profesi yang paling sibuk di Indonesia. Hal ini tak lain karena kian maraknya aksi-aksi aneh yang mau tak mau membuat para psikolog terus menganalisis.
Ambil contoh aksi paling menggemparkan yang dilakukan oleh Sondang Hutagalung. Mahasiswa Universitas Bung Karno ini bakar diri di depan Istana Merdeka pada 7 Desember lalu. Sampai sekarang dan selamanya, motifnya tidak akan pernah kita ketahui sebab 3 hari setelah akasinya itu, ia meninggal dunia.
Sebagai aktivis mahasiswa ada yang menduga untuk sementara bahwa itu dilakukan untuk memberi pesan politik. Bahkan bisa jadi sebagai tumbal untuk memantik emosi rakyat yang akan menggulingkan pemerintah. Para politisi, pengamat, dan budayawan bahkan berani berkata supaya pemerintah makin mendengar suara rakyat dalam memberantas korupsi dan penegakan HAM.
Selepas Sondang ada lagi aksi lainnya. Tapi yang ini bisa ditebak hanya bermotifkan pribadi. Seorang pemuda bernama Adil Firmansyah menusuk seorang kameramen TVOne di Wisma Nusantara, Senin lalu. Menurut pengakuannya sendiri, sang pemuda berhasrat bertemu dengan wanita pujaannya (pastinya pujaan ribuan pria lain di Indonesia ^_^) presenter Grace Natalie. Karena merasa dihalangi ketika akan bertemu, yang bersangkutan pun menusuk sang kameramen.
Dua aksi pemuda ini tentu tidak biasa. Karena itu untuk mendalaminya diperlukan analisa dari sudut ilmu jiwa. Dan sudah tentu ini tugas para psikolog.
Tapi, jika terhadap Sondang kita hanya menyaksikan spekulasi yang belum tentu benar, kasus Adil tentu lebih mudah. Hanya beberapa hari sesudah perbuatannya itu, psikolog Polda Metro berhasil memeriksa sang pelaku. Seperti dapat dibaca di sini, diduga Adil mengalami depresi. Dia seorang penyendiri. Latar belakang ekonomi keluarganya juga buruk.
Sebagai seorang yang bukan psikolog saya punya dugaan "amatir" seperti ini. Adil yang penyendiri merasa butuh "sosok khayalan" yang dapat membuatnya lepas dari segala problem kehidupan. Adil bukanlah seorang penyendiri layaknya filsuf yang pastinya akan membayangkan apa yang abstrak dengan pola pikir yang canggih.
Tapi Adil dalam kesendiriannya cuma seorang penyuka game. Orang tipe ini tentu mudah frustasi karena apa yang dilakukannya tidak menambah "nutrisi otak" yang dimiliki tipe penyendiri layaknya seorang pemikir. Dia hanya berkutat pada itu-itu saja dan ketika buntu justru tidak punya jalan keluar.
Karena itu dia butuh seseorang untuk mengisi apa yang kosong itu. Dia pun menjadikan wanita yang sering ditontonnya di stasiun televisi milik Bakrie itu sebagai sang obyek. Tapi sang obyek bukan "abstak" yang tak dapat ditemui---dan barangkali memang tak ada. Grace adalah "konkret", ada di suatu tempat dan waktu, di Jakarta, di Wisma Nusantara sedang siaran seperti biasa.
Tapi, dorongan yang kuat ingin bertemu dan sudah ada di depan mata terhalang oleh beberapa orang. Adil pun menyorongkan pisau ke seorang yang tak bersalah.
Apa yang dilakukannya bukanlah cermin dari kemiskinan. Bahwa faktor kemiskinan membuatnya tak punya biaya pergi ke psikiater, itu barangkali ada benarnya. Tapi orang-orang kaya dan juga pintar bisa melakukan hal yang sama. Tentu dengan "obyek pengisi" yang berbeda-beda.