Mohon tunggu...
Samdy Saragih
Samdy Saragih Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca Sejarah

-Menjadi pintar dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, membaca. Kedua, berkumpul bersama orang-orang pintar.- Di Kompasiana ini, saya mendapatkan keduanya!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Nepotisme Rasional SBY

30 Juni 2011   08:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:03 1194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

KKN Belum Berakhir

Kita miris mendengar gejala-gelaja yang masih menghinggapi negeri ini. Negeri yang merdeka untuk rakyat dan bereformasi demi rakyat juga tapi masih belum sembuh penyakit elitis-nya. Maksud saya, perilaku di mana para elit kita hanya berkutat pada lingkungan mereka sendiri. Korupsi bagaimanapun adalah demi perut para pelaku, keluarga pelaku, dan kelompok pelaku. Nepotisme sama juga. Yang diuntungkan adalah saudara kandung, ipar, anak, menantu. Akibatnya kita bisa duga: para elit tidak sempat mengurus rakyat.

Mengapa tidak sempat? Tabiat KKN salah satunya didasarkan pada kenyamanan dan keamanan diri. Terkait Pramono misalnya, banyak yang menduga hal itu sebagai langkah antisipatif SBY yang sudah berjanji "tidak menyiapkan anak/istri sebagai capres 2014". Dengan memberi tempat di Mabes AD, Pramono nantinya akan "punya jalan lapang untuk jalan kaki 5 menit" dari Mabes AD ke Istana Merdeka, alias menjadi orang nomor 1 di negeri ini.

Sekali lagi, akan sangat sulit mencari kelemahan SBY dengan pemilihan iparnya ini. SBY adalah jenderal pemikir dan tahu menggunakan strategi yang "lawan" belum memikirkannya. Bahkan pihak PDIP pun menerima. Tentu karena mereka tidak bisa mencegah orang yang berprestasi untuk menjadi Kasad.

Tapi, sayangnya, kita tidak dapat merasakan buah reformasi. Lagipula, SBY adalah seorang tokoh reformis di TNI. Melihat keadaan ini, layak dipinjam istilah Sosiolog Mochtar Naim, anggur tua di botol baru. Dalam opininya di Kompas 27 Juni lalu, ia mengatakan, bangsa ini katanya menerima demokrasi dari Barat, tapi tidak meninggalkan budaya asli kita yang feodal. SBY  dalam kasus ini juga termasuk yang "menuangkan anggur" itu. Katanya ia seorang reformis, tapi tidak siap meninggalkan nepotisme—meski dibuat rasional—ala Orde Baru.

Bangsa Indonesia pun harus siap menenggak anggur yang makin banyak diminum, makin membuat mabuk tak tentu arah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun