Bukankah ratusan atau ribuan pejabat yang dilahirkan negeri ini? Tapi mereka tidak mampu memberi seperti yang Rosihan lakukan. Saya hanya menganggap impian jadi birokrat sebagai tuntutan bawah sadar feodalismenya. Mungkin begitulah orang-orang PSI seperti dikatakan Mochtar Lubis juga: sosialis hanya sebagai slogan.
Katakan pada Syahrir
Kini telah pergi ia menyusul teman seperjuangan. Hanya lewat buku kita akan tahu tentangnya. Saya kebetulan pernah membaca Petite Histoire alias sejarah kecil ketika SMA dulu dan buku-buku lainnya. Tulisannya khas wartawan: pendek-pendek dan berbahasa ringan.
Tapi mungkin semua kita dapat mengikuti jejak Rosihan. Kita catat sejarah kecil dari hidup kita di Kompasiana ini misalnya. Sebab bukan soal besar-kecilnya sejarah itu yang penting melainkan apakah secuil sejarah bisa kita jadikan pelajaran dalam hidup kita di masa depan.
Kini sang penulis in memoriam dan wartawan lima zaman—seperti yang sering ditulisnya—itu telah tiada. Dalam Memornya di majalah Tempo beberapa waktu lalu ia begitu bangga menyatakan diri sebagai seorang sosialis dan pengikut Sutan Syahrir. Kini, temuilah gurumu itu, Rosihan!
Ceritakan padanya bagaimana negeri ini sekarang. Katakan pada Bung Kecil bahwa pemimpin negeri ini tidak lagi peduli rakyat. Katakan juga bahwa ekonomi kerakyatan-nya hanya dijadikan pemanis saat kampanye berlangsung. Beri tahu pula mengapa Gayus Tambunan, Melinda Dee, Cirus Sinaga bisa muncul di negeri yang telah dimerdekakannya ini.
Telah pergi engkau yang biasanya menulis in memoriam. Esok, aku akan menanti siapa gerangan yang menulis tentang engkau. Selamat jalan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H