Mohon tunggu...
Samdy Saragih
Samdy Saragih Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca Sejarah

-Menjadi pintar dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, membaca. Kedua, berkumpul bersama orang-orang pintar.- Di Kompasiana ini, saya mendapatkan keduanya!

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Revolusi 24 Februari

23 Februari 2011   11:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:20 2729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perlukah kita melakukan revolusi? Dalam hati terdalam saya tidak berharap. Apalagi jika harus memakan korban seperti 45 tahun lalu. Tidak hanya nyawa, tapi juga kerusakan yang ditimbulkannya.

Malu kita jika seorang Nurdin Halid begitu "istimewa"-nya. Sekarang, bonek dan the jack yang adalah musuh abadi, justru bersatu di Jakarta. Sesuatu yang mustahiiiiiiil dalam sepakbola kita. Mereka malah akur karena seorang yang jelas-jelas tak pantas. Kalaulah karena kita mendukung Timnas, sah-sah saja.

Tapi, bukankah di Mesir sana Ihwanul Muslimin dan kaum kristiani juga bersatu demi lengsernya orang seperti Mubarak? Benar. Dan tampaknya demi cita-cita bersama kita pun "terpaksa" melakukan hal yang sama.

Sebelum kita tahu apa yang terjadi esok, mungkin ada baiknya kita tonton dulu Timnas kita berlaga malam ini. Meski televisi yang menayangkannya adalah milik kroni dari si persona non grata, apa boleh buat. Kita lakukan itu semata-mata demi Yongki dan kawan-kawan yang membawa bendera sakral Sang Merah Putih!

Hasil pertandingan akan sangat menentukan "bahan bakar" para revolusioner sepakbola kita. Jika menang, mereka mungkin tidak kendur semangatnya. Pabila kalah, sudah jelas esok akan menjadi hari yang semakin tragis bagi para borjuis sepak bola itu.

Tapi, semoga semua terkendali. Tentara jelas mendukung rakyat, karena George panglimanya. Polisi tak mungkin berani tembak sembarangan. Tapi siapa yang tahu. Jangan-jangan esok sama dengan 45 tahun lalu. Si "mubarak sepakbola" jatuh. Sejarah toh memang kelewat sering untuk berulang..., bukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun