Mohon tunggu...
Samdy Saragih
Samdy Saragih Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca Sejarah

-Menjadi pintar dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, membaca. Kedua, berkumpul bersama orang-orang pintar.- Di Kompasiana ini, saya mendapatkan keduanya!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

20 Oktober 2014   16:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:24 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di balik kelemahannya itu, satu hal yang dapat dicontoh darinya adalah obsesinya merangkul segenap kekuatan politik. Dari satu sisi ini mungkin didasarkan motif psikologis seperti takut dijegal atau dihambat oleh lawan politik.

Tapi realitas politik mengatakan Presiden bukan lagi sebagai sumber kekuasaan utama. Dia harus berbagi dengan kekuatan lain, khususnya DPR. Dia sadar partai adalah kekuatan dominan dalam demokrasi.

Ada lagi kekuatan lain yang bisa menjadi "the sleeping giant" jika tidak dikelola dengan baik: militer. Dia beruntung berasal dari TNI. Juga berayah mertua dan beriparkan perwira Komando Pasukan Khusus. Dengan begitu, dia gampang mengendalikan tentara, sehingga meredam isu kudeta. Hanya purnawirawan yang sempat mengancam, meski kemudian hanya gertak sambal karena akses mereka kepada militer aktif tertutup.

SBY berhasil menggandeng partai politik, sekaligus mengendalikan tentara. Dengan cara ini dia berhasil menciptakan stabilitas keamanan selama 10 tahun, yang diikuti stabilitas ekonomi tentu saja.

Namun, dia gagal mengendalikan media massa. Dengan tabiat era demokrasi dan ekonomi yang kian liberal, media sudah berpihak, bukan karena ideologi, tetapi sabda sang pemilik.

SBY berhasil menjaga keseimbangan antara dirinya sebagai mayoritas dalam politik dan dirinya sebagai minoritas di media massa . Dengan cara inilah dia pantas disebut sebagai seorang demokrat. Bukan demokrat liberal---yang menghendaki semua pemimpin dipilih langsung---karena di akhir jabatannya dia setuju kepala daerah dipilih DPRD.

Saya berpikir, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, presiden Indonesia mendatang akan sulit menyamainya. Presiden Joko Widodo memiliki beberapa kelemahan elementer sebagai seorang presiden di negara besar. Tapi, tentu saja saya berharap prediksi saya itu salah.

Meski banyak yang belum tercapai selama 10 tahun ini, saya tetap mengaguminya. Tentu bukan karena tahi lalat lagi-toh sudah menghilang juga. Dia telah memberi standar bagi presiden pilihan langsung berikutnya bahwa memimpin Indonesia tidak mudah dan merangkul segenap kekuatan politik adalah sebuah kewajiban.

Hari ini, 20 Oktober 2014, hanya dalam beberapa menit lagi SBY bukan lagi seorang presiden. Dengan demikian, ini adalah tulisan terakhir saya tentang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun