Siapa yang tidak mengenal profesi yang satu ini. Semua kalangan mengenalnya dengan berbagai sudut pandang, namun profesi ini terkenal dengan julukan-julukan dan istilah positif yang menggambarkan betapa mulianya orang yang berada dalam profesi yang katanya memiliki pengaruh signifikan dalam pembentukan kecerdasan dan kepribadian seseorang.Â
Bahkan jika lebih dirincikan lagi guru memiliki lebih banyak peran mulai dari peran sederhana dalam proses pembelajaran, sebagai motivator dan teladan bagi anak didiknya hingga peran-peran yang memberi pengaruh besar terhadap kehidupan disekitarnya seperti sebagai seorang inovator, pembangkit atau pembuka pandangan serta pendorong kreativitas. Oleh karena hal itulah ketika seseorang ditanya atau diminta mendeskripsikan sosok seorang guru, pasti yang akan dia sampaikan adalah kalimat-kalimat indah yang menggambarkan begitu mulia dan pentingnya seorang guru.
Pahlawan tanpa tanda jasa, guruku pahlawanku, pahlawan pendidikan, dan terima kasih guruku merupakan beberapa contoh dari ungkapan yang menggambarkan peran penting guru dalam kehidupan seseorang. Kalimat-kalimat itu seakan menunjukkan bahwa kita atau semua orang yang mendapatkan ilmu dari seorang guru akan mengenang beliau sebagai seorang pahlawan yang tidak akan pernah terlupakan dalam kehidupan. Bahkan pada lagu "Hymne Guru" yang diciptakan oleh Sartono seorang guru seni musik asal kota madiun tertuliskan lirik yang bermakna sangat dalam "Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku".Â
Lagu tersebut menjadi lagu wajib dalam acara peringatan hari guru setiap tahun hampir diseluruh wilayah negeri. Semua insan pendidikan di tanah air seolah mengenang dan mengingat kembali guru-guru yang pernah mengajari mereka di masa lalu. Benarkah pada kenyataannya demikian? Mari kita buktikan.Â
Berdasarkan hasil survey sederhana yang dilakukan kepada beberapa orang yang menjadi sampel untuk menjawab pertanyaan "Siapakah 5 guru dalam jalur pendidikan yang anda telah lewati?" mayoritas dari orang tersebut berhasil menyebutkan 5 nama, tapi pada saat pertanyaan lanjutan "Guru pada jenjang pendidikan apa mereka?" hanya beberapa orang saja yang juga menyebutkan guru pada saat mereka di Sekolah Dasar (SD) dan sisanya hanya mampu mengingat nama guru mereka ketika SMP ataupun SMA. Bahkan ada beberapa orang yang hanya mampu menyebutkan guru SMA saja. Mungkin jika pertanyaan itu diarahkan pada kita, apakah kita mampu menyebutkan perwakilan guru pada setiap jenjangnya?
Berdasarkan hasil tersebut timbul beberapa pertanyaan. Kenapa hal itu bisa terjadi? Jika guru dianggap seorang yang begitu berjasa dengan kalimat-kalimat indah tadi, kenapa mereka terlupakan? Bagaimana makna kalimat guruku pahlawanku? Bagaimana sebenarnnya makna lirik Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku? Bagaimana orang yang selalu hidup dalam sanubari bisa hilang dari ingatan? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul melihat fakta yang terjadi di sekitar kita.Â
Dimana kita mengenang orang yang berjasa dan kita deskripsikan sebagai pahlawan dalam kehidupan seperti mengenang seseorang pahlawan yang sudah tidak ada padahal beliau-beliau ada. Mungkinkah kita tidak mengetahui cara untuk menghargai seorang pahlawan yang masih hidup, sehingga cara yang kita lakukan seolah sama dengan mengenang jasa pahlawan yang sudah tiada.
Semua orang punya caranya sendiri dalam menyikapi sesuatu, tapi kita juga pasti memiliki cara yang berbeda dalam bersikap terhadap sesuatu yang masih ada di sekitar kita dengan yang sudah pergi. Tidak pernah terlambat untuk mengubah sikap kita. Beliau (Guru) pasti akan sangat senang ketika kita kembali mengunjungi dan mengenang jasa mereka sebagai seorang pahlawan yang masih bersama kita. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya" (Soekarno, 1961).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H