Mohon tunggu...
Samlibry Adhitia
Samlibry Adhitia Mohon Tunggu... Security - Pribadi

Man jadda wajada

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pembangunan Tanpa Arah, Latah atau Kurangnya Perencanaan Strategis?

28 November 2024   09:21 Diperbarui: 28 November 2024   09:25 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Fenomena pembangunan "ikut-ikutan" tengah melanda banyak daerah di Indonesia. Pemerintah daerah seolah berlomba-lomba menampilkan "prestasi instan" melalui proyek-proyek yang terlihat megah di permukaan, tetapi sering kali kurang mempertimbangkan manfaat jangka panjang bagi masyarakat. Contohnya adalah pembangunan taman kota atau ikon daerah yang dilakukan hampir bersamaan di berbagai wilayah tanpa kajian kebutuhan yang memadai.

Tren ini memunculkan pertanyaan mendasar: apakah pembangunan tersebut benar-benar berdasarkan kebutuhan masyarakat, atau hanya untuk mengejar pengakuan politik dan citra semata? Tidak jarang, proyek-proyek tersebut hadir tanpa perencanaan matang atau analisis dampak sosial dan ekonomi yang memadai. Akibatnya, banyak anggaran daerah yang terkuras untuk proyek "kosmetik" yang kurang relevan dengan kebutuhan lokal.

Jika fenomena ini dibiarkan, risiko terjebak dalam lingkaran pembangunan "tanpa arah" akan semakin besar. Daerah-daerah akan kehilangan kesempatan untuk membangun infrastruktur atau program yang benar-benar mendukung kemajuan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan harus menjadi alat transformasi, bukan sekadar simbol politik.

Sebaliknya, dengan mengutamakan perencanaan strategis berbasis data dan aspirasi masyarakat, pembangunan dapat diarahkan untuk memenuhi kebutuhan nyata dan menciptakan dampak positif yang berkelanjutan. Pemerintah daerah perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap setiap proyek yang direncanakan, memastikan bahwa setiap anggaran yang dikeluarkan benar-benar memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, bukan sekadar untuk kepentingan pencitraan.

Dengan demikian, pembangunan tidak hanya menjadi kebanggaan sementara, tetapi juga warisan berharga yang memberikan perubahan nyata bagi kehidupan masyarakat di masa depan.

Latah Proyek: Simbol atau Solusi?
Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah pembangunan taman kota. Di berbagai daerah, taman-taman baru bermunculan dengan anggaran miliaran rupiah. Namun, ironisnya, banyak di antaranya tidak terpelihara dengan baik. Alih-alih menjadi ruang publik yang bermanfaat, taman tersebut justru menjadi beban baru bagi pemerintah daerah karena minimnya alokasi dana untuk pemeliharaan.

"Masalah utama dari fenomena ini adalah kurangnya studi kebutuhan masyarakat sebelum proyek dimulai," ujar seorang pakar tata kota. Ia menambahkan bahwa pemerintah sering kali hanya melihat tren di daerah lain tanpa mempertimbangkan apakah masyarakat setempat benar-benar membutuhkan fasilitas serupa.

Anggaran Habis, Manfaat Tak Tuntas
Bukan hanya taman kota, beberapa proyek lain seperti pembangunan mal pelat merah, gapura ikonik, hingga jalan baru ke kawasan wisata sering kali dijalankan tanpa analisis kebutuhan yang memadai. Dalam beberapa kasus, jalan-jalan baru tersebut bahkan minim pengguna karena tidak menghubungkan pusat ekonomi strategis.

Padahal, anggaran yang dihabiskan untuk proyek-proyek ini tidak kecil. Menurut data dari Kementerian Keuangan, belanja modal pemerintah daerah dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat, tetapi kontribusinya terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat tidak signifikan.

"Ini lebih dari sekadar pemborosan. Fenomena ini menunjukkan bahwa banyak daerah gagal memahami prinsip pembangunan berkelanjutan," ungkap seorang ekonom daerah. Ia menjelaskan, pembangunan berkelanjutan menekankan pada efisiensi sumber daya dan dampak jangka panjang yang positif bagi masyarakat.

Tekanan Politik dan Masa Jabatan
Para kepala daerah sering kali menghadapi tekanan untuk menunjukkan hasil nyata dalam masa jabatan yang terbatas. Di sisi lain, proyek-proyek jangka panjang seperti perbaikan sistem pendidikan, pengelolaan air bersih, atau peningkatan layanan kesehatan membutuhkan waktu lebih lama untuk dirasakan hasilnya. Akibatnya, proyek-proyek yang "cepat terlihat" lebih sering menjadi pilihan.

Namun, efek dari strategi ini sering kali berbalik arah. Ketika proyek-proyek ini gagal memberikan dampak nyata, masyarakat mulai mempertanyakan akuntabilitas pemerintah. Di beberapa daerah, bahkan muncul protes terkait pemborosan anggaran pada proyek yang tidak mendesak.

Rekomendasi: Arah Baru untuk Pembangunan Daerah
Para ahli menyarankan beberapa langkah untuk menghindari fenomena pembangunan latah ini:

  1. Perencanaan Berbasis Data: Pemerintah daerah harus memulai setiap proyek dengan riset mendalam tentang kebutuhan masyarakat dan dampak jangka panjangnya.
  2. Partisipasi Masyarakat: Libatkan masyarakat dalam proses perencanaan untuk memastikan proyek yang direncanakan sesuai kebutuhan nyata.
  3. Evaluasi Proyek Sebelumnya: Sebelum memulai proyek baru, lakukan evaluasi terhadap proyek-proyek sebelumnya untuk memastikan keberlanjutan dan manfaatnya.
  4. Pengawasan Publik: Tingkatkan transparansi anggaran dengan melibatkan lembaga independen untuk memantau efektivitas penggunaan dana publik.

Menyeimbangkan Kebutuhan dan Simbolisme
Memang tidak salah jika pemerintah ingin menunjukkan prestasi mereka melalui pembangunan fisik. Namun, pembangunan seharusnya bukan hanya soal simbolisme. Fokus utama tetap harus pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Jika fenomena pembangunan latah ini tidak segera dihentikan, kita akan melihat daerah-daerah yang terus terjebak dalam lingkaran proyek "kosmetik": anggaran habis, dampak minim, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang semakin terkikis. Pada akhirnya, pola ini hanya akan melahirkan ketimpangan pembangunan, di mana fasilitas dan infrastruktur yang dibangun tidak menjawab kebutuhan esensial masyarakat, melainkan hanya berfungsi sebagai pajangan politik semata.

Sebaliknya, pembangunan yang berorientasi pada kebutuhan jangka panjang dengan perencanaan yang matang bisa menjadi motor penggerak perubahan yang nyata. Perencanaan seperti ini harus dimulai dari penyelarasan visi pemerintah daerah dengan kebutuhan masyarakat, diiringi dengan mekanisme pengawasan yang kuat dan partisipasi publik yang aktif.

Lebih jauh, pemerintah daerah harus mampu memanfaatkan teknologi untuk mendukung pengambilan keputusan berbasis data. Misalnya, dengan menggunakan Geographic Information System (GIS) untuk memetakan prioritas pembangunan atau melakukan survei kebutuhan warga secara daring. Pendekatan ini memungkinkan pemerintah untuk menargetkan sumber daya dengan lebih efisien dan menghindari proyek-proyek yang hanya bersifat simbolik.

Hasil akhirnya bukan hanya pembangunan fisik, tetapi juga peningkatan kualitas hidup masyarakat yang nyata. Proyek yang tepat sasaran akan menciptakan multiplier effect, seperti membuka lapangan kerja, meningkatkan akses terhadap layanan publik, dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Dengan demikian, pembangunan tidak hanya menjadi sekadar "hura-hura" politik, tetapi benar-benar menjawab aspirasi masyarakat, membawa dampak positif jangka panjang, dan meneguhkan kepercayaan rakyat kepada pemimpinnya.

"Pembangunan sejatinya adalah tentang membangun masa depan, bukan sekadar memoles masa kini," ujar seorang tokoh masyarakat. Dengan filosofi seperti ini, pembangunan diharapkan tidak hanya berfungsi sebagai pencitraan, tetapi menjadi warisan yang bermakna bagi generasi mendatang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun