Kontrovesi lingkungan alam menjadi masalah yang tidak pernah habisnya. Dalam mengusahakan penghijauan pada setiap aspek lingkungan, para aktivis lingkungan, agenda media lingkungan dan perusahaan mendapat tantangan baru untuk usaha yang mereka lakukan. Seperti agenda media pada April 1995 berkaitan dengan kasus “non – isu” Brent Spar milik Shell dan Exxon di Atlantika Utara. Kasus ini menjadi lebih rumit ketika pemerintah menyadari bahwa, hampir setiap perusahaan minyak, kurang lebih memiliki satu atau lebih dari satu Brent Spar. Kasus non – isu ini sangat menarik (bahkan hingga saat ini) akhirnya, banyak menerima kritik dan menjadi pusat perhatian dari perusahaan minyak dunia.
Pada April 1995, para aktivis Greenpeace khususnya Jerman secara besar – besaran mengemukakan suara mereka pada menteri lingkungan hidup negara Eropa. Hal ini tentu saja menarik perhatian lebih dari pemerintah Eropa, mereka yang menanggapi masalah ini adalah pemerintah Jerman, Denmark dan Swedia. Isu Brent Spar akhirnya mendorong pemerintah untuk membuat argument tentang bagaimana seharusnya Brent Spar (pelampung) dibuang. Sebelumnya, pemerintahan Inggris (menteri lingkungan hidup) John Major, membela keputusan yang dilakukan oleh perusahaan Shell. John Major sebagai menteri lingkungan hidup menyatakan bahwa, tindakan dari Shell merupakan keputusan lingkungan praktis terbaik yang dapat dilakukan untuk menenggelamkan Brent Spar di laut lepas (Loefstedt, R., E. & O. Renn. 1997).
Realitas lingkungan mengenai pilihan yang harus dicapai memang sangat sedikit, namun kontroversi dari masalah ini memunculkan banyak pertanyaan hingga membuat pemerintah dan aktivis lingkungan memikirkan cara terbaik untuk membuang Brent Spar.
Brent Spar merupakan kasus lingkungan yang sangat menarik. Hal ini terkait dengan kesadaran lingkungan yang harus dimiliki oleh aktivis lingkungan, perusahaan minyak, pemerintah, bahkan media yang meliput kasus ini. Keberadaan Brent Spar sebagai “non – isu” sampai pada titik penarikan kesimpulan bahwa adanya resiko komunikasi dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan keputusan yang berujung pada pertanggungjawaban.
Sejarah awal kasus Brent Spar dimulai pada 1994, dua perusahaan minyak besar dunia Shell dan Exxon telah melakukan penyimpangan lingkungan. Mereka (re: kedua perusahaan minyak dunia) terikat masalah pembungan penyimpanan minyak pelampung atau yang biasa disebut Brent Spar. Ada sekitar 4 pelampung yang pada waktu itu ditenggelamkan di laut lepas. Masalah lainnya yang datang ketika Brent Spar ditenggelamkan di laut lepas adalah kemungkinan bahwa Brent Spar memang tidak dapat dibuang di daratan. Hal ini dikarenakan membuang pelampung minyak ini memiliki berat lebih dari 4.000 ton (berat aktual adalah 14.500 ton) dan pelampung ini terletak di dalam air (lebih dari 75 meter).
Oleh sebab itu, Organisasi Maritim Internasional menetapkan bahwa menenggelamkan struktur ini di Samudera adalah pilihan yang dapat diterima. Namun, dengan adanya kebijakan tindakan membuang Brent Spar di laut lepas, konsekuensi yang harus diterima oleh Shell adalah menulis 30 studi kasus terpisah mengenai pertimbangan teknis, keselamatan dan implikasi lingkungan dari pembuangan yang mereka lakukan.
Shell akhirnya, setelah melakukan studi kasus secara terpisah pada masing – masing aspek yaitu: pertimbangan teknis, keselamatan dan implikasi lingkungan akhirnya, memberikan empat pilihan yang berbeda (Loefstedt, R., E. & O. Renn. 1997) : (1) Pembuangan di tanah; (2) Tenggelamkan pelampung di lokasi saat ini; (3) Dekomposisi pelampung yang tepat; dan (4) Pembuangan di laut (laut dalam di Inggris). SeteLolah melewati banyak pertimbangan dan diskusi dengan Organisasi Maritim Internasional akhirnya, Shell mengajukan permohonan izin untuk menenggelamkan Brent Spar di laut Inggris. Hal ini rupanya dianggap tindakan pantas oleh menteri lingkungan hidup Inggris saat itu, John Major. Namun, masalah lain datang dari aktivis lingkungan Greenpeace. Mereka (re: aktivis Greenpeace) tetap tidak menyetujui tindakan tersebut dan melawan Shell serta memboikot kapal yang akan menenggelamkan Brent Spar milik Shell sepanjang bulan Mei 1994 (Loefstedt, R., E. and O. Renn. 1997).Pada akhirnya, baik Shell maupun aktivis Greenpeace menyetujui pembuangan Brent Spar di laut Inggris pada 1 Juni 1994.
Sejarah kejadian Brent Spar Shell, tiap orang diajak untuk peduli dan mengkomunikasikan kepeduliannya melalui tindakan yang tepat. Sama seperti Shell yang akhirnya, harus membuat 30 studi kasus dalam beberapa aspek secara terpisah, hendaknya setiap orang memperlakukan diri dengan sanksi – sanksi yang membuat semakin peduli pada lingkungan. Melalui pembuangan Brent Spar yang memakan waktu yang sangat panjang dalam mengambil keputusan nyata membuat semua orang (khususnya agenda media pemberitaan, pemerintah dan perusahaan) menyadari bahwa lingkungan sangat berisiko tinggi dalam pemenuhan kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya. Rasa khawatir yang dialami oleh aktivis Greenpeace, menjadi alasan dasar untuk menyimpulkan banyaknya rasa peduli untuk lingkungan sekitar kita. Komunikasi kepentingan kita pada orang banyak memang penting tapi, mengkomunikasikan kepentingan kita (pada orang banyak) dan memper-tanggungjawab-kannya jauh lebih penting.
DAFTAR PUSTAKA
Loefstedt, R., E. and O. Renn (1997). "The Brent Spar controversy. An example of risk communication gone wrong." Risk Analysis 17(2): 131-136.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H