Esok paginya kembali si lelaki melakukan rutinitas yang sama. Membawa buku untuk membaca di taman dan sekaligus bertemu dengan gadis penjual es krim. Sorenya kembali si manusia pulang dan membuka jendela kamarnya dan segera bercerita kepada si angin.
“Tampaknya hatiku berkata benar. Gadis itu gadis yang lucu, ramah, menyenangkan, sopan. Rasaya aku ingin menjadikan dia sebagai pacarku. Tapi aku malu menjadikannya sebagai pacar. Sebab dia hanyalah seorang gadis penjual es krim. Berbeda dengan keadaanku. Apa kata orang nanti?” kata lelaki itu dengan murung dan setelah berkata seperti itu ia menutup jendelanya.
Esok paginya dia menuju taman lagi untuk berbicara dengan si gadis penjual es krim. Namun tak didapatinya lagi gadis itu. Dia bertanya-bertanya dan mencari di seluruh areal taman dan tak menemukannya.
Dia pulang dengan kecewa. Selama di perjalanan dia berjalan dengan lunglai dan terdengarlah suara pohon-pohon berbisik-bisik. Si lelaki bertanya kepada si pohon, namun jalan setapak lah yang memberitahukannya
“Kau sungguh manusia yang tak tahu untung. Begitu teganya kau mencampakkan gadis penjual es krim di taman itu. Dia begitu sedih. Tapak kepedihannya sangat terasa di tubuh ku ini” kata si jalan.
“Dari mana kau tahu tentang gadis penjual es krim itu? Tanya si lelaki. “Angin lah yang memberitahukanya. Pohon-pohon mendengarkan segala ceritamu itu dan gadis itu mendengar bisik-bisik pohon-pohon itu.