“Orang-orang Eropa datang ke sini untuk mencari apa yang tidak mereka punya. Karet, kopi, pala, cengkeh, teh, tembakau untuk pabrik-pabrik mereka. Mereka juga mencari pelabuhan-pelabuhan hangat untuk mengambil hasil kita sepanjang tahun”.
Itu bukan pernyataan para pengamat politik, sejarah, ataupun ekonomi. Juga bukan pernyataan mahasiswa pergerakan yang identik dengan daya nalar dan kritisnya. Tapi itu adalah jawaban siswa tingkat dasar di sekolah milik Belanda atas pertanyaan gurunya tentang sebab-musabab orang-orang Eropa datang ke Indonesia. Karena merasa terhina, guru tersebut malah makin menambah hukuman pada siswanya.
Pemberontakan Tidak Selalu Buruk
Pada adegan lainnya, ia juga mengatakan, “Tidak ada penjara dan peluru yang dapat mematikan kehendak bebas dan keadilan”. Pemberontakannya atas ketertindasan ini juga diperhatikan guru mengajinya, “ada pesan kanjeng Nabi yang harus kamu perhatikan, iqra (bacalah)… hijrah”.
Pemberontakan tidak selalu buruk. Pemberontakan terhadap kesewenang-wenangan justru membangkitkan semangat kesadaran akan kondisi yang sebenaranya. Tidak dinina-bonokan dengan kenyamanan-kenyamanan kehidupan pribadinya. Sementara di depan mata banyak orang hidup menderita.
Di kemudian hari, siswa tersebut dikenal sebagai tokoh pergerakan nasional, Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto, pendiri Sarekat Islam (SI). Beliau juga pemicu lahirnya pergerakan-pergerakan nasional lainnya. Bahkan beliaulah yang menginspirasi Koesno (Soekarno) mendirikan PNI. Pasca wafatnya Tjokroaminoto, Soekarno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI), dan kemudian memprolamasikan kemerdekaan Indonesia.
Film Tjokro banyak memberi pesan akan pentingnya hijrah, sesuai dengan ajaran Islam. Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya untuk berhijrah agar lepas dari siksaan kafir Qurays. Di tempat barunya, ternyata beliau dan para sahabatnya disambut meriah oleh penduduk Madinah. Hijrah menjadi tonggak awal perkembangan Islam.
Imam Syafii menyarankan kita berkelana agar mendapatkan kesegaran baru dalam menjalani kehidupan. K.H Ahmad Dahlan memaknai hijrah melalui pendalamannya terhadap Surat Al-Maa'uun. Surat Al-Maa'uun inilah yang menjadi tonggak pergerakan K.H. Ahmad Dahlan, yang di kemudian hari dikenal sebagai Muhammadiyyah.