Mohon tunggu...
Saly Afwa
Saly Afwa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Undergraduated Psychology Student at Brawijaya University

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Emotional Eating, Mengapa Stres dan Sedih Membuat Kita Ingin Terus Makan?

2 Desember 2024   07:33 Diperbarui: 2 Desember 2024   07:57 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesimpulan

Emotional eating adalah kebiasaan makan yang dipicu oleh emosi, bukan rasa lapar fisik. Kebiasaan ini sering muncul sebagai respons terhadap emosi negatif, seperti stres atau kesedihan, dan melibatkan makanan tinggi gula atau lemak yang memberikan kenyamanan sementara. Namun, emotional eating dapat berdampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental, seperti risiko obesitas, gangguan citra tubuh, dan penyakit kronis. 

Untuk mengatasi emotional eating, diperlukan kesadaran diri, pengembangan mekanisme pengalihan yang sehat, pola makan teratur, dan dukungan dari lingkungan atau profesional. Dengan langkah-langkah ini, seseorang dapat keluar dari siklus emotional eating sehingga dapat mengutamakan kesehatan mental dan fisik sebagai investasi penting untuk kualitas hidup yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun