Mohon tunggu...
Salya Pualam
Salya Pualam Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Aku dewasa sebab bahasa. Yang mengajarkan kata dengan kedalaman makna. Tertuang tanpa wicara perlu bersuara.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Pecahkan! Pecahkan Saja Gelasnya

14 Mei 2019   20:04 Diperbarui: 14 Mei 2019   20:14 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keraknya hitam. Sehitam apa yang disebut malam. Tanpa pendar. Hanya pudar.

Bukan bulan. Purnama. Gemintang. Atau lintang. Masih sepi, terus sepi, berubah sunyi, beralih maki.

Persetan! Budak tak berotak, tak berotot, hanya melotot.

Diam! Bising, berisik.

Cuci mukaku. Dengan sabun air kaldu sendumu. Guyur aku. Dengan segelas penuh maluku yang kau tau. Terserah!

Aku tetap benar-benar meragu? Akan apa yang dulu begitu kugugu, tapi kini hanyalah sebuah ambigu?

Lucu. Melihat kau menyeruput kopi panasmu merdu. Kau kira aku suka mengaduk kopimu?

Aku lebih suka kau pecahkan gelas itu.
Pecahkan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun