Mohon tunggu...
Salwa Qotrun Nafiah
Salwa Qotrun Nafiah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Sedang mencari bekal yang baik untuk kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Nahkoda Handal Tidak Lahir dari Laut yang Tenang

19 Februari 2023   16:37 Diperbarui: 30 Juni 2024   17:30 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah ini adalah sebuah kisah nyata dari seorang gadis, sebut saja namanya Fia. Ia merupakan seorang anak yang diberi kelebihan berupa kepandaian. Dari kelas satu SD, ia selalu mendapat juara satu. Hingga kelas enam pun ia tetap mempertahankan peringkat tersebut hingga ia dijuluki sebagai bintang kelas. Saat UN, ia mendapatkan nilai yang memuaskan, bahkan nilai matematikanya 10.

Ia memilih untuk melanjutkan pendidikan di SMP yang masih satu yayasan dengan SD nya. Ini adalah kali pertamanya merasakan hidup di pesantren. Masih dengan prestasi yang sama, ia selalu mendapat juara satu kelas. 

Padahal ia bukanlah anak yang rajin. Ia sering menghabiskan waktunya untuk bercanda dengan teman temannya. Jarang sekali ia belajar, bahkan terkadang ia tidur di kelas. Namun, tetap saja prestasi selalu ia raih. Bahkan ia bisa menyelesaikan hafalannya saat kelas sembilan. Semua ini membuat dirinya terbiasa selalu menjadi yang terbaik dari semua temannya. Dari kecil memang ia selalu mendapat pujian karena kepandaiannya.

Hingga tiba saatnya ia melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMA. Ia pindah ke pesantren yang lumayan susah untuk bisa masuk ke pesantren tersebut. Sehingga santri yang masuk adalah benar-benar hasil seleksi. Untuk UTS pertama kali baginya di SMA itu, ia mendapat juara kedua. Ia berusaha menata hatinya. Sekarang, ia harus lebih rajin belajar, tidak bisa seperti dulu lagi. Saat UAS ia kembali mendapatkan juara pertama. Hal ini membuatnya semakin percaya diri.

Setelah UAS, ia terpilih menjadi OSIS. Kebetulan ia mendapat bagian yang lumayan padat aktivitasnya. Ia sering kali disibukkan dengan kegiatan OSIS yang membuat porsi belajarnya sedikit berkurang. 

Hingga pada ujian berikutnya, peringkatnya turun drastis menjadi peringkat lima. Ini pertama kali dalam hidupnya mendapatkan peringkat lima. Selama ini ia selalu menjadi bintang kelas. Tapi tidak untuk sekarang. Ia merasa sangat patah dan sedih.. merasa kecewa dengan dirinya sendiri. Hingga ia jatuh sakit sampai beberapa hari karena kesedihan itu. Ia merasa telah gagal dan sangat terbebani dengan keadaan ini.

Mungkin menurut orang lain, peringkat lima adalah prestasi yang bagus. Tapi tidak baginya. Selama ini ia terbiasa menjadi yang pertama. Hidupnya selalu terpaku pada nilai. Seakan akan nilai adalah segalanya. Pujian dan peringkat satu yang selalu ia dapat membuat mentalnya terlalu lemah. Ia tidak pernah merasakan kegagalan. Mentalnya terlalu nyaman dengan keadaannya selama ini. Hal ini lah yang membuatnya mudah patah.

Orang-orang terdekat mulai menasehatinya, hingga saat ibunya berkata melalui telepon "nak, tujuan kamu pergi ke pesantren adalah menuntut ilmu dan ketahuilah bahwa ilmu itu tidak hanya apa yang kamu dapat di kelas. Dengan berorganisasi, banyak ilmu yang kamu dapat, dengan bersosialisasi banyak pelajaran yang bisa kamu ambil. Bahkan tidak semua orang bisa memiliki ilmu dari pengalamanmu diluar kelas." Ia pun mulai tergerak untuk membuka pikirannya lebih luas. Ia sadar, bahwa apa yang dia lakukan selama ini telah salah. 

Jika tujuannya menuntut ilmu hanya karena nilai, maka ilmu itu hanya akan berhenti sampai di atas kertas ujian. Bahkan ia bisa down ketika nilainya turun. Ia ingin memperbaiki semuanya. Ia sekarang merasa lebih nyaman belajar tanpa terlalu memikirkan nilai. Menurutnya sekarang, yang perlu ia perhatikan adalah usahanya bukan hasilnya. Apapun hasilnya ia akan terima dengan lapang dada.

Pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini adalah jika kamu merasa dirimu itu hebat, maka sesungguhnya kamu perlu tantangan yang lebih, karena jika kamu selalu berada di zona aman, justru mentalmu tidak akan berkembang. Sebagaimana seorang nahkoda yang tidak akan menjadi handal jika selalu berlayar di laut tenang.

Ilmu itu sangat luas, tidak hanya apa yang tertulis di atas kertas. Ilmu bisa datang dari apapun yang kamu temui. Ingatlah! Bukan nilai yang membuatmu mulia, akan tetapi bagaimana ilmu itu bisa mempengaruhi dirimu dan orang-orang di sekitarmu..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun