Mohon tunggu...
Salwa Misbahul Jannah
Salwa Misbahul Jannah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Pendidikan Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Alat Tradisional yang Terjaga di Rumah Adat Cikondang

29 Juni 2022   19:35 Diperbarui: 29 Juni 2022   19:39 1256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desa Lamajang Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung merupakan tempat dimana rumah adat Cikondang ini berada, terletak sekitar 38 km dari pusat kota Bandung dengan luas lahan 3 ha dan berada di ketinggian 1022 m diatas permukaan laut. Bapak Anom Samsa, lelaki paruh baya yang merupakan pemilik atau kuncen dari rumah adat Cikondang. 

Posisi rumah adat ini berada di paling atas antara pemukiman warga, dikelilingi pagar bambu yang menjadi pembatas. Dedaunan yang sangat rimbun, pohon yang menjulang tinggi, aliran air dan suara-suara alam terdengar jelas sehingga membuat keadaan disekitar rumah adat Cikondang terasa asri dan menenangkan. 

Nuansa islami sangat terasa ketika dijelaskan berbagai filosofi yang berkaitan dengan rumah adat ini. Abah Dedeng sebagai narasumber mengatakan bahwa segala hal yang berada di rumah ini memiliki makna-makna yang dalam. 

Jendela kayu yang menempel didinding-dinding bilik sebagai tempat menembusnya cahaya matahari kedalam rumah itu tidak lebih dan tidak kurang dari lima jendela, dimana itu bermakna bahwa didalam agama Islam ada satu kewajiban yang harus ditunaikan oleh para penganutnya yaitu sholat lima waktu. 

Dan pintu yang berdiri tegak dibagian depan rumah hanya berjumlah satu sebagai lambang bahwa Tuhan itu maha Esa. Rumah yang menggunakan material-material alami ini berdiri gagah menghadap Utara dengan segala makna dan keunikannya. 

Atap yang terbuat dari ijuk, dinding dengan bilik bambu, pintu dan jendela dari kayu, dan lantai yang juga terbuat dari rotan bambu. Kehangatan sangat terasa dari nuansa sekitarnya. Keadaan yang sangat menyatu dengan alam dan kental akan filosofi keagamaan membuat warga setempat ataupun para pengunjung sadar mengenai karunia Tuhan yang begitu besar.

Tidak jauh dari rumah adat, terdapat tampian yang berdiri diatas sebuah balong kecil. Tampian merupakan istilah yang mengandung arti kamar mandi. Tampian ini sangat alami dimana air mengalir deras melalui bambu memenuhi ember yang ada dibawahnya. Lantai yang juga terbuat dari bambu dan dinding dengan bilik. 

Keunikan terlihat ketika air akan terus mengalir tanpa henti. Selain ada tampian, didekat rumah adat juga ada leuit tempat untuk menyimpan pare. Keluar dari pagar pembatas rumah disana ada bale yang berdiri kokoh yang digunakan sebagai tempat pertemuan jika kedatangan tamu, sama seperti rumah adat, bale ini juga menggunakan material-material alami sehingga terlihat unik. 

Tepat dibelakang bale terdapat lesung yang disediakan tempat khusus dengan adanya atap sebagai pelindung dari hujan dan panas, selain itu dari tempat lesung berada, pengunjung bisa melihat langsung sawah yang cukup luas.

Dengan adanya kemajuan zaman tidak membuat keadaan rumah adat Cikondang ini kehilangan jati dirinya. Pemilik atau penjaga rumah adat ini masih mempertahankan alat-alat tradisional seperti memasak dengan menggunakan hawu. 

Hawu sendiri merupakan istilah yang berasal dari bahasa Jawa yaitu awu yang memiliki arti sebagai tempat berkumpulnya abu atau lebu. Masyarakat Sunda sendiri mengenal hawu sebagai tungku. 

Hawu ini terbuat dari tanah liat yang dibentuk sedemikian rupa agar bisa menampung wajan, teko, panci atau tempat masak lainnya, dengan bolong dibagian tengah sebagai tempat untuk membakar kayu sehingga menciptakan api yang akan menyebar secara merata ke seluruh bagian dan membuat masakan menjadi matang. 

Selain kayu untuk dibakar, terdapat alat lain yang digunakan sebagai pelengkap yaitu songsong. Songsong ini merupakan alat yang memiliki bentuk tabung dengan lubang dibagian tengah, biasanya songsong ini terbuat dari batang bambu, menggunakan songsong terbilang cukup mudah yaitu dengan meniupkan udara melalui songsong kedalam hawu agar api bisa menyala sesuai yang dibutuhkan. 

Selain hawu, alat tradisional yang masih dilestarikan adalah seeng. Seeng ini berbahan dari tembaga atau aluminium yang digunakan masyarakat Sunda untuk memasak nasi. 

Dengan bentuk yang tinggi, maka ketika memasak nasi di seeng ini harus menggunakan alat bantu lain yaitu aseupan. Aseupan ini digunakan sebagai tempat untuk menyimpan nasi sebelum akhirnya dimasukan kedalam seeng bersama dengan aseupan tersebut. Aseupan sendiri terbuat dari bambu yang dianyam dan berbentuk kerucut.

Selain hawu dan seeng terdapat alat tradisional lainnya yaitu lesung. Lesung ini berada ditempat khusus tidak jauh dari rumah adat dan terletak lebih dekat dengan bale. Lesung ini digunakan untuk memisahkan kulit gabah dari beras. 

Lesung yang ada di rumah adat Cikondang ini berbentuk panjang dan sama seperti yang lainnya terbuat dari kayu dan dibuang bagian dalamnya sehingga bisa menjadi tempat untuk gabahnya nanti. 

Gabah-gabah yang berada dalam lesung itu kemudian ditumbuk menggunakan alu, tongkat yang terbuat dari kayu berbentuk panjang. Nuansa-nuansa zaman dulu semakin terasa ketika di rumah adat Cikondang masih menggunakan gelas seng untuk minum, dengan motif yang beragam. 

Semua alat-alat tradisional itu dipertahankan dalam upaya melestarikan budaya agar tidak tergantikan oleh penemuan-penemuan baru di era perkembangan ini. 

Abah Dedeng mengatakan bahwa dengan menggunakannya alat-alat tradisional ini semata-mata bukan tidak mampu atau tidak mau untuk mengikuti perkembangan yang dirasa lebih memudahkan, tetapi untuk menjaga kelestarian budaya agar masih bisa dinikmati oleh generasi-generasi selanjutnya. Karena sejatinya jika bukan kita yang menjaga budaya untuk tetap ada maka siapa lagi, dan jika tidak dilakukan dari sekarang maka kapan lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun