Desa Lamajang Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung merupakan tempat dimana rumah adat Cikondang ini berada, terletak sekitar 38 km dari pusat kota Bandung dengan luas lahan 3 ha dan berada di ketinggian 1022 m diatas permukaan laut. Bapak Anom Samsa, lelaki paruh baya yang merupakan pemilik atau kuncen dari rumah adat Cikondang.Â
Posisi rumah adat ini berada di paling atas antara pemukiman warga, dikelilingi pagar bambu yang menjadi pembatas. Dedaunan yang sangat rimbun, pohon yang menjulang tinggi, aliran air dan suara-suara alam terdengar jelas sehingga membuat keadaan disekitar rumah adat Cikondang terasa asri dan menenangkan.Â
Nuansa islami sangat terasa ketika dijelaskan berbagai filosofi yang berkaitan dengan rumah adat ini. Abah Dedeng sebagai narasumber mengatakan bahwa segala hal yang berada di rumah ini memiliki makna-makna yang dalam.Â
Jendela kayu yang menempel didinding-dinding bilik sebagai tempat menembusnya cahaya matahari kedalam rumah itu tidak lebih dan tidak kurang dari lima jendela, dimana itu bermakna bahwa didalam agama Islam ada satu kewajiban yang harus ditunaikan oleh para penganutnya yaitu sholat lima waktu.Â
Dan pintu yang berdiri tegak dibagian depan rumah hanya berjumlah satu sebagai lambang bahwa Tuhan itu maha Esa. Rumah yang menggunakan material-material alami ini berdiri gagah menghadap Utara dengan segala makna dan keunikannya.Â
Atap yang terbuat dari ijuk, dinding dengan bilik bambu, pintu dan jendela dari kayu, dan lantai yang juga terbuat dari rotan bambu. Kehangatan sangat terasa dari nuansa sekitarnya. Keadaan yang sangat menyatu dengan alam dan kental akan filosofi keagamaan membuat warga setempat ataupun para pengunjung sadar mengenai karunia Tuhan yang begitu besar.
Tidak jauh dari rumah adat, terdapat tampian yang berdiri diatas sebuah balong kecil. Tampian merupakan istilah yang mengandung arti kamar mandi. Tampian ini sangat alami dimana air mengalir deras melalui bambu memenuhi ember yang ada dibawahnya. Lantai yang juga terbuat dari bambu dan dinding dengan bilik.Â
Keunikan terlihat ketika air akan terus mengalir tanpa henti. Selain ada tampian, didekat rumah adat juga ada leuit tempat untuk menyimpan pare. Keluar dari pagar pembatas rumah disana ada bale yang berdiri kokoh yang digunakan sebagai tempat pertemuan jika kedatangan tamu, sama seperti rumah adat, bale ini juga menggunakan material-material alami sehingga terlihat unik.Â
Tepat dibelakang bale terdapat lesung yang disediakan tempat khusus dengan adanya atap sebagai pelindung dari hujan dan panas, selain itu dari tempat lesung berada, pengunjung bisa melihat langsung sawah yang cukup luas.
Dengan adanya kemajuan zaman tidak membuat keadaan rumah adat Cikondang ini kehilangan jati dirinya. Pemilik atau penjaga rumah adat ini masih mempertahankan alat-alat tradisional seperti memasak dengan menggunakan hawu.Â
Hawu sendiri merupakan istilah yang berasal dari bahasa Jawa yaitu awu yang memiliki arti sebagai tempat berkumpulnya abu atau lebu. Masyarakat Sunda sendiri mengenal hawu sebagai tungku.Â