Mohon tunggu...
Salwa IsmiNabila
Salwa IsmiNabila Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswi Universitas Indonesia

Mahasiswi Universitas Indonesia, Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menilik Kesiapan SMA Negeri di DKI Jakarta Dalam Mendorong Percepatan Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka

15 Mei 2023   21:22 Diperbarui: 15 Mei 2023   21:26 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia untuk pertama kalinya mengkonfirmasi kasus positif COVID-19. Pemerintah mengkonfirmasi 2 kasus pertama  yang menimpa seorang ibu (64) dan putrinya (31) di Jawa Barat. Keduanya terinfeksi COVID-19 dari seorang warga negara Jepang yang sempat datang ke Indonesia (detiknews, 2022).  Selang beberapa hari kemudian, tepatnya pada tanggal 10 Maret 2020, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Adhanom Ghebreyesus mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi yang berisikan permintaan agar Presiden mendeklarasikan darurat nasional. Kemudian melalui Keputusan Presiden (KEPPRES) Nomor 12 Tahun 2020 penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) ditetapkan sebagai bencana nasional non alam. Sejak ditetapkannya Keputusan Presiden tersebut berbagai langkah strategis dilakukan untuk mencegah penyebaran virus COVID-19. Pada bidang pendidikan, melalui Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 oleh Mendikbud untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia sekolah ditutup dan beralih pada pembelajaran daring atau jarak jauh (CNBC Indonesia, 2020). Penutupan sekolah menjadi satu diantara berbagai langkah strategis pemerintah yang ditetapkan untuk mencegah penyebaran virus COVID-19 yang kian masif.

Adapun pandemi COVID-19 di Indonesia bukan hanya merubah cara belajar dari yang sebelumnya luring menjadi daring/jarak jauh, tetapi juga merubah ide-ide dasar tentang konsentrasi, peran teknologi dan cara siswa dan guru dalam berinteraksi (Cerelia, Sitepu, Pratiwi & Almadevi, 2021). Lebih lanjut pandemi COVID-19 yang terjadi secara cepat membawa banyak perubahan dalam dunia pendidikan di Indonesia pada semua jenjang, terutama akibat kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dan pembatasan sosial yang kemudian mempengaruhi praktik pendidikan nasional. DKI Jakarta, provinsi dengan kasus COVID-19 terbanyak di Indonesia dengan jumlah total 1.243.517 kasus per 10 April 2022 merupakan salah satu dari sekian banyaknya provinsi di Indonesia yang juga terdampak dalam bidang pendidikannya (Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, 2022). Pada awal-awal kasus muncul tepatnya 10 April 2020 DKI Jakarta melalui Gubernur Anies Baswedan menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Melalui kebijakan tersebut kegiatan perkantoran dihentikan, ojek online dibatasi, tidak boleh ada kerumunan hingga gedung-gedung sekolah pun ditutup (detiknews, 2022).

Selanjutnya dengan diterbitkannya Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran COVID-19 semakin mempertegas pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Dalam hal ini khususnya, DKI Jakarta, sebagai upaya melindungi warganya dari risiko penularan COVID-19 semua jenjang sekolah di DKI Jakarta ditutup (atmago, 2020). Pada jenjang SMA, ujian sekolah ditunda, segala aktivitas digantikan dengan model online learning terhitung sejak 16 Maret hingga 9 April 2020 (kompas.com, 2020). Perubahan model pembelajaran menjadi jarak jauh ini membawa banyak pengaruh, baik positif maupun negatif. Dampak negatif, sebagaimana disampaikan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta diantaranya ancaman putus sekolah, penurunan capaian belajar, hingga risiko kehilangan pembelajaran atau learning loss (tempo.co, 2020).

Pada tingkat SMA, dampak negatif pembelajaran jarak jauh kian terasa, terlebih pada dasarnya jenjang SMA merupakan jenjang untuk mempersiapkan peserta didik sebelum memasuki perguruan tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pembekalan keterampilan, kompetensi dan pemadatan materi (Penelitian MPA Lanjutan Negara 3, 2022). Sejalan dengan ini, satu tahun berikutnya pada  11 Mei 2022 pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama 4 Menteri yang mengatur tentang Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Melalui SKB 4 Menteri tersebut, sekolah dapat menyelenggarakan PTM selama memenuhi persyaratan (kontan.co.id, 2021). Dalam hal ini aspek kesiapan sekolah menjadi faktor terpenting, sekolah diharapkan dapat menjadi pendorong dalam percepatan Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Adapun aspek-aspek kesiapan yang dimaksud apabila dikaitkan dengan Framework for Reopening School yang dikemukakan oleh UNESCO et al (2020) meliputi empat aspek kesiapan yaitu aspek safe operations, learning, including the most marginalized, serta wellbeing and protection. Aspek safe operation yaitu berkenaan dengan kesiapan SMA Negeri DKI Jakarta dalam hal keamanan yang perlu menjadi perhatian dalam pembukaan kembali sekolah-sekolah yang ada. Aspek learning yaitu berkenaan dengan kesiapan SMA Negeri DKI Jakarta dalam hal proses pembelajaran setelah dilaksanakannya PTM, pasca diberlakukannya PJJ. Aspek including the most marginalized yaitu berkenaan dengan kesiapan SMA Negeri DKI Jakarta dalam hal mewujudkan pemberlakuan PTM yang bersifat inklusif dengan turut memperhatikan kelompok-kelompok marginal. Kemudian yang terakhir wellbeing and protection yaitu berkenaan dengan  kesiapan SMA Negeri DKI Jakarta dalam hal kesejahteraan dan perlindungan bagi peserta didik dan guru (UNESCO, 2022).

Faktor kesiapan dalam hal ini menjadi aspek kunci penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Sekolah menjadi pendorong agar pembelajaran dapat kembali segera dibuka. Adapun jika merujuk hasil survei Komisi Perlindungan Anak  Indonesia (KPAI) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kesiapan sekolah untuk menyelenggarakan PTM di masa pandemi. Hasil survei terhadap 7 provinsi dan 12 kabupaten kota menunjukkan bahwa 79,54% sekolah siap menggelar PTM. Jumlah tersebut meningkat drastis dari tahun 2020 lalu yang hanya mencapai 16,7% (Survei KPAI, 2021). Peningkatan kesiapan ini didukung oleh adanya gugus tugas COVID-19, sosialisasi protokol kesehatan hingga sinergitas antara dinas pendidikan dan dinas kesehatan (sindonews.com, 2021). Berangkat dari uraian di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam tulisan ini adalah "Bagaimana Kesiapan SMA Negeri di DKI Jakarta dalam Mendorong Percepatan Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dengan Menggunakan Framework For Reopening Schools (Unesco, 2020)?"

Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggabungkan pemikiran deduktif dan juga pengamatan empiris untuk menemukan suatu pola umum aktivitas manusia (Neuman, 2014). Penelitian ini bersifat deduktif, sebab berangkat dari teori yang sudah ada dan kemudian melakukan pengujian atas teori tersebut (Creswell, 2009). Penggunaan pendekataan kuantitatif dilakukan untuk mengukur mengenai kesiapan SMA Negeri di DKI Jakarta dalam mendorong percepatan pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka dengan menggunakan empat dimensi Framework For Reopening Schools oleh UNESCO (2020) yaitu safe operations, learning, including the most marginalized, serta wellbeing and protection. Safe operations mengacu pada persiapan kebijakan kritis dan prosedur untuk meningkatkan penyelenggaraan pendidikan yang aman dalam membuka kembali sekolah. Learning menyangkut aspek psikososial dalam jangka panjang mencakup modifikasi proses transfer ilmu dalam kegiatan pembelajaran dan mengacu pada bagaimana kegiatan pembelajaran dilakukan kembali dengan adaptasi terhadap keadaan di masa pandemi. Including the most marginalized berkenaan dengan kesiapan sekolah dalam hal mewujudkan pembukaan kembali sekolah yang bersifat inklusif dengan turut memperhatikan kelompok-kelompok marginal. Wellbeing and protection berkaitan  dengan  kesiapan sekolah dalam hal kesejahteraan dan perlindungan bagi peserta didik dan guru. Adapun jenis penelitian ini adalah deskriptif untuk menggambarkan dan menganalisis bagaimana kesiapan SMA Negeri di DKI Jakarta dalam mendorong percepatan pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM).

Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik mixed methods, yaitu kombinasi antara teknik kuantitatif dengan kualitatif dalam suatu penelitian (Creswell, 2009). Teknik kuantitatif dilakukan melalui online survey dengan instrumen kuesioner yang disebar luaskan secara daring, sementara teknik kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam dan kajian literatur. Teknik penarikan sampel melalui survei menggunakan teknik quota sampling dan memperoleh sebanyak 537 responden yang merupakan siswa dari berbagai SMA Negeri di DKI Jakarta, dari responden tersebut terdapat  nilai missing sejumlah 106 responden. Kemudian penyebaran online survey melalui platform Survey Monkey dilakukan secara cross sectional  pada periode satu waktu penelitian, yaitu pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2022 yang terdiri atas 30 pertanyaan tertutup dan 4 pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup disusun dengan menggunakan skala likert dengan empat kategori jawaban (Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju).

Kegiatan wawancara mendalam diawali dengan pemilihan narasumber menggunakan teknik penarikan sampel purposive sampling yang didasarkan atas kriteria tertentu. Narasumber yang diwawancarai pada penelitian ini adalah individu yang memiliki pemahaman terhadap kesiapan SMA Negeri di DKI Jakarta dalam mendorong percepatan pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) melalui aplikasi video conference Zoom Meeting dan juga melalui aplikasi chatting Whatsapp. Kegiatan wawancara mendalam dilaksanakan pada beberapa tanggal di bulan September, Oktober dan November 2022 terhadap sejumlah narasumber meliputi Arik Ganda Dewanto (Perwakilan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta), Retno Listyarti (Komisioner Subkom PHA KPAI), Satriawan Salim S.Pd., M.Si. (guru, aktivis), orang tua peserta didik, Desi Purnama Kurniawati (Bidang Kurikulum SMAN 70 Jakarta), peserta didik dan Qonita Beldatis Syafiqo (Analis Kebijakan TGUPP DKI Jakarta. Adapun kajian literatur dilakukan terhadap satu artikel internet berjudul Framework for Reopening School (UNESCO, 2020). Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa terdapat 6 aspek yang menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan pembukaan kembali sekolah yaitu: 1) safe operations (keamanan), 2) learning (pembelajaran), 3) inclusion of the most marginalized (inklusivitas), dan 4) wellbeing and protection (kesejahteraan dan perlindungan). Dua aspek lainnya, yaitu policy (pertimbangan kebijakan) dan financial (persyaratan keuangan), bersama-sama menciptakan lingkungan yang mendukung keempat aspek tersebut.

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara kuantitatif dan kualitatif. Pengolahan dilakukan menggunakan software Statistical Product and Service Solution (SPSS) untuk mengetahui tingkat kesiapan SMA Negeri di DKI Jakarta dalam mendorong percepatan pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Selain itu dilakukan juga teknik coding yaitu sebuah proses menyederhanakan jawaban yang diajukan oleh peneliti dengan menandai kode tertentu yang biasanya berbentuk angka dalam melengkapi analisis data kualitatif penelitian khususnya pada hasil pertanyaan semi terbuka dan wawancara mendalam. Adapun skala pengukuran pada penelitian ini menggunakan kategori Tinggi, Rendah, dan Sedang.

Berkembangnya pandemi COVID-19 di Indonesia mengubah proses pembelajaran dalam dunia pendidikan, dari yang sebelumnya tatap muka menjadi jarak jauh. Guru dan peserta didik dituntut untuk terus mendorong proses pembelajaran yang efektif serta aktif meskipun dilaksanakan dari rumah masing-masing  (Rismauli, 2021). Adapun dalam rangka mempertegas upaya menghadapi pandemi COVID-19 tersebut, pada bidang pendidikan dikeluarkan Surat Edaran Kemdikbud Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Belajar dari Rumah Pada Masa COVID-19 sebagai dasar pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Sejalan dengan dikeluarkannya surat edaran tersebut, sekolah-sekolah ditutup dan diganti dengan model pembelajaran online, hal ini juga diberlakukan terhadap SMA Negeri di DKI Jakarta.

Penutupan SMA Negeri di DKI Jakarta sendiri awalnya merupakan bentuk respon ditetapkannya ketentuan PSBB oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Hal ini kemudian berlanjut setelah angka COVID-19 semakin meningkat drastis, dan berakhir pada pembelajaran daring hampir selama 2 tahun seiring diberlakukannya PJJ. Adapun penutupan sekolah selama hampir 2 tahun ini membawa dampak yang cukup signifikan dalam pembelajaran seperti learning loss, putus sekolah hingga pernikahan dini. Untuk sekolah-sekolah di DKI Jakarta sendiri melalui temuan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana juga ditemukan sejumlah dampak negatif PJJ seperti ancaman putus sekolah, penurunan capaian belajar, ancaman kekerasan rumah tangga dll. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun