Berdasarkan pengalaman Anita, dia melakukan kegiatan ini selama kurang lebih dua bulan sampai masa kepengurusannya berakhir. Meskipun demikian, ada waktu di mana Anita dan teman-teman tidak berjualan dan beristirahat.
Budaya danusan ini cukup menguras waktu, tenaga, dan dana bagi mahasiswa yang bertanggung jawab di dalamnya. Tanggung jawab untuk melakukan serangkaian kegiatan mulai dari mengambil makanan ke rumah supplier bahkan rela membeli makanan atau minuman yang belum laku menjadi salah satu hal yang perlu ditekankan bahwa kegiatan ini dapat mengganggu kondisi finansial dan kegiatan perkuliahan jika tidak diimbangi dengan manajemen keuangan dan waktu yang baik.
Lantas, apakah budaya danusan masih relevan untuk dilakukan?Â
Jawabannya adalah masih relevan dengan beberapa catatan yang perlu diperhatikan. Pihak organisasi harus mengetahui batas-batas di mana kegiatan danusan tidak bisa dijadikan satu-satunya sumber untuk menambah pemasukan dana. Perlu diadakan kegiatan lain seperti sponsorship sebagai alternatif, atau kegiatan lainnya.
Pihak internal divisi dana usaha pun harus mengetahui dan merancang strategi efektif agar kegiatan danusan ini dapat tetap terlaksana dengan meminimalisir waktu, tenaga, dan dana yang mereka gunakan.Â
Dengan demikian, budaya danusan yang dilakukan oleh mahasiswa tetap relevan untuk dilakukan dengan pengelolaan sumber daya yang baik sehingga hasil yang diberikan optimal dan memberikan manfaat baik kepada individu di dalamnya maupun sekitarnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H