Pengemasan yang dilakukan pihak luar untuk dapat mengenalkan pariwisata yang dimiliki tak main-main, hingga akhirnya memberikan efek secara simultan dan kontinue terhadap minat generasi Z dalam mengetahui dan memahami apa yang dimiliki. Dari sisi lokasi tujuan, Gen Z hanya tertarik dengan tempat atau daerah yang memiliki pesona paling menarik dan banyak dikunjungi oleh sebagian besar orang. Namun, jika lambat laun hal ini terus dilakukan, akan mengurangi rasa bangga terhadap tanah air sendiri. Gen Z digadang-gadang menjadi penduduk yang memiliki porsi cukup besar saat ini, jika minat mereka tidak dapat dikendalikan. Bukan tidak mungkin keberlanjutan pariwisata akan ikut terdampak.Â
Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY menilai Gen Z akan berperan penting dalam perkembangan pariwisata di Indonesia. Berdasarkan pengalaman, hal yang perlu digali adalah membuat produk-produk pariwisata sifatnya bukan lagi instan, tetapi berupa pengalaman yang bisa dibagikan dan interaksi menjadi hal yang wajib. Pola-pola perubahan ini perlu dilakukan bersama-sama. Terkait dengan adanya beberapa pola tren pariwisata di 2024, mestinya semua pihak adaptif mulai dari industri, pemerintah daerah dan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan adanya penyadaran dan pengetahuan akan kekayaan pariwisata Indonesia untuk dapat menghidupkan kembali kecintaan terhadap tanah air dengan daya lokal yang melekat dan mengikuti perkembangan zaman yang ada melalui promosi di bidang digital tourism.Â
Strategi perkembangan industri pariwisata 4.0 di Indonesia sendiri melalui 5 fase yaitu dream (berandai untuk bisa berwisata), planning (merencanakan apa yang akan dilakukan disana), booking (memesan pelayanan wisata), experiences (menikmati liburan), dan sharing (upload ke media sosial). Digital Tourism adalah strategi yang efektif untuk mempromosikan berbagai macam destinasi dan potensi pariwisata di Indonesia melalui berbagai platform sehingga tidak hanya sekadar mengenalkan, namun juga menyebarkan keindahan pariwisata secara meluas untuk meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia. Melalui pengertian digital tourism, turut diperkenalkan pula E-Tourism sebagai sistem interaktif online yang mempermudah wisatawan untuk mendapatkan informasi dan melakukan pemesanan dengan cepat dan mudah. Berdasarkan definisi E-Tourism Caribbean Tourism Organization (2005), ada tiga unsur yang menjadi prasyarat dari e-tourism yaitu ICT (Information and Communication Technologies), Tourism dan Business.
Kepariwisataan yang telah dirancang melalui proses komunikasi secara modern juga tidak luput memiliki hubungan penting pada aspek selanjutnya yaitu komunikasi. Saat berkomunikasi akan terjadi penggunaan bahasa yang mempengaruhi transmisi pesan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Saat ini tak sedikit pula pencampuran atas dua bahasa digunakan, komunikasi dapat terbilang masih efektif, namun lambat laun pengetahuan serta pemaknaan akan bahasa nasional terutama bahasa daerah akan semakin asing. Pada hasil data long form sensus 2020 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kemampuan penduduk Indonesia dalam mampu berbahasa Indonesia berada di angka 97,24% sedangkan penggunaan bahasa daerah dalam berkomunikasi di lingkungan keluarga 73,87% dan penggunaan bahasa daerah dalam berkomunikasi di lingkungan tetangga/kerabat berada di angka lebih rendah yakni 71,93%.
Hal ini berimbas pada kepunahan bahasa daerah, kita memiliki peran dalam mencegah kepunahan bahasa seperti berbicara dengan keluarga dan teman menggunakan bahasa daerah. Selain itu juga orangtua yang mengajarkan bahasa daerah kepada anaknya dengan berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Pemerintah juga dapat menyelenggarakan acara-acara yang dapat melestarikan bahasa daerah, seperti karya tulis, drama, dll. Juga dapat melakukan kampanye dan sosialisasi tentang pentingnya bahasa daerah. Kecintaan terhadap bahasa daerah harus terus dipupuk agar bahasa daerah tetap hidup. Dengan rasa cinta yang kuat, kita dapat memfilter budaya asing dengan baik dan menjaga kelokalan sebagai kebanggaan nomor satu.
Melalui beberapa aspek yang telah dipaparkan, pada aspek terakhir di mana segala hal dapat diakses dengan mudah dan menimbulkan berbagai pembentukan pikiran hingga tindakan, framing media turut menyumbangkan penguatan terhadap rasa nasionalisme di era sekarang ini. Pengaruh budaya luar yang masuk ke Indonesia sangat cepat diserap oleh setiap lapisan masyarakat. Mulai dari perilaku, gaya bahasa, gaya pakaian serta pola pikir yang dipengaruhi oleh budaya luar. Tidak semua budaya yang masuk dapat dikatakan memberikan pengaruh yang buruk, namun kualitas sumber daya manusia kita sendiri yang cenderung konsumtif terhadap pengaruh yang datang dari luar, hal ini semakin lama jika dibiarkan akan membuat rasa nasionalisme masyarakat khususnya anak muda menjadi luntur (Octavian, 2014). Hal ini bukanlah permasalahan yang sederhana melihat dari sudut pandang globalisasi yang semakin maju.Â
Segala upaya hingga sekarang ini telah dilakukan oleh para pengurus negara dan tenaga pendidik agar nilai-nilai nasionalisme masyarakat Indonesia tetap terjaga, dalam hal ini menurut kami diperlukan peran media massa dalam menyongsong hal itu. Media menurut Association for Educational Communications and Technology adalah suatu bentuk saluran yang digunakan untuk menyampaikan suatu pesan atau informasi. Jika dilihat berdasarkan jenisnya, media massa memiliki tiga jenis yakni media cetak, media online, dan media penyiaran (Wibisono, 2017). Pembentukan nilai-nilai informasi pada media massa sekarang ini lebih menjurus kepada ranah global daripada lokal, hal ini dikarenakan engagement isu global yang lebih banyak disukai oleh masyarakat sekarang ini, berbeda dengan zaman dulu yang lebih banyak memuat informasi lokal.
Sebagai contoh, pada awal tahun 2020, polling di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 64,8% penduduk, atau sebanyak 171,17 juta jiwa, merupakan pengguna internet. Data ini, yang diperoleh melalui kerja sama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), menggambarkan dominasi penggunaan internet, terutama sosial media, yang semakin meluas. Seiring dengan itu, penggunaan perangkat mobile phone dan smartphone juga meningkat secara signifikan, mencapai persentase 96% dan 93% secara berturut-turut, dengan mayoritas pengguna berada dalam rentang usia 16-64 tahun menurut data dari We Are Social pada tahun 2020 (Rohmah, 2020).
Penggunaan teknologi yang semakin menjadi kebutuhan primer dan tingkat konsumsi yang terus meningkat telah memunculkan dampak positif dan negatif bagi masyarakat. Dalam era teknologi dan media sosial seperti sekarang ini, Generasi Z, yang merupakan generasi muda yang lahir di era digital, menghadapi tantangan menarik tentang bagaimana mereka melihat diri mereka sendiri dalam konteks nasionalisme Indonesia. Media sosial memainkan peran besar dalam mempengaruhi pandangan mereka terhadap nasionalisme. Di satu sisi, media sosial membantu meningkatkan kesadaran akan identitas Indonesia. Mereka dapat terhubung dengan komunitas yang mempromosikan nilai-nilai nasionalisme seperti sejarah, budaya, dan prestasi bangsa. Namun, juga dapat turut mengaburkan rasa bangga akan identitas nasional.
Jika masyarakat zaman sekarang kurang tertarik kepada framing informasi di media cetak, langkah yang kini bisa dicoba untuk digunakan adalah dengan meningkatkan kualitas media kreatif dan penyiaran di Indonesia agar bisa menciptakan berbagai karya audio visual yang menyiratkan unsur-unsur nasionalisme Indonesia seperti gaya bahasa, pakaian khas, destinasi wilayah, sampai dengan perilaku masyarakat Indonesia yang memiliki norma-norma baik dalam lingkungan masyarakat, namun kembali dilihat ini akan menjadi tantangan juga untuk anak muda agar dapat menciptakan karya yang tidak monoton dan membosankan. Sebagai contoh salah satu film kartun sukses yang dikemas dengan nilai-nilai nasionalisme yakni adalah film kartun Upin & Ipin, pengemasan serial kartun tersebut dibuat dengan alur kisahnya yang mencerminkan nasionalis masyarakat Malaysia, mulai dari tutur bahasa, makanan khas, dan lain sebagainya, hal ini nantinya akan mempengaruhi kognitif para penonton khususnya anak-anak. Harapannya peran anak muda yang memiliki kelebihan di dalam ranah media kreatif dan penyiaran dapat mencoba membuat tayangan-tayangan yang dapat memicu perilaku kesadaran dan afektif masyarakat Indonesia.