Mohon tunggu...
Salwaa Dh
Salwaa Dh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Nasional

An International Relations Student.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema LGBTQ: Kasus Konser The 1975 di Kuala Lumpur dan Tantangan HAM dalam Persfektif Liberalisme

28 Juli 2023   18:52 Diperbarui: 28 Juli 2023   18:54 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam perspektif liberalisme, isu-isu LGBTQ+ sering kali dianggap sebagai bagian dari perjuangan untuk kebebasan individu dan kesetaraan hak asasi manusia. Paham liberalisme cenderung memandang bahwa setiap individu memiliki hak untuk menentukan identitas gender dan orientasi seksual mereka sendiri tanpa takut diskriminasi atau perlakuan yang tidak adil dari pemerintah atau masyarakat. Liberalisme mungkin akan mempertahankan hak kebebasan berekspresi sebagai hak asasi manusia yang penting, sementara juga mengakui bahwa dalam masyarakat yang majemuk, pandangan yang berbeda-beda harus dihargai.

Dalam konteks The 1975, band ini telah dikenal karena menyuarakan dukungan mereka terhadap isu-isu sosial, termasuk hak-hak LGBTQ+. Dalam pandangan liberalisme, The 1975 berhak untuk menyampaikan pesan-pesan mereka dan berbicara tentang isu-isu yang dianggap penting bagi mereka dan untuk penggemar mereka, termasuk isu-isu terkait hak LGBTQ+. Tetapi, ketika menyuarakan hak-hak tersebut melewati batas wajar, apalagi di negara dengan mayoritas muslim, hal tersebut tentu sangat tidak dibenarkan.

Beberapa kelompok konservatif yang mengklaim diri sebagai bagian dari aliran liberalisme masih menganut pandangan tradisional tentang keluarga, dimana pandangan terhadap hubungan sesame jenis dianggap melanggar norma-norma keluarga. Beberapa pemikiran liberal juga masih memegang teguh kebebasan beragama dan kepercayaan. Dalam beberapa agama, hubungan sesama jenis dianggap bertentangan dengan ajaran dan keyakinan agama mereka. Hal ini bisa menyebabkan penolakan atau ketidaksetujuan terhadap isu LGBT dari sudut pandang kebebasan beragama.

Dalam situasi semacam ini, konflik antara kebebasan berekspresi dan nilai-nilai konservatif dapat muncul, seperti yang dijelaskan dalam analisis sebelumnya. Bagi penganut paham liberalisme, kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi, termasuk hak untuk menyuarakan dukungan terhadap hak LGBTQ+. Namun, bagi pihak yang memiliki pandangan sosial yang lebih konservatif, penting untuk menjaga nilai-nilai tradisional dan norma-norma sosial yang dianggap penting bagi masyarakat.

Dalam perspektif liberalisme, solusi yang diinginkan adalah mencari titik tengah yang menghormati kebebasan berekspresi sambil tetap mempertimbangkan nilai-nilai sosial yang dianggap penting bagi kelompok atau masyarakat tertentu. Ini mungkin dilakukan melalui dialog terbuka, pemahaman bersama, dan upaya untuk mencapai kesepakatan yang menghormati kebebasan individu dengan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan.

Artikel ini sebagai salah satu syarat Tugas II Mata Kuliah Teori Hubungan Internasional dengan Dosen Pengampu: Fadlan Muzakki, S.IP., M.Phil., LLM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun