Apa itu Hukum Perdata Islam di Indonesia?Â
Dalam fiqih Islam Hukum perdata Islam biasa dikenal dengan istilah fiqih mu'amalah, yaitu ketentuan (hukum Islam) yang mengatur hubungan antar orang-perorangan. Dalam pengertian umum, hukum perdata Islam diartikan sebagai norma hukum yang berhubungan dengan hukum keluarga Islam, seperti hukum perkawinan, hukum perceraian, hukum waris, wasiat dan perwakafan.Â
Menurut Muhammad Daud Ali Hukum Perdata Islam ialah sebagian dari hukum Islam yang telah berlaku secara yuridis formal atau menjadi hukum positif dalam tata hukum Indonesia, yang isinya hanya sebagian dari lingkup mu'amalah, bagian hukum Islam ini menjadi hukum positif berdasarkan atau karena ditunjuk oleh peraturan perundang- undangan.
Menurut Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam ialah semua yang berkaitan dengan hukum perkawinan, hukum kewarisan dan pengaturan masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, aturan jual beli, pinjam meminjam, persyarikatan (kerjasama bagi hasil), pengalihan hak dan segala yang berkaitan dengan transaksi.
Jadi Hukum Perdata Islam di Indonesia adalah hukum Islam yang menjadi hukum positif dalam tata hukum yang berlaku di Indonesia yang berasal dari hukum Islam dan berkaitan dengan hukum perkawinan, hukum kewarisan dan pengaturan masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, aturan dalam jual beli, pinjam meminjam, persyarikatan (kerjasama bagi hasil), pengalihan hak dan semua yang berkaitan dengan transaksi dan hukum ini bersifat privat karena mengatur kepentingan perorangan.
Apa saja prinsip-prinsip perkawinan?
UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa prinsip-prinsip perkawinan yang Pertama yaitu Sahnya sebuah perkawinan bergantung pada ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing calon suami dan istri. Yang Kedua, Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Pasangan suami isteri harus bisa menjaga hubungan pernikahannya agar dapat membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Yang Ketiga adalah Asas monogami. Yaitu pria hanya boleh mempunyai seorang istri begitupun sebaliknya dalam waktu tertentu.
Keempat yaitu Calon suami dan istri harus telah dewasa jiwa dan raganya artinya jika calon suami dan istri belum memasuki batas umur melakukan perkawinan yaitu 19 tahun, maka harus mengikuti prosedur dispensasi nikah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kasus perceraian karena banyaknya pernikahan dini. Kelima yaitu Mempersulit terjadinya perceraian. Dalam islam perceraian termasuk perbuatan halal yang dibenci Allah, begitu juga dalam UU No.1 Tahun 1974 sangat menghindari terjadinya perceraian. Dan yang Keenam Suami dan isteri memiliki hak dan kedudukan seimbang dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat.
Lalu prinsip perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Yang Pertama yaitu Perkawinan berdasar dan untuk menegakkan hukum Allah. Yang Kedua, Ikatan perkawinan adalah untuk selamanya. Ketiga, Suami sebagai kepala rumah tangga, isteri sebagai ibu rumah tangga, masing masing bertanggung jawab. Dan yang Keempat, Monogami sebagai prinsip, poligami sebagai pengecualian.
Pentingkah Pencatatan Pernikahan?
Pada Pasal 2 ayat (2) UU No. 1/1974 dijelaskan bahwa setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi pencatatan pernikahan sangat penting dilakukan, selain karena dijelaskan dalam UU pencatatan pernikahan akan mempermudah kita dalam urusan administrasi dan mendapatkan perlindungan hukum. Jika sebuah pernikahan tidak dicatatkan nantinya akan menimbulkan beberapa akibat seperti tidak mendapatkan kepastian hukum, status sosial, hak waris, dan sulit dalam mengurus administrasi.
Perkawinan yang tidak dicatatkan akan timbul beberapa dampak. Dampak secara Yuridis yaitu pasangan tersebut tidak diakui secara hukum dan sebagai pasangan suami istri. Ini berarti bahwa mereka tidak memiliki hak dan kewajiban seperti pasangan yang mencatatkan pernikahannya dan sah secara hukum. Mereka juga tidak mendapatkan perlindungan hukum karena pernikahan mereka tidak tercatat di KUA/KCS. Dampak secara Sosiologis yaitu pasangan tersebut tidak diakui sebagai pasangan suami isteri dalam masyarakat.Â
Selain itu status anak dari pasangan suami isteri yang tidak mencatatkan pernikahannya akan dipertanyakan. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya diskriminasi sehingga bisa muncul perselisihan. Jika tidak mencatatkan pernikahannya akan sulis mengurus surat administrasi seperti Kartu Keluarga, KTP, SIM, dan sebagainya karena status pernikahan mereka tidak tercatat. Dampak secara Religious yaitu pasangan tersebut tidak diakui secara agama yang mereka anut.Â
Nantinya seorang isteri akan sulit mendapatkan hak waris dan nafkah jika terjadi perceraian karena statusnya sebagai isteri dianggap tidak sah. Anak dari pernikahan mereka juga akan sulit mendapatkan hak waris karena pernikahan nya tidak dicatatkan dan dianggap tidak sah.
Jadi pencatatan pernikahan sangat penting untuk menghindari dampak-dampak yang tidak di inginkan, dan dengan mencatatkan pernikahan akan mempermudah dalam segala urusan.
Perkawinan wanita hamil apa boleh?
Dalam pandangan beberapa ulama dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia, pernikahan wanita hamil diperbolehkan, dengan memenuhi syarat dan ketentuan tertentu. Menurut pandangan ulama, kehamilan tidak mempengaruhi sah atau tidaknya pernikahan sehingga pernikahan wanita hamil tidak dilarang dalam Islam. Tetapi, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sesuai ketentuan.
Menurut Imam Syafi'i memperbolehkan menikahi wanita hamil dengan lelaki yang menzinainya ataupun lelaki yang bukan menzinainya dan akad nikahnya sah tanpa adanya persyaratan taubat dan melahirkan sebelum menikah, akan tetapi dilarang untuk berhubungan badan sampai melahirkan apabila yang menikahinya bukan yang menghamilinya.
Menurut Abu Hanifah bila yang menikahi wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya boleh (sesama pezina). Jika yg menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya sampai melahirkan.
Sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hanbal wanita hami harus bertaubah dan melahirkan sebelum pernikahan. Pernikahan mereka dianggap tidak sah dan dibatalkan apabila keduanya melangsungkan pernikahan tanpa bertaubat, sampai dua syarat tersebut terpenuhi maka pernikahan dapat dilangsungkan kembali.
Jadi para ulama di atas membolehkan pernikahan wanita hamil, tetapi dengan mengikuti syarat dan ketentuan tertentu.
Sedangkan Dalam Kompilasi Hukum Islam sendiri ditetapkan bahwa seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya, tanpa harus menunggu kelahiran anak yang ada dalam kandungannya terlebih dahulu. Namun harus memenuhi syarat-syarat berikut: Sebagaimana tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) RI no.1/1991 :
- Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
- Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih duhulu kelahiran anaknya.
- Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Gimana caranya agar terhindar dari perceraian
      Perceraian adalah perbuatan halal yang sangat di benci Allah. Oleh karena itu kita harus menghindari terjadinya perceraian. Berikut beberapa cara untuk menghindar dari perceraian.
Menjaga komunikasi yang baik dengan pasangan. Komunikasi adalah kunci utama dalam hubungan dengan menjaga komunikasi yang baik dengan pasangan akan muncul rasa kepercayaan antara satu sama lain sehingga pernikahan terjaga
Menghargai pasangan dan memperlakukannya dengan baik. Dengan menghargai pasangan kalian akan menumbuhkan rasa saying antara satu sama lain dengan begitu ikatan pernikahan akan semakin erat
Menghindari tindakan kekerasan dan sikap egois. Kekerasan menjadi alasan yang sering dijumpai dalam perceraian. Kita harus menjaga amarah dan sikap egois agar tidak muncul kekerasan dalam rumah tangga sehingga tidak terjadi perceraian.
Berdoa dan berserah diri kepada Allah. Dengan meningkatkan iman dan ibadah kita akan menuntun kita untuk hidup tentram dalam berumah tangga.
Hukum keluarga termasuk dalam Hukum perdata Islam di Indonesia, sebagai referensi dalam belajar saya membaca buku berjudul Hukum Islam Dinamika Seputar Hukum Keluarga Karangan Aulia Muthiah, S.HI, M.H
Buku tulisan Aulia Muthiah, S.HI, M.H. yang memiliki judul "HUKUM ISLAM - Dinamika Seputar Hukum Keluarga" menjelaskan tentang Kajian Hukum Islam yang difokuskan pada pembahasa Hukum perkawinan dan kewarisan.Â
Dimulai dari tinjauan tentang Hukum Islam, Kompilasi Hukum Islam, Hukum perkawinan, Perceraian, Harta kekayaan, Hukum waris dan wasiat. Hukum Islam dalam kajian fiqh menjadi salah satu disiplin ilmu. Hukum Islam dalam makna yang luas sebagai seluruh Kalamullah dan sabda Rasulullah SAW mencakup perintah dan larangan. Adanya perintah dan larangan tertentu menunjukkan adanya tata tertib di dalam alam ciptaan-Nya, sehingga Hukum Islam memiliki kajian yang sangat luas seperti hukum perkawinan dan hukum waris.
Inspirasi yang telah saya dapat setelah membaca serta memahami buku ini saya dapat menarik kesimpulan bahwa buku ini menjelaskan bagaimana ruang lingkup hukum islam dan hukum keluarga hingga menjelaskan bagaimana waris dan hibah. Penjelasan materi yang disampaikan cukup jelas dan lengkap. Sebagai sebagai pembaca saya juga merasa termotivasi untuk mempelajari hal hal yang berkaitan tentang Hukum Islam dan Hukum Keluarga di Indonesia.
Identitas :
Nama : Salwa Salsabila
Nim : 212121112
Kelas : 4 D HKI
Mata Kuliah : Hukum Perdata Islam di Indonesia
Nama Dosen : Bapak Muhammad Julijanto, S.ag., M.ag.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H