Berbicara tentang kebudayaan sastra lisan di Indonesia. Sastra lisan sendiri dimaksudkan pada kebiasaan (adat istiadat) dalam suatu masyarakat berupa cerita, seperti mitos, pantun, legenda, mite, serta dongeng yang diwariskan secara turun menurun dan disampaikan dengan lisan. Setiap daerah pasti memiliki kebudayaan lisannya sendiri. Begitu juga Jawa Barat yang memiliki kebudayaan sastra lisan cukup terkenal bagi kebudayaan sunda yaitu Pantun Sunda.
Berbeda dengan pantun pada umumnya, pantun sunda dimaksudkan pada sebuah seni pertunjukkan. Dimana disajikan secara paparan (prolog), dialog, dan sering kali dinyanyikan. Seni pantun suda ini dilakukan oleh seorang juru pantun (tukang pantun) yang bertutur dalam bentuk sastra sunda lama lalu diiringi oleh alat musik kecapi yang dimainkannya sendiri.Â
Pantun Sunda biasanya dilaksanakan sesaat sebelum maupun sesudah upacara tradisional, misalnya acara pernikahan ataupun acara hiburan tunggal.Biasanya juru pantun akan menyanyi sesuai irama kecapi yang ia petik dalam lima nada. Kecapi yang digunakan biasanya berbentuk perahu dengan 18 senar. Untuk sebagian juru pantun, sebelum melakukan tradisi makan akan berpuasa beberapa hari dan membakar kemenyan.
Fungsi dari seni pertunjukan pantun, yaitu untuk hiburan serta untuk acara ritual. Walaupun memiliki fungsi yang berbeda, keduanya tetap disajikan dengan sempurna tidak sembarangan begitu saja, mengingat pantun masih dianggap hal sakral bagi masyarakat Sunda dan selalu dikaitkan dengan upacara penghormatan para leluhur.
Dengan demikian, pertunjukkan pantun Sunda biasanya menceritakan tentang kerajaan Hindu padjajaran yang ditampilkan berbarengan antara cerita dan nyanyian.Â
Selain itu cerita yang disajikan biasanya masih terikat struktur yang baku dengan lakon yang berkisar tentang legenda yang ada dimasyarakat Sunda ataupun dari raja-raja Sunda sendiri. Beberapa cerita legenda yang sering disajikan lewat pantun sunda diantaranya, Lutung Kasarung, Bima Wayang, Nyi Sumur Bandung, Panambang Sari, Ratu Pakuan, Siliwangi dan masih banyak yang lainnya.
Seni Pantun sendiri masih bercirikan pada kepercayaan Sunda Kuno. Dimana hal ini memberi dampak kedudukan nilai seni pantun di masyarakat Sunda. Maksudnya, masyarakat Sunda dapat merasakan kembali suasana kejayaan atau keemasan sejarah masa lampau masyarakat Sunda. Selain itu, aspek kepercayaan ini membuat seni pantun juga memberikan petuah suatu ungkapan dan ajaran mengenai nilai-nilai yang baik. Hal ini tentu saja membawa dampak positif bagi pendengarnya sendiri.
Namun sangat disayangkan, perkembangan seni Pantun di Indonesia khusunya masyarakat Sunda semakin mengkhawatirkan hari demi hari. Walau kerap masih dilakukan oleh sebagian orang suku terdalam saat merayakan upacara pernikahan tradisional. Namun di kota-kota besar pantun sunda sedirih sudah jarang ditemukan. Kalaupun ada sudah tidak se-tradisional dulu lagi dan tidak mengikuti langkah demi langkah yang benar.Untuk mengembalikan tradisi ini, seharusnya masyarakat Sunda berkomitmen untuk melakukan pantun sunda ini disetiap acara sunda yang dilaksanakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H