SALTAVIA NUA PAMORENDA/191241078
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tenaga kesehatan yang pastinya dikenal oleh semua orang adalah dokter. Dokter bertugas untuk mengobati orang-orang yang sudah didiagnosa terkena suatu penyakit. Namun, dokter hanya merawat orang yang sakit saja. Padahal Orang sakit berasal dari orang yang sehat. Di sinilah peran tenaga kesehatan masyarakat muncul. Seperti kisah dari dua tokoh metodologi Yunani, yaitu Asclepius dan Higeia. Asclepius melakukan penanganan ketika orang tersebut sudah terkena penyakit, sedangkan Higeia mengajarkan untuk hidup seimbang dengan makan makanan yang bergizi, istirahat cukup, dan olahraga.
Perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia terbagi menjadi tiga periode. Pada periode sebelum ilmu pengetahuan sudah ada upaya penanggulangan masalah-masalah kesehatan yang telah dilakukan orang-orang pada zaman Babylonia, Mesir, Yunani, dan Roma. Pada periode ini ditemukan berbagai dokumen tentang pembuangan air limbah, drainase, pembuangan kotoran, dan pengaturan air minum. Pada abad ke-7, adanya berbagai penyakit menular menyadarkan akan pentingnya kesehatan masyarakat. Selain munculnya penyakit menular, seperti kolera dan wabah pes, penyakit tipus juga masih berlangsung. Pada saat itu upaya pemecahan masalah kesehatan belum dilakukan.
Periode ilmu pengetahuan terjadi pada abad ke-19 mulai ditemukannya vaksin. Louis Pasteur menemukan vaksin untuk mencegah cacar, Josep Lister menemukan asam karbor untuk sterilisasi, dan Willliam Marton menemukan ether untuk anastesi. Edwin Chadwich, Bapak Kesehatan Masyarakat, melakukan suatu penyelidikan yang menghasilkan laporan bahwa penduduk tinggal di wilayah yang kumuh dan tidak sehat serta tidak mampu membeli makanan bergizi. Karena penyelidikan itu dikeluarkannya undang-undang yang mengatur upaya-upaya peningkatan kesehatan penduduk.
Periode perkembangan di Indonesia terjadi sejak abad ke-16 masa penjajahan Hindia Belanda, Indonesia diserang oleh penyakit cacar dan kolera. Wabah kolera terjadi pada tahun 1937, kemudian penyakit cacar ikut mewabah di Indonesia pada tahun 1948. Pemerintah Hindia Belanda melakukan berbagai upaya kesehatan masyarakat dalam menanggulangi wabah cacar dan kolera.
STOVIA (FK UI) dan NIAS (FK UNAIR) memiliki peran yang besar dalam perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia. Selain dua sekolah kedokteran tersebut, terdapat laboratorium-laboratorium di Bandung, Medan, Semarang, Makassar, Surabaya dan Yogyakarta yang memiliki peran sangat penting dalam memberantas berbagai penyakit dan juga di bidang kesehatan masyarakat gizi dan sanitasi.
Setelah kemerdekaan tahun 1948-1949 pelaksanaan kesehatan masyarakat di Indonesia berhenti total karena kembalinya invasi penjajahan Belanda yang membuat seluruh kegiatan di Indonesia difokuskan pada upaya menghadapi Belanda. Setelah selesai dengan persoalan Belanda, pada tahun 1950 Indonesia bergabung ke dalam WHO dan UNICEF. Dengan bergabungnya Indonesia ke dalam organisasi tersebut, kesehatan di Indonesia mulai mengalami peningkatan. Muncul gagasan “Bandung Plan” oleh Dr. Y. Leimena dan dr. Patah yang berisi bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan
Pada Tahun 1952, Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintahan Belanda melakukan pengamatan terkait kondisi sanitasi lingkungan. Disimpulkan bahwa perilaku penduduk memiliki pengaruh dalam kondisi sanitasi lingkungan. Oleh karena itu, Hydrich melakukan penyuluhan kesehatan masyarakat. Penyuluhan yang dilakukan Hydrich merupakan awal mula berdirinya kesehatan masyarakat di Indonesia.
Ada dua aspek tenaga kesehatan, yakni kuratif dan preventif. Jika aspek kuratif berjalan sendirian, orang yang sehat bisa ikut terserang penyakit. Jika aspek preventif berjalan sendirian orang yang sehat tetap sehat tetapi orang yang sakit tidak akan sehat kembali dan bisa mengakibatkan kematian. Peran tenaga medis, seperti dokter dan tenaga kesehatan masyarakat sama sama penting. Oleh karena itu, kedua aspek ini harus berjalan bersamaan.