Indonesia sebagai negara berkembang, tidak selalu mampu dalam memberikan bantuan dalam bentuk materiil maupun finansial untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para pencari suaka. Mereka sendiri tidak mendapat izin untuk bekerja, maka tidak jarang Sebagian dari mereka memilih untuk melakukan tindak kejahatan.
Lamanya proses yang dilakukan UNHCR untuk mengeluarkan status pengungsi bagi pencari suaka menjadi salah satu faktor yang juga membuat mereka untuk melakukan tindakan kejahatan. Ancaman keamanan non-tradisional yang dihadapi Indonesia seperti, penyelundupan obat-obatan terlarang (narkotika), perdagangan manusia (human trafficking), penyelundupan manusia (people smuggling) dan terorisme yang pada akhirnya berdampak pada meningkatnya ancaman keamanan non-tradisional bagi Indonesia.
Beberapa faktor lain yang mendorong terjadinya tindak kejahatan yang mengancam keamanan Indonesia yaitu, pertama, adanya peperangan maupun konflik yang berkepanjangan di negara asal terkait dengan aspek politik, keamanan, sukuisme dan lain-lain.Â
Kedua, keadaan ekonomi dan keamanan yang buruk sebagai akibat konflik yang menimbulkan keinginan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik dan layak. Ketiga, adanya bujukan tentang finansial dan kehidupan yang layak dari agen-agen perdagangan manusian, penyelundupan manusia atau penyeludupan narkotika.
Pada tahun 2009-2012 banyak para pencari suaka yang masuk ke Indonesia dan mengancam keamanan. Beberapa daerah yang paling sering menjadi akses masuk para pencari suaka, seperti kawasan Sumatera Utara (Medan), Kepulauan Riau (Batam dan Pekanbaru) serta beberapa daerah di Jawa Barat (Sukabumi, Cianjur, Garut dan Tasikmalaya).
Menurut laporan dari Kepolisian Provinsi Jawa Barat, penyelundupan manusia yang dilakukan oleh para pencari suaka pada tahun 2011 sebanyak 19 kasus. Kasus penyeludupan manusia oleh pencari suaka juga terdapat di wilayah barat Indonesia, yakni utara Banten dan sekitar Lampung.Â
Selain itu, Polda Jawa Barat juga telah menentukan terdapat 55 titik rawan narkoba dan terrorisme yang tersebar diseluruh wilayah Jawa Barat yang diakibatkan dari banyaknya para pencari suaka yang masuk ke Indonesia melalui perairan di Jawa Barat.
Di Medan, kejahatan transnasional oleh para pencari suaka yang paling banyak terjadi yaitu kasus perdagangan narkoba yang mencapai angka persentase 60, 9%.Â
Sedangkan, di Kepulauan Riau Brigjen Pol Yotje Mende mengatakan, Karimun sebagai daerah perbatasan dengan Malaysia dan Singapura sangat rawan dengan penyelundupan dan perdagangan narkoba.Â
Kebanyakan para kurir dan pemasok obat-obatan terlarang menggunakan jalur tikus di daerah pelosok dengan akses terbuka. Wilayah kepulauan dan daratan Sumatera yang secara geografis dikeliling lautan memudahkan kurir masuk dan lolos dari pemeriksaan petugas.
Kurangnya kapabilitas Indonesia yang tidak memadai dalam menangani arus para pencari suaka yang datang ke Indonesia menjadi salah satu penyebab meningkatkan potensi ancaman keamanan non-tradisional.Â