Ketika mendengar kata sastra, hal yang terlintas di pikiran para akademisi dan sastrawan akan berbeda dengan masyarakat umum. Sastra bagi masyarakat umum biasanya identik dengan suatu karya sastra, seperti kumpulan puisi, cerpen, maupun sebuah novel. Hal ini tentu berbeda dengan para akademisi maupun sastrawan yang memandang sastra sebagai ladang ilmu pengetahuan. Bagi seseorang yang memang menggeluti dunia sastra, kata sastra itu sendiri memiliki arti lebih dari sekadar sebuah karya, yaitu ilmu pengetahuan yang mampu memengaruhi perkembangan peradaban manusia. Melalui sastra yang kaya akan teori-teori yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh filsuf dunia, bahkan peradaban sebuah bangsa mampu dibangun dengan peran yang sangat besar dipegang oleh sastra. Bahkan, setiap orang setidaknya pasti telah membaca suatu karya sastra, yang merupakan jendela untuk mengetahui pandangan penulisnya.
Teori Sastra Masa Depan adalah buku yang memuat beberapa teori sastra dengan memaparkan setidaknya sebagian dari seluruh biografi kehidupan pencetus teori-teori tersebut. Mulai dari teori Dialektika Sastra yang berasal dari pemikiran Socrates, Posthumanisme Sastra dengan Plato sebagai penggagasnya, Ren Wellek yang mengenalkan teori Interdisipliner Sastra, sampai Intertekstual Sastra yang dipresentasikan oleh Julia Kristeva. Semua teori sastra yang disatukan dalam buku berjudul Teori Sastra Masa Depan oleh para penulisnya disebut-sebut sebagai teori sastra masa depan, sehingga dihimpun dari berbagai kumpulan tulisan untuk memudahkan para penggelut sastra maupun akademisi menemukan pembahasan sastra dan menjadikannya rujukan dan pegangan yang layak.
Pada teori Dialektika Sastra, pembaca terlebih dahulu diceritakan mengenai pemikir dari teori tersebut, Socrates. Biasanya, penulis menemukan buku yang memuat tentang ilmu sastra memberikan penjelasan tentang awal mula teori tersebut hadir dalam masyarakat, kemudian bagaimana perkembangan yang terus-menerus dialami seiring dengan kemunculan tokoh-tokoh pemikir lainnya. Namun, dalam buku ini pembaca akan mengetahui siapa itu pencetus dari teori tersebut, mulai dari seperti apa kehidupan yang dijalani pada masa hidupnya, profesi orang tuanya, bahkan bagaimana beliau menghadapi tantangan dalam memegang teguh keyakinannya sampai mempertaruhkan nyawanya sekalipun. Meski penyebab kematian Socrates tidak jauh disebabkan oleh hasil pemikirannya, tetapi hal tersebut terbukti sepadan karena kini ia telah dikenal dunia dengan pemikiran-pemikirannya yang akan tetap hidup selama-lamanya.
Pada hlm. 5 disebutkan bahwa gaya filsafat baru yang diperkenalkan Socrates adalah buah dari pemikirannya, yaitu bermodal pertanyaan untuk dijawab oleh lawan dialognya. Metode dialog dengan penalaran demi penalaran dan pertanyaan kritis sebagai sarana memunculkan gambaran filosofis merupakan inovasi dahsyat dalam dialektika, karena terbukti menjadi alat yang bisa diterapkan dalam hal apapun. Hal tersebut menjadikan pemikiran dialektika Socrates juga dapat diterapkan dalam ilmu sastra dan menjadi kemunculan teori Dialektika Sastra.
Tidak hanya pada teori Dialektika Sastra, teori-teori lain juga demikian. Pembaca akan terlebih dahulu dipaparkan mengenai biografi sang pencetus teori sehingga akan paham mengapa teori tersebut dapat muncul dalam peradaban. Pembaca menjadi tidak hanya memahami teori tersebut, tetapi juga seakan diajak untuk mengenal dan memahami penggagas dan kehidupan semasanya. Terlepas dari hal-hal di atas, buku ini memang benar-benar definisi dari bahan bacaan untuk akademisi dan sastrawan, sehingga penulis merasa masyarakat umum yang tidak benar-benar ingin mendalami ilmu sastra tidak akan mudah mengikuti gaya bahasa para penulis buku tersebut.
Judul: Teori Sastra Masa Depan
Penulis: Prof. Dr. Suwardi Endraswara, M.Hum., dkk.
Penerbit: Intrans Publishing (Beranda)
Tahun: 2021
Tebal: xviii + 306 halaman
ISBN: 978-623-95424-4-3
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H