Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman baik suku, agama, ras, dan budaya. Menjadi negara yang majemuk tentu memiliki beragam perbedaan yang ada baik pendapat ataupun aspirasi dari setiap individu. Oleh karena itu sebagai negara yang demokratis setiap warga negara memiliki hak dalam hal kebebasan berpendapat serta berpolitik, memiliki kesempatan juga untuk dipilih dan memilih.Â
Untuk melihat apakah demokrasi telah sesuai antara teori dan prakteknya tentu dengan memperhatikan bagaimana pesta demokrasi itu berlangsung. Akan tetapi demokrasi yang ada di tengah masyarakat kini tidak sepenuhnya berjalan dengan sempurna, banyak berbagai masalah yang dihadapi terutama proses demokrasi yang terjadi tidak terlepas dari adanya politik identitas.
Demokrasi yang berada di tengah-tengah masyarakat plural menjadi sebuah tantangan menghadapi persoalan. Beberapa hal menjadi persoalan utama diantaranya dalam pesta demokrasi yang berlangsung akan turut mendorong adanya politik identitas, yang artinya para politisi berupaya untuk mementingkan identitas seperti ras, suku, dan agama untuk meraih suara terbanyak. Mereka yang berlomba-lomba akan mengedepankan identitas untuk memenangkan hati masyarakat.
Di indonesia sendiri politik identitas sangat marak terjadi, bisa dilihat jauh dari sebelum pelaksanaan pemilu dimulai, para politisi yang ingin mendapatkan kursi di parlemen akan berlomba menggunakan identitas agama yang dipakai. Agama dijadikan sebuah alat untuk berpolitik yang sebenarnya hal itu sangat dilarang. Seperti yang dikatakan oleh baberapa tokoh diantaranya mantan ketua PP Muhammadiyah Prof. Dr Din Syamsudin bahwa identitas memang sesuatu yang sangat melekat pada diri setiap individu, tetapi politik identitas selalu dituduhkan kepada agama islam dengan dalih mereka menggunakan agama sebagai alat kampanye politik.
Prof KH Zainal Abidin yang menjabat sebagai Ketua FKUB juga berpendapat jika politik identitas yang berbasis agama bukan hanya mengancam semangat nasionalisme yang akan membuat luntur tetapi juga dapat menghancurkan kerukunan umat beragama menjadi terpecah, identitas yang seharusnya dijadikan sebagai pemersatu justru menjadi alat pemecah bela saat ini.
Melihat kenyataan yang ada tidak sepenuhnya berjalan dengan baik, politik identitas sampai saat ini menjadi alat untuk mendulang suara terbanyak, membuat kubu ditengah masyarakat yang rukun.Â
Seperti halnya peristiwa 212 yang terjadi di DKI Jakarta pada Tahun 2017 menjadi salah satu peristiwa terbesar di Indonesia saat agama umat muslim digunakan sebagai alat berpolitik. Tentu hal itu menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Bukan hanya itu saja banyak para politisi yang menjelang pemilu menggunakan atribut agama seperti peci, hijab, kopyah dan lainnya sebagai simbol mereka beragama untuk mendorong partisipasi masyarakat agar mendapatkan suara.
Negara yang demokrasi ditandai dengan kebebasan warga negara untuk berpendapat, berpartisipasi dan berekspresi. Untuk melaksanakan demokrasi tentu ada kompetisi berpolitik untuk itu kompetisi mengharuskan partisipasi masyarakat baik dalam memilih pemimpin atau mengawasi kepemimpinan kepala negara terpilih. Dalam sistem politik demokratis, politik berarti seni bagaimana seseorang atau sekelompok orang meraih kekuasaan dengan cara meyakinkan para pemilih.Â
Politik identitas dapat dipahami sebagai usaha seseorang atau sekelompok orang untuk meraih kekuasaan dengan memanfaatkan kesamaan identitas tertentu dengan mayoritas para pemilihnya. Menurut (Agnes Heller, 1994) mendefinisikan bahwa politik identitas adalah gerakan politik yang fokus pada perbedaan sebagai satu kategori politik utama. Identitas muncul atas kesadaran individu untuk mengelaborasi identitas dalam bentuk relasi dalam identitas primordial etnik dan agama. Akan tetapi politik identitas yang seharusnya untuk meraih kekuasaan, justru semakin mengeraskan perbedaan dan mendorong pertikaian.
Politik identitas memang sudah dilarang sejak terjadinya kasus pada Pilkada priode 2017-2022 yang diikuti oleh dua pasangan calon Anis-sandi dan Ahok-Djarot.Â
Pasangan kandidat Ahok-Djarot memainkan identitas tionghoa dan sekaligus menjadi repsentasi dari ekonomi, ras dan agama tionghoa yang beragama katolik. Sehingga pasangan tersebut mengalami penurunan elektabilitas ketika dihadapkan pada kasus ahok yang terjerat hukum penistaan agama sehingga ada alasan mengapa politik identitas dilarang.
Oleh karena itu dari berbagai fakta sosial politik yang memperlihatkan bahaya politik identitas yang mengancam keutuhan NKRI , berikut adalah berbagai bahaya dari adanya politik identitas bagi persatuan dan kesatuan NKRI.
1. Eksploitasi Agama Islam, identitas utama yang paling rentan bagi sebagian besar orang di republik Indonesia, praktik penyalahgunaan politik identitas simbolisme agama (Islam) dalam politik kebangsaan dan politik kebangsaan merupakan tugas kita bersama dan belum sepenuhnya berkembang.Â
Bahkan saat ini, Islam sebagai "kekuatan politik resmi" di Indonesia tetap menjadi kekuatan paling dominan dalam menentukan perubahan politik, pembagian kekuasaan, bahkan perang saudara, pertarungan pemilihan umum dan/atau tidak ada pemilihan umum. pemilihan lokal. Bahkan pada kampanye pemilihan presiden 2022-2024 untuk demokrasi, nuansa perjuangan nyaris mengarah pada benturan antara Islam dan Pancasila.
2. Mengutip dari Kompasiana.com terdapat beberapa dampak bahaya politik identitas yaitu Mengancam Keutuhan Negara, yang memunculkan konflik politik yang mengatasnamakan Agama dalam seseorang yang menjadi tanda-tanda itu politik identitas yang semakin melekat di masyarakat. Sehingga saat ini menjelang pemilu 2024 yang banyak dijumpai masyarakat, yang lambat laun akan mencederai demokrasi.
Ancaman terhadap integritas nasional saat ini semakin memprihatinkan karena alasan politik Identitas yang mengistimewakan identitas agama semakin kental. Bahkan, bukan hanya politik identitas, namun beberapa kelompok kini mulai mempersoalkan ideologi negara. Tentu saja, ini merupakan ancaman yang sangat besar bagi keutuhan negara.Â
Sangat ironis mengapa partai politik pada Pemilu 2019-2022 justru mempersoalkan ideologi negara Padahal sebelumnya tidak ada, bahkan sebelum beberapa pemilihan langsung di era Orde Baru dan Reformasi, dan hingga pemilihan umum 2014, tidak ada yang mempertanyakan ideologi negara dan pemahaman tentang bahaya politik identitas di masyarakatHal ini harus diangkat karena isu SARA menyangkut emosi massa yang sebagian bahkan tidak mengetahui fakta yang sebenarnya, seperti contoh pelanggaran norma sosial dan pelanggaran nilai-nilai sosial memperlakukan Pancasila.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa negara yang demokrasi adalah negara yang memberikan kebebasan dan hak terhadap masyarakat. Beberapa hal menjadi persoalan utama dalam pelaksanaan demokrasi yang berlangsung yaitu perhelatan pemilu yang akan turut mendorong adanya politik identitas, yang artinya para politisi berupaya untuk mementingkan identitas seperti ras, suku, dan agama untuk meraih suara terbanyak.Â
Mereka yang berlombalomba akan mengedepankan identitas untuk memenangkan hati masyarakat.
Meskipun sudah banyak para tokoh dan pejabat menyuarakan akan bahaya yang dihadapi saat politik identitas terjadi kenyataannya sungguh berbeda. Sebaliknya politik identitas tetap menjadi isu yang terus mengalir saat ini di saat menjelas pemilu 2024. Banyak peristiwa politik identitas yang terjadi di Indonesia menjadi hal yang perlu di waspadai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H