Mohon tunggu...
SALSA SASKIA PUTRI UINJKT
SALSA SASKIA PUTRI UINJKT Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Pendidikan Biologi

Hobi saya menonton film dan mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Bullying Merenggut Hak Asasi Manusia (HAM)

9 Desember 2022   13:00 Diperbarui: 9 Desember 2022   13:05 3092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat dari berbagai berita dan beberapa media kita dapat mengetahui bahwa kasus bullying masih marak terjadi terutama di lingkungan sekolah dan kebanyakan korban adalah anak dibawah umur. Namun, hingga saat ini bullying masih di anggap suatu hal yang sepeleh, padahal perlu perhatian khusus dari pihak yang terkait bahwa bullying adalah bentuk tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang tidak bisa dianggap remeh.

Lalu, bagaimana bisa kasus bullying menjadi salah satu tindakan pelanggaran HAM?

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada setiap insan yang lahir ke dunia. HAM bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa sebagai tombak pemenuhan kehidupan manusia dalam menjalani kehidupan yang baik, hal ini dapat diartikan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk hidup, hak untuk merdeka, hak atas rasa aman, hak atas perlindungan, dan hak atas kebebasan pribadi.

Pelanggaran HAM di Indonesia masih menjadi hal yang perlu dibenahi berbagai kasus dan pelanggaran HAM yang terjadi membuktikan bahwa perlu adanya tindakan lebih lanjut dari berbagai pihak khususnya Komnas HAM yang berkecimpung dalam bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Berdasarkan data dari Komnas HAM, bahwa pada 2021 tercatat 2.729 aduan dugaan pelanggaran HAM dan 367 aduan pelanggaran HAM berasal dari 6 Provinsi di Indonesia.  Aduan terbanyak terkait dengan hak atas kesejahteraan (1009 kasus), hak memperoleh keadilan (910) dan hak atas rasa aman (174).

Dari sekian banyak kasus pelanggaran HAM di Indonesia saya memilih untuk menulis mengenai kasus bullying, hal ini bukan tanpa alasan. Karena, kasus tersebut mungkin terjadi disekeliling kita. Namun, belum banyak orang yang menganggapnya sebagai bentuk pelanggaran yang serius. Bahkan beberapa orang menganggapnya sebagai candaan belaka.

Kasus bullying adalah salah satu contoh bentuk pelanggaran HAM karena pada dasarnya bullying merupakan tindakan dimana satu orang atau kelompok mengucilkan atau menindas seseorang dengan tujuan menyakiti orang tersebut, baik secara fisik maupun mental. Kasus bullying merupakan kasus yang merugikan orang lain dan merenggut hak asasi para korban.

Bullying sendiri dapat terjadi akibat berbagai faktor seperti bentuk fisik, status sosial, dan pelaku yang tidak memiliki keseimbangan kekuatan untuk mengucilkan korban. Tak jarang, bullying juga merenggut hak untuk hidup dimana kekerasan fisik yang di alami korban sampai merenggut nyawa dan beberapa anak rela merenggut nyawanya sendiri karena kasus bullying yang menimpanya.

Kasus bullying melibatkan hak asasi anak sebab kebanyakan kasus bullying yang terjadi korbannya adalah anak dibawah umur, berbagai kasus bullying marak terjadi di lingkungan sekolah. Perlu adanya penyuluhan khusus mengenai tindakan bullying yang terjadi di sekolah agar siswa dapat mengambil langkah yang tepat terhadap masalah yang ia hadapi.

Perlu di ketahui berdasarkan data dari KPAI pada tahun 2022 tercatat 226 kasus kekerasan fisik dan psikis, termasuk ke dalam perundungan terjadi di Indonesia, jumlah nya bisa saja bertambah dan masih banyak kasus bullying lainnya yang tidak melaporkan.

Dari data tersebut membuktikan masih banyak Warga Negara Indonesia yang belum "melek hukum" karena faktanya berdasarkan UU perlindungan anak, pelaku bullying kepada anak dapat dijerat dengan pasal 76c yang berbunyi "Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak" dan mendapatkan hukuman sesuai dengan pasal 80 ayat 1 UU perlindungan anak sebagai berikut "Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)" Bukan hukuman yang main-main dalam sebuah kasus dan denda yang begitu besar. Namun, tetap saja bullying masih terjadi dimana-mana.

Bahkan, baru-baru ini warganet dikejutkan dengan video pembullyan seorang anak laki-laki SMP yang di tendang kepalanya oleh teman sebayanya bahkan korban sampai pingsan dan dilarikan ke Rumah Sakit, kasus lainnya yang tak kalah menggemparkan adalah dugaan kasus bullying yang terjadi di Pondok Pesantren Darussalam Gontor pihak sekolah di nilai menutupi penyebab kematian AM yang merupakan salah satu santri dalam Pondok Pesantren tersebut.

Dari beberapa kasus viral di atas pihak sekolah dinilai menutup-nutupi kasus bullying yang terjadi pada korban. Hal ini, dapat menjadi masalah serius karena sekolah merupakan sarana yang di nilai aman dan mampu melindungi siswanya. Tetapi, justru sebaliknya. Peran guru sangat penting dalam menegakan masalah bullying di sekolah, karena dalam lingkup sekolah orang tua tidak bisa mengawasi anak sepenuhnya tetapi guru dan pihak sekolah yang dapat mengambil langkah tegas dalam keadilan, kenyamanan, keamanan dan menjaga HAM para siswa nya dalam memberantas kasus bullying yang rata-rata terjadi di sekolah.

Bagaimana tindakan yang tepat dalam mengatasi kasus bullying agar HAM dapat terlaksana dengan baik?

Korban dari perilaku bullying berhak mendapatkan perawatan yang memadai dan pendampingan khusus dari psikolog ataupun psikiater demi keberlangsungan hidupnya di kemudian hari. Trauma yang dirasakan para korban bullying sudah merenggut hak atas rasa aman, keadilan yang tidak di dapatkan korban karena takut untuk bersuara dan menceritakan semuanya sudah merenggut hak atas keadilan, dan para korban yang meninggal akibat kekerasan fisik dan mental sudah merenggut hak untuk hidup. Pelaku bullying harus dihukum secara adil berlandaskan UU yang berlaku sesuai dengan apa yang telah diperbuat kepada korban.

Membuat spanduk, poster, acara penyuluhan mengenai bahaya bullying terutama dalam lingkungan sekolah. Mengayomi anak agar selalu mengingat Tuhan-Nya, orang tua mendengar keluh kesah yang disampaikan anak, ajari anak cara menyelesaikan masalah secara baik tanpa kekerasan.

Stop bullying, bicaramu, perbuatan dan perkataanmu dapat merenggut HAM orang lain. Stop normalisasikan bullying dalam lingkup pertemanan, dengan alasan candaan. Jangan ragu untuk melaporkan kasus bullying yang terjadi kepada orang-orang yang dapat dipercayai dan pihak terkait. Jangan ragu bercerita bila Anda menjadi salah satu korban bullying, Anda berhak untuk hidup dengan aman, Anda berhak untuk melakukan apa yang Anda mau tanpa adanya paksaan, dan Anda berhak untuk bersuara dengan mengatakan hal yang sedang terjadi pada Anda tanpa adanya rasa takut, Anda berhak untuk mendapatkan hidup yang lebih baik selalu ingat bahwa setiap manusia memiliki (HAM).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun