Perluasan teknologi digital menyebabkan banyak perubahan sistemik pada berbagai aspek kehidupan manusia. Perkembangan teknologi yang semakin pesat memudahkan penyebaran informasi dari satu tangan ke tangan lain tanpa ada batasan yang berarti.Â
Hal tersebut tentu banyak membantu dalam kemudahan akses informasi di tengah pandemi. Mulai dari awal kemunculan COVID-19 pertama kali di Wuhan hingga upaya pemerintah dalam memutus rantai penularan di masyarakat di Indonesia. Informasi-informasi tersebut mudah didapat melalui siaran televisi, berita online maupun media sosial di seluruh belahan dunia.
Sayangnya, kemudahan tersebut memunculkan pihak-pihak yang menyebarkan berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB pernah mengatakan dalam akun twitternya, "Musuh bersama kita adalah COVID-19, tetapi juga ada musuh bersama lainnya yaitu infodemi, informasi-informasi yang salah".Â
Penyebaran hoaks COVID-19 secara eksponensial dapat dikatakan sama cepatnya dengan penyebaran virus COVID-19 di Indonesia. Dapat dilihat, salah satu contohnya adalah berita yang sempat viral saat awal COVID-19 masuk ke Indonesia yang menyakut nama Najwa Sihab.Â
Informasi terkait COVID-19, terlebih menggunakan nama orang-orang tersohor di Indonesia, seperti Najwa Shihab, membuat masyarakat mempercayai informasi tersebut. Sekalipun berita bohong tersebut sudah diklarifikasi oleh Najwa Shihab langsung. Faktanya hingga saat ini masih ditemukan oknum yang tetap menyebarkan berita tersebut melalui media sosial, salah satunya WA grup.Â
Keberadaan hoaks COVID-19 membuat masyarakat bingung mana informasi yang benar dan mana informasi yang salah atau menyesatkan. Menyikapi hal tersebut di tengah pandemi, pemerintah tidak hanya bertanggung jawab dalam memutus rantai penularan COVID-19, melainkan juga harus dapat menghentikan penyebaran hoaks COVID-19 yang membingungkan masyarakat.Â
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya adalah menyediakan web resmi sebagai tempat klarifikasi informasi terkait COVID-19. Situs resmi tersebut dikembangkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang dapat diakses melalui laman www.covid19.go.id dengan fitur 'HOAX BUSTER'. Terhitung 20 Oktober 2021 telah ada sedikitnya 1161 artikel klarifikasi hoaks COVID-19 di laman web tersebut.Â
Selain itu, telah ada Undang-Undang ITE yang menjadi payung hukum di Indonesia. Dalam UU disebutkan jika seseorang sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong serta menyesatkan sehingga ada kerugian konsumen dalam transaksi ekonomi, ataupun menyebarkan informasi yang bertujuan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA, maka akan dikenakan denda Rp1 miliar dan lima hingga enam tahun penjara.Â
Jika informasi telah meresahkan serta mengganggu ketertiban umum, pelaku penyebar hoaks akan ditindak tegas oleh Polri bersamaan dengan Kementerian Kominfo.
Dibalik itu semua, sama halnya dengan COVID-19, tidak perlu menunggu hingga pengobatan, melainkan harus dilakukan upaya pencegahan agar tidak semakin banyak orang yang tertular.Â
Pemerintah harus mencari upaya agar tidak hanya memberikan klarifikasi tentang hoaks yang beredar, tetapi juga bagaimana meminimalisir penyebaran bahkan hingga tidak ada lagi masyarakat yang mempercayai atau menyebarkan hoaks COVID-19.