Pendidikan merupakan sebuah proses pendewasaan manusia melalui upaya pengajaran dengan segala pengalaman hidup (belajar) yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif (Taufiq, 2014; Robandi, 2015; Suluh, 2018). Pendidikan adalah bagian terpenting dari kehidupan manusia serta pencapaian pembangunan suatu bangsa. Jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, maka kemajuan pembangunan suatu bangsa tidak akan diragukan. Oleh karena itu pemerintahan Indonesia mengupayakan adanya perluasan dan pemerataan kesempatam memeroleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat. Pendidikan formal di Indonesia memiliki beberapa tahapan. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional pasal 14 menyatakan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Undang-Undang RI, 2003). Pendidikan dasar dapat berbentuk sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, atau bentuk lain yang sederajat.
Membahas tentang pendidikan sekolah dasar, secara teknis pendidikan sekolah dasar dapat didefinisikan sebagai proses bimbingan, belajar, serta melatih peserta didik dengan kisaran usia 6-13 tahun guna membentuk serta mengembangkan kemampuan intelektual, sosial dan personal dalam rangka persiapan ke jenjang pendidikan menengah. Pendidikan sekolah dasar memiliki fokus tertentu untuk membentuk generasi yang bermutu. Pendidikan sekolah dasar terfokus pada 3R (Reading, Writing, and Arithmetic) yang berhubungan dengan 4C (Colaboration, Communications, Critical thinking and problem solving, and Creativity), liberal arts, dan good citizen. Fokus pendidikan tersebut diharapkan dapat bekerja secara efektif dalam membantu para pendidik dalam membentuk generasi muda yang berkualitas dan bermutu.
3R dan 4C
3R merupakan singkatan dari reading, writing, dan arithmetic. Pendidikan di Indonesia biasa mengenal 3R dengan nama calistung (baca, tulis, dan hitung). Menurut Ornstein & Hunkins, (2018) fokus kurikulum filosofi pendidikan esensialisme adalah kemempuan penting yang disebut dengan 3R dan mata pelajaran penting yang terdiri dari bahasa Inggris, sains, sejarah, matematika dan bahasa asing lainnya. Berdasarkan (Deswari, Handayani and et al, 2015) segala mata pelajaran terfokus pada 3R, terutama membaca. Semua mata pelajaran selalau membutuhkan pemahaman dengan membaca. Jika aritmetika digunakan untuk mata pelajaran sains, matematika, atau pelajaran eksak, maka baca dan tulis digunakan untuk segala mata pelajaran. Selain itu, membaca sangat berpengaruh dalam melatih kemampuan analisis anak (Doringin, 2016).
3R diterjemahkan menjadi life and career skills, learning and innovation skills, dan information media and technology skills dengan maksud sebagai berikut (Wijaya, Sudjimat and Nyoto, 2016):
Life and career skills meliputi fleksibelitas dan adatabilitas, inisiatif dan mengatur diri sendiri, interaksi sosial dan budaya, produktivitas dan akuntabilitas, serta kepemimpinan dan tanggung jawab.
Learning and inovation skills meliputi critical thingking and problem solving, communication and collaboration, creativity and innovation.
Information media and technology skills meliputi literasi informasi, media literasi, literasi teknologi informasi komunikasi
Menurut Saputri et al. (2017), berdasar 21st Century Partnership Learning Framework (2015), kompetensi atau keahlian yang harus dimiliki di abad-21 yaitu keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah, keterampilan berkomunikasi dan bekerjasama, keterampilan mencipta dan membaharui, keterampilan literasi teknologi informasi dan komunikasi, keterampilan belajar kontekstual, serta keterampilan informasi dan literasi media. Trilling & Fadel (2009) juga menyusun formula "3Rs x7C= Twenty-First Century Learning yaitu (1) Reading, (2) wRiting, (3) aRithmetic, dan (1) Crtical Thinking and Problem Solving, (2) Creativity and Innovation, (3) Collaboration, teamwork and Leadership, (4) Cross-cultural Understanding, (5) Communication and Media Fluency, (6) Computing and ICT Fluency, and (7) Carrer and Learning Self-relance".
Sedangkan menurut BSNP: 2010 dalam (Wijaya, Sudjimat and Nyoto, 2016), dalam pembelajaran abad 21 terdapat framwork sebagai berikut: (a) Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking and Problem-Solving Skills), mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah; (b) Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and Collaboration Skills), mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak; (c) Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking and Problem-Solving Skills), mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah; (d) Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and Collaboration Skills), mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak; (e) Kemampuan mencipta dan membaharui (Creativity and Innovation Skills), mampu mengembangkan kreativitas yang dimilikinya untuk menghasilkan berbagai terobosan yang inovatif; (f) Literasi teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communications Technology Literacy), mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja dan aktivitas sehari-hari; (g) Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills) , mampu menjalani aktivitas pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai bagian dari pengembangan pribadi, dan (h) Kemampuan informasi dan literasi media, mampu memahami dan menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan beragam gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan beragam pihak. Secara garis besar pembelajaran abad 21 sangat berkaitan erat dengan istilah 4C.
Istilah 4C merupakan sebuah singkatan yang berkaitan erat dengan kebutuhan SDM yang diinginkan pada abad 21. 4C terdiri dari communication, creativity, collaboration, critical thinking and problem solving. Untuk mewujudkan 4C pada kemandirian dan kemampuan membaca pemahaman, salah satu model yang bisa digunakan adalah Project Based Learning (PBL) (Ekawati, Dantes and Marhaeni, 2019). Selama proses pembelajaran berbasis proyek, siswa terlibat secara langsung dalam mengasah pemikiran, komunikasi, kepemimpinan, kolaborasi dan keterampilan-keterampilan penting lainnya yang dibutuhkan pada abad 21 (Creating A 21st Century Classroom Combining the 3R ' s and the 4C ' s, no date). pada dasarnya, pembelajaran yang dianggap efektif untuk diterapkan adalah pembelajaran berbasis proyek di mana siswa dapat terjun ke materi yang sedang diajarkan. Penggabungan 3R dan 4C sangat dibutuhkan di abad 21. Selain dibutuhkan karena dianggap lebih efektif sebagai fokus pembelajaran , tetapi penggabungan 3R dan 4C Â juga dibutuhkan karena diharapkan dapat membentuk karakter peserta didik yang mandiri, kreatif, dan menjadi pribadi yang baik, serta kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor yang baik.
Liberal Arts
Liberal arts merupakan kelompok ilmu penting yang dipelajari tanpa memandang jurusan dan mementingkan critical thingking skill. Liberal Arts adalah salah satu model pendidikan tertua di dunia. Di masa Yunani kuno, pendidikan ini menandai seseorang yang dianggap 'educated'. Tujuannya mencetak pribadi yang etis dan bersikap mulia, berwawasan luas serta mampu merangkum pokok-pokok pikiran yang kompleks ke dalam bahasa sederhana. Di Amerika, pendidikan ini sudah sejak lama dipertahankan. Namun di Eropa, tempat asalnya, Liberal Arts baru mencuat kembali belakangan ini. Sedangkan di Asia, pembahasan mengenai program ini baru mendapat momentum sekitar tahun 2013. Kelompok materi Liberal Arts biasanya meliputi Humanities (Filsafat, Sejarah, Sastra Inggris, Bahasa Asing), Social Sciences (Sosiologi, Politik, Ekonomi, Geografi, Antropologi), Creative Arts (Fine Art, Speech, Creative Writing, Theatre), serta sains termasuk Matematika, Kimia, dan lain-lain. Manfaat dari adanya liberal arts adalah sebagai berikut:
- Meningkatkan kemapuan berpikir kritis.
- Meningkatkan kemampuan berpikir interkonektif.
- Meningkatkan kekreativitasan.
- Membantu pendidik dalam memahami cara pelajar peserta didik.
- Meningkatkan kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif.
- Urgensi mempelajari liberal arts adalah dapat membangkitkan minta belajar yang tinggi. Selain itu, dengan memelajari liberal arts dapat merubah perspektif dalam melakukan proses pembelajaran.
Good Citizen
Fokus pendidikan sekolah dasar lainnya adalah menciptakan generasi yang berkewarganegaraan beradab. Dalam menciptakan atau membentuk generasi yang berkewarganegaraan beradab diperlukan sarana penunjang dalam mewujudkannya. Pendidikan di Indonesia, dalam mewujudkan warganegara yang beradab diadakannya pendidikan kewarganegaraan yang diberikan kepada peserta didik. Menurut (Muhammad, Nunuk and Tri, 2019; Ikhtiarti, E., Rohman., Adha, M. M., 2020), dengan memberikan subjek atau mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan atau ilmu pengetahuan sosial dapat  menghasilkan dan menciptakan warga negara yang baik dan mendorong pengembangan sikap kepribadian dan tingkah laku yang baik dalam hubungan sosial, sehingga menimbulkan harmonisasi yang baik di kalangan masyarakat atau dalam kata lain, dapat membentuk generasi muda yang yang memiliki karakteristik sifat yang mencerminkan kebhinnekaan, Pancasila, dan demokratis.
Dalam menciptakan sumber daya manusia yang memliki 4C (communication, critical thingkings and problem solving, cretivity and innovation, collaboration) dapat diwujudkan dengan melakukan pembelajaran berbasis proyek. Penggabungan 3R dan 4C sangat dibutuhkan di abad 21. Selain dibutuhkan karena dianggap lebih efektif sebagai fokus pembelajaran , tetapi penggabungan 3R dan 4C Â juga dibutuhkan karena diharapkan dapat membentuk karakter peserta didik yang mandiri, kreatif, dan menjadi pribadi yang baik, serta kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor yang baik. Manfaat dari adanya liberal arts adalah sebagai berikut:
Meningkatkan kemapuan berpikir kritis.
Meningkatkan kemampuan berpikir interkonektif.
Meningkatkan kekreativitasan.
Membantu pendidik dalam memahami cara pelajar peserta didik.
Meningkatkan kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif.
Urgensi mempelajari liberal arts adalah dapat membangkitkan minat belajar yang tinggi. Selain itu, dengan memelajari liberal arts dapat merubah perspektif dalam melakukan proses pembelajaran. Dalam menciptakan atau membentuk generasi yang berkewarganegaraan beradab diperlukan sarana penunjang dalam mewujudkannya. Pendidikan di Indonesia, dalam mewujudkan warganegara yang beradab diadakannya pendidikan kewarganegaraan yang diberikan kepada peserta didik.
Daftar Pustaka
Creating A 21st Century Classroom Combining the 3R ' s and the 4C 'Â s (no date). San Diego, United State: Tech4Learning.
Deswari, N., Handayani, H. and et al (eds) (2015) 'Membangun Imajinasi dan Kreativitas Anak Melalui Literasi Vol.2', in Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dasar SPS UPI 2015. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, pp. 1--675.
Doringin, F. (2016) Guru dan Literasi Dasar, Binus University. Available at: https://pgsd.binus.ac.id/2016/06/30/fondasi-di-tangan-guru/.
Ekawati, N. P. N., Dantes, N. and Marhaeni, A. A. I. N. (2019) 'Pengaruh model project based learning berbasis 4c terhadap kemandirian belajar dan kemampuan membaca pemahaman pada siswa kelas iV SD Gugus III Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan', PENDASI: Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia, 3(1), pp. 41--51.
Ikhtiarti, E., Rohman., Adha, M. M., Y. H. (2020) 'Membangun Generasi Muda Smart and Good Citizenship melalui Pembelajaran PPKn menghadapi Tantangan Revolusi Industri 4.0', Jurnal Universitas Lampung, 1, pp. 4--12.
Muhammad, A., Nunuk, S. and Tri, A. D. (2019) 'Pendidikan Kewarganegaraan ( Citizenship ) sebagai Sarana Mewujudkan Warga Negara yang Beradab ( Good Citizenship )', Seminar Nasional Pendidikan Pengembangan Kualitas, pp. 66--72.
Ornstein, A. C. and Hunkins, F. P. (2018) Curriculum: Foundation, Principles and Issues, Seventh Edition. 7th edn, Social Foundations of Curriculum. 7th edn. Harlow: Pearson.
Robandi, B. (2015) Hand Out Mata Kuliah Landasan Pendidikan, Hand Out Mata Kuliah Landasan Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Saputri, A. C., Sajidan and Rinanto, Y. (2017) 'Identifikasi Keterampilan Berpikir Kritis Siswa dalam Pembelajaran Biologi Menggunakan Window Shopping', Seminar Nasional Pendidikan Sains (SNPS), 21, pp. 131--135.
Suluh, M. (2018) 'Perspektif Pendidikan Nasional', Jurnal Penelitian dan Pengkajian Ilmu Pendidikan: e-Saintika, 2(1), p. 1. doi: 10.36312/e-saintika.v2i1.78.
Taufiq, A. (2014) 'Hakikat Pendidikan di Sekolah Dasar', Pendidikan Anak di SD, 1(1), pp. 1--37. Available at: http://repository.ut.ac.id/4122/1/PDGK4403-M1.pdf.
Trilling, B. and Fadel, C. (2009) 21st century skills: Learning for life in our times. San Francisco: Jossey-Bass.
Undang-Undang RI (2003) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Indonesia. Available at: http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.88.5042&rep=rep1&type=pdf%0Ahttps://www.ideals.illinois.edu/handle/2142/73673%0Ahttp://www.scopus.com/inward/record.url?eid=2-s2.0-33646678859&partnerID=40&md5=3ee39b50a5df02627b70c1bdac4a60ba%0Ahtt.
Wijaya, E. Y., Sudjimat, D. A. and Nyoto, A. (2016) 'Transformasi Pendidikan Abad 21 Sebagai Tuntutan', Jurnal pendidikan, 1, pp. 263--278. Available at: http://repository.unikama.ac.id/840/32/263-278 Transformasi Pendidikan Abad 21 Sebagai Tuntutan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Era Global .pdf. diakses pada; hari/tgl; sabtu, 3 November 2018. jam; 00:26, wib.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H