Mohon tunggu...
Salsa Kamila jannah
Salsa Kamila jannah Mohon Tunggu... Sales - Mahasiswa Mercu Buana

Mahasiswa Magister akuntansi - Nim 43223110068 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik Prof. Dr. Apollo Daito, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia Pendekatan Robert Klitgaard

16 November 2024   16:54 Diperbarui: 16 November 2024   16:54 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

agar kasus tersebut tak berulang, Undang-undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) merupakan aturan yang tepat untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. UU JPSK pasal 21 disebutkan, apabila terdapat bank sistemik yang mengalami permasalahan solvabilitas atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya, maka Otoritas Jasa Keuangan (OJK) wajib melakukan penanganan dan memastikan pelaksanaan rencana aksi bank sistemik. Jika kita mengambil dari pengalaman LPS seharusnya justru lebih hati-hati dalam memberikan bantuan ke bank bermasalah saat krisis. Alasan pemerintah memberikan bailout agar penyakit Bank Century bisa berdampak sistemis terhadap perbankan nasional sebenarnya tidak cukup kuat. Publik hanya menuntut kejujuran pemerintah tentang bank yang bermasalah dan yang tidak atau bank yang patut ditalangi dan yang tidak patut.

Karena itu, jika bailout sebesar triliunan rupiah tersebut ternyata tidak kembali ke negara, kasus tersebut tidak bisa lagi hanya dilihat dari aspek utang piutang antara LPS dengan Bank Centruty. Patut diduga pemberian suntikan ke Bank Century berindikasi korupsi (criminal act by contract). 

Jika kita telaah Bank Century sudah di berikan Bailout atau bantuan tetapi kemana dana tersebut?

Kemungkinan pertama, pejabat LPS ceroboh dalam bertindak sehingga dimanfaatkan oleh pejabat bank bermasalah yang terafiliasi dengan kekuatan politik tertentu. Kedua, pejabat LPS dan pejabat bank bermasalah serta kekuatan politik tertentu ikut bersekongkol mengemplang dana bailout. Pengambilan uang negara dengan memperalat tindakan pemerintahan (pejabat LPS) untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain maupun suatu korporasi adalah tindak pidana korupsi (vide pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Apalagi tindakan itu dilakukan saat negara mengalami krisis, sang pelaku bisa dihukum mati (pasal 2 ayat 2). 

Dari kasus Bank Century, beberapa hal yang bisa diambil adalah:
Kerugian negara akibat penyimpangan pemberian dana talangan (FPJP) dan bailout kepada Bank Century:Kerugian negara akibat penyimpangan pemberian FPJP sebesar Rp689,39 miliar. Kerugian negara akibat penyimpangan proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sebesar Rp6,76 triliun. Kebijakan bailout Bank Century merupakan diskresi pemerintah. Peran harmonisasi peraturan perundang-undangan penting dalam penerapan good governance. Keberhasilan membongkar kasus Century bergantung pada sterilnya penegakan hukum dari intervensi politik.

Bagaimana Pemberantasan Korupsi di lakukan?

Pemberantasan korupsi dapat dilakukan melalui pendidikan, karena pendidikan memiliki posisi yang sangat strategis dalam upaya membangun sikap anti korupsi khususnya kepada generasi muda. Sektor pendidikan formal dapat berperan dalam memenuhi kebutuhan pencegahan korupsi sebagai strategi pencegahan. Dalam hal ini mahasiswa dijadikan sebagai sasaran sekaligus diberdayakan sebagai pers lingkungan agar tidak permisif terhadap korupsi dan bersama-sama bangkit melawan korupsi. Mahasiswa adalah mereka yang dalam waktu relatif singkat akan segera bersentuhan dengan beberapa aspek pelayanan publik, yaitu “mahasiswa hari ini, pemimpin masa depan”. Salah satu upaya yang dapat kita tempuh untuk menekan angka tindak pidana korupsi di Indonesia adalah dengan langkah preventif atau pencegahan. Hal ini berdasarkan atas pertimbangan, bahwa beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya korupsi diantaranya adalah lemahnya ajaran agama dan etika, lemahnya pengetahuan dan pendidikan, kemisikinan, serta penjatuhan sanksi yang lemah hingga struktur pemerintahan yang lunak. menanamkan nilai nilai anti korupsi sejak dini mungkin, agar kedepannya nilai nilai ini senantiasa melekat pada diri setiap orang hingga dewasa. 

Robert Klitgaard (1998), profesor dari International Development and Security RAND Graduate School, Santa Monica, AS mengungkapkan kecurangan berpotensi terjadi karena terdapat faktor kekuasaan dan monopoli yang mana tidak dibarengi dengan akuntabilitas.

Berdasarkan konsep yang dijelaskan oleh Klitgaard tersebut, persamaan korupsi dirumuskan sebagai berikut: C = M + D – A. Penjelasannya yaitu C = corruption, M = monopoly, D = discretion of officials, dan A = accountability. Dari rumusan tersebut dapat diartikan semakin banyak peluang monopoli yang ada di suatu negara, maka semakin besar kasus korupsi di dalamnya. Semakin besar wewenang melakukan diskresi yang diberikan pada pejabat pemerintahan, semakin besar kemungkinan dan peluang korupsinya.

Namun demikian, semakin tinggi akuntabilitas untuk tindakan yang dilakukan, semakin kecil probabilitas berbuat korupsi. Maka dari itu, rumus dari Klitgaard ini seolah menjadi konklusi atas teori-teori fraud yang sebelumnya sudah dicetuskan oleh para ahli. Alasannya, karena teori ini mampu dalam menekan, menurunkan, bahkan menghentikan korupsi yang terjadi di lingkungan sekitar.

Pengaruh Ketidakpatuhan terhadap Perundang-Undangan terhadap Tingkat Korupsi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun