Karya filsafat Martin Buber yang paling berpengaruh, Aku-Engkau (2000) menunjuk dua cara dasar keberadaan: Aku-Engkau" (Ich-Du) dan "Aku-Itu" (Ich-Es):
- Aku-Engkau adalah hubungan subjek-ke-subjek. Dalam hubungan Aku-Engkau, orang-orang menyadari satu sama lain sebagai kesatuan keberadaan dan Anda melihat diri Anda dan orang lain sebagai pribadi seutuhnya yang tidak dapat direduksi menjadi karakterisasi. Dalam hubungan Aku-Engkau, orang-orang tidak memandang satu sama lain sebagai pribadi yang terdiri dari kualitas-kualitas yang spesifik dan terisolasi, tetapi terlibat dalam dialog yang melibatkan seluruh keberadaan satu sama lain.
- Aku-Itu merupakan hubungan subjek-objek. Dalam hubungan Aku-Itu, manusia memandang satu sama lain sebagai sesuatu yang terdiri dari kualitas-kualitas tertentu yang terisolasi, dan memandang diri mereka sebagai bagian dari dunia yang terdiri dari berbagai hal. Dalam hubungan Aku-Itu, Anda menganggap orang lain sebagai objek yang harus diberi label, dimanipulasi, diubah, dan diarahkan sesuai keyakinan Anda sendiri. Hubungan "Aku-Itu" didorong oleh kategori "sama" dan "berbeda" dan berfokus pada definisi universal.
Ajaran moral Sosrokartono, baik yang terumus dalam "Ilmu Kantong Bolong" maupun terungkap dalam berbagai mutiara-mutiara sabdanya, dapat dikaji dari perspektif salah satu teori etika. Teori etika yang dipilih dan relevan untuk menyoroti ajaran moral Sosrokartono adalah deontologisme. Deontologisme adalah paham pemikiran dalam bidang etika, yang mengajarkan bahwa ukuran baik buruknya suatu perbuatan ditentukan oleh motif melakukan suatu kewajiban. Istilah deontologisme diambil dari kata Yunani "deon", yang berarti "yang diwajibkan". Suatu perbuatan dikatakan baik atau bermoral apabila perbuatan itu dilakukan karena menunaikan kewajiban atau rasa wajib yang ada pada dirinya. Perbuatan yang didorong rasa wajib tersebut tidak mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut bagi dirinya. Ajaran moral Sosrokartono meletakkan motif dasar yang menggerakan  suatu perbuatan pada rasa wajib manusia untuk bertaqwa dan menghambakan diri kepada Tuhan sebagai  Al Khalik. Kewajiban bagi manusia adalah mencintai dan mengabdi kepada Tuhan. Bentuk kongkret dari kewajiban itu adalah mencintai dan mengabdi pada sesama makhluk Tuhan, yang seharusnya dimanifestasikan pada berbuat leladi mring sesami, menolong sesama manusia yang membutuhkan. Sedangkan perbuatan atau tindakan itu dilakukan tanpa pamrih (suwung pamrih) dan semata-mata karena rasa wajibnya untuk mencintai dan mengabdi kepada Tuhan.
Ajaran moral Sosrokartono penting karena mengandung nilai-nilai yang dapat membantu membangun karakter bangsa Indonesia, seperti kepedulian sosial, kesederhanaan, kejujuran, kerja keras, dan kedisiplinan Kandungan ajaran moral Sosrokartono juga mempunyai kesesuaian dengan nilai-nilai pembentuk karakter individual yang saat ini sedang diinternalisasikan dan disosialisasikan pemerintah kepada peserta didik melalui program pendidikan karakter. Kandungan ajaran moral Sosrokartono juga mempunyai kesesuaian dengan nilai-nilai pembentuk karakter individual yang saat ini sedang diinternalisasikan dan disosialisasikan pemerintah kepada peserta didik melalui program pendidikan karakter, ada beberapa ajaran moral yang bersifat deantologis yaitu:
- Ilmu Kantong Bolong
Kandungan ajaran moral Sosrokartono juga mempunyai kesesuaian dengan nilai-nilai pembentuk karakter individual yang saat ini sedang diinternalisasikan dan disosialisasikan pemerintah kepada peserta didik melalui program pendidikan karakterÂ
- Kewajiban Menjaga Nilai Kemanusiaan
Ajaran moral ini sekarang amat relevan ketika kehidupan bangsa Indonesia dipenuhi gejala amuk massa, tawuran antar kelompok, bentrok antar kampung atau antar fakultas, tindak kekerasan, pengrusakan dan pembunuhan karena perbedaan keyakinan. Ajaran moral ini sekarang amat relevan ketika kehidupan bangsa Indonesia dipenuhi gejala amuk massa, tawuran antar kelompok, bentrok antar kampung atau antar fakultas, tindak kekerasan, pengrusakan dan pembunuhan karena perbedaan keyakinan.
Aku-Itu merupakan hubungan subjek-objek. Dalam hubungan Aku-Itu, manusia memandang satu sama lain sebagai sesuatu yang terdiri dari kualitas-kualitas tertentu yang terisolasi, dan memandang diri mereka sebagai bagian dari dunia yang terdiri dari berbagai hal. Dalam hubungan Aku-Itu, Anda menganggap orang lain sebagai objek yang harus diberi label, dimanipulasi, diubah, dan diarahkan sesuai keyakinan Anda sendiri. Hubungan "Aku-Itu" didorong oleh kategori "sama" dan "berbeda" dan berfokus pada definisi universal.
Daftar Pustaka :
Kurniawan, D. (2018). KOMUNIKASI MODEL LASWELL DAN STIMULUS-ORGANISMRESPONSE DALAM MEWUJUDKAN PEMBELAJARAN. Jurnal Komunikasi Pendidikan, Vol2 No1, Januari 2018 .
Mulyono. (2019). AJARAN MORAL SOSROKARTONO DARI PERSPEKTIF TEORI ETIKA DEONTOLOGISME. Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya.
Paragua, C. (2017, April). Martin Buber and genuine relationship.