Mohon tunggu...
Salsabilla Cleopatra
Salsabilla Cleopatra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Believe in yourself, they said...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tantangan Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Masa Pandemi

1 November 2022   22:46 Diperbarui: 1 November 2022   23:08 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan karakter sendiri merupakan bentuk kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat suatu tindakan yang mendidik diperuntukkan bagi generasi selanjutnya (Kusuma, 2007). Tujuan pendidikan karakter adalah untuk membentuk penyempurnaan diri individu secara terus-menerus dan melatih kemampuan diri demi menuju kearah hidup yang lebih baik. Akan tetapi, penerapan PJJ sebagai akibat dari pandemi covid-19 telah mengubah cara belajar yang dilakukan di sekolah sejak dahulu. 

Pembelajaran dialihkan ke rumah masing-masing melalui online, pada akhirnya menjadi tantangan tersendiri karena pendidikan karakter tidak bisa berjalan ecara efektif. Pendidikan karakter di masa pandemi covid-19 memiliki beberapa tantangan, misalnya penggunaan teknologi digital tidak menjamin peserta didik aman dari terpaan konten  negatif yang berakibat pada persoalan moralitas dan krisis karakter. Selain itu, pembelajaran berbasis online juga membuat peserta didik kehilangan role model atau sosok yang menjadi panutan.

Selama ini sekolah berfungsi sebagai tempat peserta didik menimba ilmu sekaligus mendapat arahan mengenai nilai-nilai yang ada di masyarakat, sehingga orang tua menyerahkan seluruh urusan pendidikan anaknya ke sekolah. Namun, sejak pembelajaran jarak jauh diberlakukan, segala aktivitas belajar-mengajar berpindah ke ruang digital. Adanya  keterbatasan jarak pun membuat interaksi antara peserta didik dengan guru menjadi sangat minim, komunikasi yang terjalin pun terbatas.

 Ketika di sekolah, guru yang mengajar di kelas berperan sekaligus sebagai role model bagi peserta didik. Maka ketika pembelajaran dilakukan secara online membuat peserta didik kehilangan role model tersebut. Intensitas perjumpaan guru dan siswa berkurang dan komunikasi hanya dilakukan lewat dunia maya. Kedekatan batin yang terjalin melalui bimbingan, arahan, dan tauladan antara siswa dan guru tidak berjalan sebagaimana mestinya. Peserta didik seperti kehilangan figur yang "digugu dan ditiru". Kondisi tersebut membawa kekosongan dalam diri siswa terhadap nilai-nilai pendidikan moral dan karakter dan memunculkan potensi tawuran antar siswa, bullying, kekerasan terhadap guru dan orang tua, pornografi menjadi problem yang kerap menerpa pelajar.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Masyarakat dan Kebudayaan, Pak Muhadjir Effendy, menekankan pentingnya partisipasi masyarakat bersama pemerintah dalam melewati tantangan yang tidak mudah ini. Dengan demikian, dibutuhkan partisipasi dari seluruh institusi baik sekolah, keluarga, agama, budaya, dan yang lainnya sebagai suatu sistem sosial yang mendukung pembelajaran di masa pandemi. Menurut Setiadi dan Kolip (2013: 31-32), dalam pandangan ilmu-ilmu sosial, sistem sosial diartikan sebagai hubungan antara bagian-bagian di dalam kehidupan  masyarakat terutama tindakan-tindakan manusia, lembaga sosial, dan kelompok-kelompok sosial yang saling memengaruhi dan menghasilkan produk-produk interaksi seperti nilai-nilai dan norma-norma sosial yang keadannya selalu dinamis. Tiap bagian dari sistem saling bergantung satu sama lain dan memberikan konsekuensi secara bervariasi. Hubungan antar bagian merupakan hubungan saling ketergantungan hingga membentuk keteraturan. Keseimbangan tidak terbatas meskipun terjadi keanekaragaman.

Talcott Parsons memandang bahwa setiap manusia memiliki perilaku, di mana salah satu dari unsur perilaku adalah gerak sosial (social action). Setiap gerak sosial tersebut merupakan suatu sistem yang mencakup sub sistem budaya, sosial, kepribadian, dan organisme perilaku. Menurut Parsons, masing-masing dari keempat sub sistem tersebut memenuhi salah satu dari kebutuhan fungsional. Setiap sub sistem yang berada di atasnya merupakan pengawas atau pengatur bagi sub sistem yang berada di bawahnya. Hal ini berlaku pula bagi sistem sosial sebagaimana dengan sistem lainnya. Maka secara fungsional, setiap sistem sosial akan dapat dianalisis sebagai: sistem gerak sosial, yang masing-masing sub sistem mempunyai fungsi sebagai berik. Maka setiap sistem sosial akan dapat dianalisis sebagai sistem gerak sosial, yang masing-masing sub sistemnya memiliki fungsi yakni:

  • Fungsi mempertahankan pola termasuk ke dalam kerangka hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub sistem budaya atau kultur sebagai sub sistem dari sistem gerak sosial. (budaya)
  • Fungsi integrasi mencakup faktor-faktor yang diperlukan untuk mencapai keadaan serasi atau hubungan serasi antar bagian suatu sistem, agar bagian-bagian tadi berfungsi sebagai keseluruhan atau kesatuan. (sosial)
  • Fungsi mencapai tujuan termasuk di dalam kerangka hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan kepribadian warga masyarakat tersebut. (politik)
  • Fungsi adaptasi termasuk di dalam kerangka hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan organisasi perilaku warganya. (ekonomi)

Salah satu kunci pendidikan karakter adalah adanya role model individu berkarakter. Di sekolah, yang menjadi role model bagi peserta didik dalam menumbuhkan nilai-nilai karakter adalah sosok seorang guru. Guru yang berkarakter akan mampu menunjukkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai-nilai ajaran agama dalam kesehariannya sehingga dapat ditiru oleh peserta didik. Karena pada prinsipnya seorang anak adalah peniru. Peserta didik akan mudah mengembangkan karakternya dengan meniru atau menyaksikan perilaku gurunya. Pembiasaan dan contoh teladan yang diberikan guru akan melahirkan peserta didik yang memiliki karakter mulia. Misalnya saja, ketika mengikuti ujian peserta didik akan berusaha jujur karena menyadari gurunya selalu mengutamakan kejujuran dalam kesehariannya.

Keluarga merupakan lingkungan awal seorang anak melakukan interkasi, mengalami tumbuh kembang secara fisik dan emosinya (Hulukati, 2015). Keluarga sangat memengaruhi kehidupan sosial individu, dan hal tersebut tentunya berpengaruh pada kehidupannya di ranah publik. Begitu pula setiap bagian saling terkait satu sama lain mulai dari institusi keluarga, budaya, ekonomi, politik, agama, dan sebagainya. Guru dan orang tua mempunyai peran yang vital dalam pembentukan karakter anak (Wulandari & Kristiawan, 2017). Guru dan orang tua harus menyediakan atau mengkondisikan wadah yang subur sebagai tempat penyemaian nilai-nilai karakter yang nantinya dapat membentuk setiap individu memiliki pembeda yang mencirikan dan memiliki perilaku moral yang baik. Memang sebenarnya lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang baik dalam mengembangkan sikap atau karakter positif siswa.

Keluarga khususnya orang tua selaku orang terdekat yang menghabiskan paling banyak waktu di rumah bersama anak dituntut untuk bisa menggantikan peran guru dengan mendampingi proses belajar anaknya dan menanamkan pendidikan karakter demi pembentukan kepribadian anak. Akan tetapi Maria, dkk. (2021) dalam salah satu penelitiannya yang berjudul Efektivitas Pembelajaran dan Pembinaan Karakter di Masa Pandemi Covid-19 menunjukkan hasil bahwa banyak orang tua yang belum paham tentang pola pengasuhan pendidikan karakter pada anak. Lokomotif utama dalam penanaman pendidikan karakter adalah orang tua, yang perlu melakukan pengajaran, pembiasaan, peneladanan, pemotivasian, dan pendisiplinan aturan untuk mengembangkan karakter anak. Rumah tangga menjadi lingkungan strategis dalam penanaman pendidikan karakter berbasis kesadaran diri dan dapat memberikan dampak positif bagi semua anggota keluarga (Maria, 2021).

Di sisi lain, sekolah dapat memperkuat pendidikan karakter melalui kurikulum seperti dalam pelajaran PPKN. Sehingga walaupun tidak bertemu secara langsung, peserta didik tetap bisa diberikan contoh konkret yang sesuai dengan lingkungan sekitarnya mengenai karakter yang diharapkan. Menurut Sihombing, dkk (2021), terdapat beberapa peranan penting Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai pendidikan karakter bangsa, yaitu:

  • Religius: Sikap yang patuh terhadap ajaran agama yang dianutnya, namun tidak meremehkan agama lain yang menjadi landasan nilai, moral dan etika dalam bertindak.
  • Jujur: Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
  • Tanggung jawab: Menunjukkan bahwa pribadi tersebut layak untuk mendapatkan mandat dan dapat menanggung akibat dari tindakannya.
  • Toleransi: Sikap dan tindakan yang menghargai adanya setiap perbedaan sehingga dapat saling berbaur tanpa adanya diskriminasi.
  • Disiplin: Menaati tiap aturan atau tata tertib yang berlaku, menghargai dan menjunjung tinggi setiap aturan yang telah disepakati.
  • Kerja keras: Dengan berusaha keras dalam setiap tindakan, mandiri, optimis dan tegas akan menunjukkan bahwa pribadi tersebut merupakan pribadi yang berkarakter dan layak diajak untuk bekerja sama.
  • Kreatif: Dengan berpikir secara kreatif dan kritis akan menunjukkan sebagai pribadi yang cerdas. Akan menghindarkan dari tindakan plagiarisme dan memunculkan sesuatu yang lebih inovatif.
  • Demokratis: Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama antara hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Mengetahui apa yang lebih penting dan apa yang harus dilakukan.
  • Semangat kebangsaan dan cinta tanah air: Hal ini deperlukan karena tanpa adanya kesadaran, semangat kebangsaan dan cinta tanah air dari para warga negara, maka sampai kapanpun bangsa yang berkarakter tidak akan pernah terwujud karena karakter bangsa itu sendiri muncul dari para warga negaranya.
  • Peduli lingkungan dan sosial: Cerminan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat akan membawa tiap tiap individu menjadi pribadi yang disegani, dicintai dan dilindungi oleh lingkungan-sosial tersebut.

SIMPULAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun