Mohon tunggu...
Salsabilla Cleopatra
Salsabilla Cleopatra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Believe in yourself, they said...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Peran Pemuda dalam Membangun Ketahanan terhadap Hoax

10 Desember 2021   06:48 Diperbarui: 10 Desember 2021   07:23 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Oleh Salsabilla Cleopatra

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

Sejak dahulu masyarakat selalu mengalami perubahan, hal tersebut disebabkan oleh keinginan manusia untuk terus memperbaiki hidupnya dalam segala aspek. Sifat dasar manusia yang tidak pernah merasa puas berada di satu titik membuat kehidupan masyarakat menjadi dinamis, artinya perubahan akan berlangsung secara terus menerus selama eksistensi manusia masih ada. Dalam sosiologi, perubahan pada masyarakat yang telah memengaruhi sistem sosial berupa struktur dan fungsi sosial masyarakat disebut dengan perubahan sosial.

Adanya perubahan sosial telah melahirkan modernisasi, yakni proses yang mengubah kehidupan masyarakat luas dari tradisional menjadi lebih maju. Rosana (2015) mengemukakan bahwa modernisasi dalam ilmu sosial merujuk pada sebuah bentuk transformasi dari keadaan yang kurang maju atau kurang berkembang ke arah yang lebih baik dengan harapan akan tercapai kehidupan yang lebih maju, berkembang, dan makmur. Salah satu dampak yang paling dirasakan dari modernisasi dalam kehidupan sehari-hari adalah kemajuan teknologi.

Kemajuan teknologi sangatlah pesat, hingga kini memunculkan berbagai penemuan yang terus bertambah setiap harinya. Internet sebagai hasil perkembangan teknologi penggunaannya sangat akrab dengan masyarakat di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Bahkan internet dapat dikatakan menjadi sebuah keharusan dalam memenuhi aktivitas sehari-hari, sebab kehadirannya telah memudahkan masyarakat untuk melakukan interaksi tanpa batasan waktu maupun tempat.

Di masa pandemi yang tengah berlangsung sejak awal tahun 2020 hingga saat ini telah meningkatkan angka penggunaan internet, khususnya media sosial. Berbagai kebijakan pemerintah yang mengharuskan masyarakat untuk membatasi kegiatan di luar rumah membuat mereka menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial. Terbukti dengan adanya laporan dari We Are Social pada 11 Februari 2021 yang menyebutkan bahwa lebih dari separuh penduduk Indonesia aktif dalam menggunakan media sosial, tepatnya 170 juta dari 274,9 juta penduduk dengan didominasi oleh pemuda yakni generasi Y (Milenial) dan generasi Z (Gen Z).

Platform yang digunakan pun bervariasi, setidaknya ada 16 media sosial yang digunakan masyarakat Indonesia. Diantaranya yaitu aplikasi WhatsApp menduduki peringkat pertama yang paling sering digunakan oleh pengguna andorid. Kemudian disusul dengan Facebook, Instagram, TikTok, Twitter, dan seterusnya (Digital 2021: The Latest Insights Into The State of Digital).

Sesuai dengan namanya, media sosial memiliki fungsi utama sebagai media untuk bersosialisasi tanpa harus bertemu secara langsung. Namun selain itu, konten-konten yang disajikan pun menjadi pilihan bagi banyak orang untuk bahan hiburan atau menuangkan gagasan serta informasi dari berbagai sumber. Maka dengan kecanggihan tersebut masyarakat tidak perlu lagi repot-repot membaca buku atau koran, dengan mengakses media sosial para pengguna bisa mendapatkan berbagai macam informasi yang dibutuhkan hanya dalam sekejap.

Jangkauan media sosial yang luas memang memudahkan untuk terciptanya interaksi dan memperoleh informasi dalam waktu singkat, namun tentu terdapat sisi negatif yang mengriringi kemudahan tersebut. Berbagai fitur yang tersedia seperti like, share, hashtag, dan trending topic memungkinkan pengguna untuk mengetahui topik apa yang diminati dan sedang trend di media sosial. Dengan demikian, banyak pengguna yang sengaja memanfaatkannya untuk menyebarkan informasi sesuai dengan minat khalayak. Kemudian informasi tersebut menyebar dalam hitungan detik seperti virus yang mewabah di berbagai media sosial tanpa ada jaminan kebenarannya.

Luapan informasi yang menyebar membuat kebanyakan pengguna sulit membedakan informasi yang benar dan yang palsu. Bagaimana tidak, aksesnya yang sangat mudah, cepat, dan terbuka tidak menutup kemungkinan bagi siapapun dengan fasilitas memadai dapat berselancar di media sosial dan mengonsumsi apapun yang terdapat di dalamnya. Pengguna yang tidak dibekali pengetahuan serta lemahnya kontrol dalam bermedia sosial berpotensi kurang bijak menyaring segala informasi yang ada, khususnya informasi palsu.

Menurut Gani, dkk. (2020), informasi palsu (hoax) merupakan informasi yang sesungguhnya tidak benar namun dibuat seakan benar adanya. Hoax termasuk salah satu penyalahgunaan media sosial oleh seseorang untuk mencapai kepentingan tertentu, yang biasanya negatif. Lebih lanjut, bentuk hoax bermacam-macam misalnya seperti mengungkapkan opini pribadi kemudian mengklaimnya sebagai kebenaran (delegitimasi kebenaran), ujaran kebencian terhadap suatu tokoh/etnis/institusi tertentu, dan lain-lain. Penyebaran hoax termasuk ke dalam tindak pidana yang diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1946 dan UU Nomor 11 Tahun 2008.

Pengguna media sosial yang tidak mudah termakan hoax ialah mereka yang sudah dibekali pengetahuan, namun tidak sedikit yang masih kurang mampu membedakan antara berita asli yang memang terjadi dengan yang dibuat-buat. Terjadi banyak kasus dimana pengguna media sosial dihadapkan dengan suatu informasi, mereka mudah terprovokasi, menjudge, bahkan hingga menyebarkan ke media sosial lain tanpa memeriksa kebenarannya lebih lanjut. Kejadian ini sering terjadi biasanya dipicu oleh momen-momen tertentu, seperti saat muncul berita yang fenomenal, terdapat gambar yang disalahgunakan, ketika pemilu, dll.

Hal tersebut tidak dapat dihindari untuk tidak terulang apalagi hilang sama sekali, namun literasi media dapat menjadi salah satu solusi untuk menanggulanginya. Literasi media merupakan kemampuan untuk memahami teks media secara sederhana mulai dari mengakses, menganalisa, mengevaluasi hingga memproduksi informasi untuk menciptakan hasil yang spesifik. Kemampuan literasi media berguna untuk menerapkan kemampuan berpikir kritis terhadap media massa sehingga bisa membangun kesadaran serta tanggung jawab sebagai masyarakat (Wahid & Pratomo, 2017:182). Dalam konteks ini, literasi media merujuk pada media digital terkait bagaimana cara mengoperasikannya serta pengaruh yang mungkin ditimbulkan, dengan harapan agar dapat mengembangkan kemampuan setiap orang dalam menilai informasi secara kritis kemudian berpartisipasi dalam memantau media tersebut.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, generasi muda (Milenial dan Gen Z) menjadi kaum yang dominan menggunakan media sosial. Mereka sudah terbiasa dengan penggunaannya sejak usia dini. Maka, kehidupan generasi muda yang saat ini tidak bisa dilepaskan dari media sosial menjadi sangat penting dalam perkembangan teknologi lebih lanjut, termasuk dalam melawan gelombang hoax juga menciptakan iklim yang sehat di media sosial.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan generasi muda antara lain yaitu:

  • Bersikap bijak dalam bermedia sosial. Cara pertama ini mencakup menerima dan mentransfer berbagai informasi di media sosial, berlaku untuk konten/informasi yang menyangkut kepentingan publik dan bukan sebatas hiburan. Dalam menggunakan media sosial tidak cukup hanya dengan niat baik seperti komitmen untuk mengonsumsi hal-hal positif saja, namun diperlukan ruang untuk ragu dan mengecek kebenaran informasi yang sifatnya tidak mutlak dan dapat menimbulkan keonaran. Generasi muda perlu membekali diri dengan kemampuan kritis melalui literasi digital. Ketika belum yakin akan kebenaran suatu informasi, sebaiknya tidak dibagi kepada orang lain. Sebaliknya, ketika informasi yang didapat sudah terbukti valid barulah boleh membagikannya.
  • Penguatan moral. Cara lain yang tidak kalah penting yaitu membentuk moral generasi muda secara kolektif. Hal ini bisa dimulai dengan menumbuhkan kesadaran dalam diri sendiri dengan menjadikan norma sebagai acuan dalam bermedia sosial baik itu norma agama, norma hukum, norma kesusilaan, maupun norma kesopanan. Artinya, generasi muda dituntut untuk lebih berhati-hati dalam bermedia sosial. Seperti yang terjadi akhir-akhir ini yakni fenomena oversharing di media sosial, istilah tersebut merujuk kepada perilaku mengekspos informasi dengan berlebihan baik secara sadar maupun tidak. Ketika norma yang berlaku di masyarakat tidak dijadikan pedoman dalam hidup, termasuk dalam media sosial maka seseorang bisa membagikan terlalu banyak informasi tanpa adanya batasan. Norma juga bisa digunakan dalam pemaknaan yang bermacam-macam akan suatu peristiwa, sehingga pengguna media sosial tidak menjadikan emosi sesaat sebagai pembenaran untuk menuangkan informasi yang berlebihan ataupun mengungkapkan informasi mengenai orang lain ke media sosial.
  • Pengabdian masyarakat. Cara ini meliputi ranah yang lebih luas, yakni masyarakat sekitar pemuda pengguna media sosial. Ketika dua cara di atas telah dilakukan, penting untuk tidak berhenti pada diri sendiri. Mengingat masih kurangnya lembaga yang mengedukasi aturan bermedia sosial, maka diperlukan sosialisasi sederhana yang disesuaikan dengan gaya generasi muda. Ajakan untuk melakukan hal yang sama bisa dilakukan secara halus menggunakan bahasa gaul di lingkungan terdekat seperti keluarga, kerabat ataupun teman sebaya di media sosial. Hal tersebut juga berarti menegur ketika mendapati hoax disebar oleh lingkungan terdekat. Sehingga banyak yang lebih mengetahui tentang etika dalam bermedia sosial, bahwa kewajiban serta peran dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara tidak bisa dipisahkan di dalamnya.

Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut secara konsisten, dominasi kalangan muda di media sosial yang terus meningkatkan intensitas penggunaan media sosial justru bisa berdampak positif dalam menanggulangi hoax. Walaupun tidak sepenuhnya bisa menghilangkan permasalahan hoax, namun diharapkan dapat membentuk ketahanan akan gelombang hoax agar tidak memecah belah keutuhan bangsa dan negara.

Daftar Pustaka

Gani, A. W., Asriadi, M., & Angriawan, T. (2020, November). Peran Pemuda dalam Menangkal Hoax dan Hate Speech. In Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat.

Luhukay, M. S. (2018). Penyuluhan Literasi Media: Cara Mencegah Hoax Di Media Sosial Kepada Ibu-Ibu PKK Kelurahan Pakulonan Barat Tangerang. Prosiding Konferensi Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat dan Corporate Social Responsibility (PKM-CSR), 1, 185-191.

Remaja, I. N. G., & Ardana, D. M. J. (2020). Pengamanan Informasi Dalam Rangka Mengawal Generasi Milenial Tolak Ancaman Berita Hoax. Jnana Karya, 1(01), 10.
Rosana, E. (2015). Modernisasi Dalam Perspektif Perubahan Sosial. Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama, 10(1), 67-82.

Virgiawan, Y. PERAN PEMUDA DALAM MENANGGULANGI BERITA PALSU (HOAX) DAN CERDAS MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun