Mohon tunggu...
salsabilnabila
salsabilnabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya hobi renang dan mendengarkan musik.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mengungkap Realitas Bullying pada Anak Usia Dini dan Upaya Mencegahnya

4 Desember 2024   10:00 Diperbarui: 4 Desember 2024   10:22 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Mengungkap Realitas bullying pada Anak Usia Dini dan Upaya Mencegahnya

Salah satu masalah serius yang dapat mengganggu perkembangan sosial, emosional, dan kognitif anak adalah bullying pada anak usia dini. Kasus bullying siswa TK di Binus International School Serpong baru-baru ini menjadi perhatian publik. Kasus ini melibatkan seorang anak berusia hampir 5 tahun yang dilindungi oleh teman sekelasnya saat berada di sekolah. 

Korban mengalami trauma, luka fisik, dan ketakutan untuk masuk sekolah sebagai akibat dari perundungan yang terjadi dari Juli 2023 hingga Januari 2024. 

Setelah mencoba berbicara dengan sekolah untuk menyelesaikan masalah ini, keluarga akhirnya melapor ke pihak berwajib karena tidak ada respons dari sekolah. Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya perundungan bagi anak usia dini dan betapa pentingnya sekolah dan orang tua memberikan perhatian lebih besar untuk membuat lingkungan yang aman.

Anak-anak pada usia ini memasuki fase perkembangan kritis di mana mereka belajar berinteraksi dengan dunia sekitar dan menjadi percaya diri. Namun, korban bullying sering menghentikan proses ini, yang menyebabkan mereka kehilangan rasa aman, mengalami trauma, dan mengalami kesulitan bersosialisasi. 

Menurut teori perkembangan Erik Erikson, anak usia dini berada di tahap inisiatif versus rasa bersalah di mana mereka belajar mengambil inisiatif dalam aktivitas sehari-hari dan membangun rasa percaya diri melalui interaksi sosial. 

Namun, ketika anak menjadi korban bullying, mereka cenderung kehilangan rasa percaya diri, merasa bersalah, atau malu karena tidak dapat membela diri, yang dapat menyebabkan trauma emosional yang memengaruhi keberanian mereka untuk berinteraksi dengan orang lain. Sebaliknya, anak-anak yang dibully juga mungkin mengalami masalah perkembangan sosial.

Menurut teori belajar sosial Albert Bandura, pengamatan terhadap keluarga, teman sebaya, atau media seringkali digunakan untuk mempelajari perilaku agresif. Jika anak-anak melihat bahwa perilaku agresif tidak memiliki akibat negatif, mereka mungkin meniru perilaku tersebut dan menganggapnya sebagai cara yang dapat diterima untuk mendapatkan kekuasaan atau perhatian. Untuk memahami bullying, teori kecerdasan emosional Daniel Goleman juga penting. 

Anak-anak dengan tingkat kecerdasan emosional rendah sering kali menghadapi kesulitan untuk memahami dan mengendalikan emosi mereka, yang mengakibatkan kecenderungan mereka untuk bertindak agresif atau melukai orang lain. 

Sebaliknya, sebagai akibat dari tekanan psikologis yang mereka alami, korban bullying juga sering kali mengalami kesulitan untuk mengungkapkan emosi mereka. Korban dapat menjadi lebih diam, menghindari orang lain, atau bahkan menunjukkan tanda-tanda depresi dan kecemasan. Trauma yang dialami korban dapat bertahan hingga dewasa, memengaruhi hubungan interpersonal dan keberhasilan mereka dalam berbagai aspek kehidupan, jika masalah ini tidak ditangani.

Selain teori-teori tersebut, lingkungan keluarga dan sekolah sangat memengaruhi perilaku anak. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga dengan konflik yang tinggi atau kurangnya perhatian emosional seringkali menjadi lebih agresif atau, sebaliknya, lebih rentan menjadi korban bullying.

 Sekolah yang kurang memperhatikan pengawasan anak-anak selama bermain atau belajar juga dapat menjadi tempat subur bagi perilaku bullying. Anak-anak pada usia dini memerlukan bimbingan dari orang dewasa karena mereka belum sepenuhnya memahami batasan perilaku yang dapat diterima secara sosial.

Untuk mengatasi pelecehan anak usia dini, diperlukan pendekatan yang menyeluruh yang melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan empati kepada anak-anak sejak usia dini adalah langkah penting. Pelajaran ini mengajarkan anak-anak untuk memahami perasaan orang lain dan menghormati perbedaan. 

Untuk membantu anak-anak memahami efek buruk dari perilaku agresif terhadap orang lain, guru dapat menggunakan cerita, permainan peran, atau diskusi kelompok. Selain itu, sekolah harus membuat lingkungannya ramah dengan membuat kebijakan anti-bullying yang jelas. Selain itu, guru dan karyawan sekolah harus dilatih untuk mengidentifikasi gejala pelecehan dan cara yang tepat untuk menangani kasus tersebut.

Sistem pelaporan yang mudah diakses oleh siswa dan orang tua juga penting untuk mencegah dan menangani pelecehan. Anak-anak sering takut atau malu untuk memberi tahu orang lain tentang bagaimana mereka menjadi korban pelecehan. 

Anak-anak mungkin lebih nyaman berbicara tentang apa yang mereka alami jika mereka memiliki saluran komunikasi yang aman dan rahasia. Selain itu, sekolah harus memastikan setiap laporan bullying ditangani secara serius dan dengan cara yang tidak hanya menghukum pelaku tetapi juga menawarkan bimbingan agar mereka menyadari kesalahan mereka dan belajar bagaimana berperilaku lebih baik di masa depan.

Orang tua memiliki tanggung jawab besar untuk menciptakan lingkungan keluarga yang aman dan penuh kasih sayang. Anak-anak yang merasa didukung dan dicintai oleh keluarganya cenderung lebih percaya diri dan lebih mampu menghadapi situasi sulit, seperti bullying. Orang tua juga harus menunjukkan perilaku yang baik dan mengajarkan nilai-nilai seperti toleransi, empati, dan kerja sama kepada anak-anak mereka. 

Orang tua juga harus selalu mengawasi apa yang dilakukan anak-anak mereka, termasuk jenis media yang mereka gunakan. Media yang mengandung kekerasan dapat memengaruhi cara anak-anak melihat konflik dan interaksi sosial. Sebaliknya, media yang mendidik dapat mengajarkan anak-anak tentang pentingnya menghormati orang lain dan menyelesaikan konflik secara damai.

Selain itu, kerja sama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari bullying. Program untuk orang tua, guru, dan masyarakat luas dapat meningkatkan kesadaran tentang pentingnya mencegah pelecehan dan cara menangani kasus yang terjadi. 

Misalnya, orang dewasa dapat menggunakan lokakarya atau seminar tentang kecerdasan emosional dan pengelolaan konflik untuk membantu mereka membimbing anak-anak mereka. Masyarakat dapat berkontribusi dengan membangun budaya yang mendukung di mana setiap orang merasa dihormati dan dilindungi dari tindakan agresif.

Pada akhirnya, solusi yang menyeluruh diperlukan untuk bullying pada anak usia dini karena itu adalah masalah yang kompleks. Teori perkembangan seperti yang dijelaskan oleh Erikson, Bandura, dan Goleman dapat membantu kita memahami dasar masalah ini dan bagaimana hal itu berdampak pada anak-anak. 

Metode berbasis teori ini dapat digunakan untuk membuat strategi pencegahan yang lebih baik, seperti pendidikan empati, pelatihan guru, kebijakan anti-bullying, dan penguatan peran keluarga. 

Semua tindakan yang kita ambil hari ini akan sangat berpengaruh pada masa depan anak-anak kita jika kita ingin mereka tumbuh dalam lingkungan yang aman, mendukung, dan penuh kasih sayang. Kita dapat bekerja sama untuk melindungi anak-anak dari efek buruk bullying dan membantu mereka memaksimalkan potensi mereka untuk masa depan yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun