Mohon tunggu...
Salsabilla Wimoya
Salsabilla Wimoya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Stunting di Indonesia: Apa yang Sudah dan Belum Dilakukan?

30 Oktober 2023   23:06 Diperbarui: 30 Oktober 2023   23:13 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 (Foto: Arif 'Danun' Hidayah/BandungBergerak.id)

Stunting adalah kondisi di mana tinggi badan anak lebih pendek dibandingkan anak lain seusianya, yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi pada masa 1000 hari pertama kehidupan. Stunting tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik, tetapi juga perkembangan otak, kognitif, dan imun anak. Anak yang mengalami stunting berisiko mengalami kesulitan belajar, rendahnya produktivitas, dan rentan terhadap penyakit kronis di kemudian hari.

Stunting merupakan masalah kesehatan dan pembangunan yang serius di Indonesia. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi stunting pada balita di Indonesia mencapai 30,8%, atau sekitar 9 juta balita. Angka ini masih jauh di atas ambang batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang sebesar 20%. Indonesia juga termasuk negara dengan jumlah balita stunting tertinggi di dunia, menempati urutan keempat setelah India, Nigeria, dan Pakistan.

Mengingat dampak buruk stunting terhadap kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi, pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah untuk mengatasi masalah ini. Berikut adalah beberapa kebijakan dan program yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya percepatan penurunan stunting di Indonesia.

Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting

Pada tahun 2017, Presiden Joko Widodo menetapkan stunting sebagai salah satu prioritas nasional dalam pembangunan. Untuk itu, dibentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang bertugas merumuskan dan mengkoordinasikan strategi nasional percepatan pencegahan stunting. Strategi ini melibatkan berbagai kementerian/lembaga, pemerintah daerah, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan mitra pembangunan.

Strategi nasional percepatan pencegahan stunting mengedepankan pendekatan multisektoral dan konvergensi program di semua tingkatan. Pendekatan multisektoral berarti melibatkan berbagai sektor yang berpengaruh terhadap faktor-faktor penyebab stunting, seperti kesehatan, pendidikan, pertanian, perencanaan pembangunan, lingkungan hidup, infrastruktur, perlindungan sosial, dan lain-lain. Konvergensi program berarti menyelaraskan dan mengintegrasikan program-program dari berbagai sektor tersebut agar saling mendukung dan memberikan dampak maksimal.

Strategi nasional percepatan pencegahan stunting juga menetapkan target penurunan stunting secara nasional maupun daerah. Target nasional adalah menurunkan prevalensi stunting pada balita menjadi 14% pada tahun 2024. Target daerah adalah menurunkan prevalensi stunting pada balita di setiap provinsi sebesar 40% dari baseline tahun 2018.

Untuk mencapai target tersebut, strategi nasional percepatan pencegahan stunting mengidentifikasi lima prioritas intervensi yang harus dilakukan secara simultan dan sinergis, yaitu:

1. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil dan anak usia 0-23 bulan.

2. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan air minum dan sanitasi.

3. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan pendidikan anak usia dini.

4. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan perlindungan sosial bagi keluarga miskin dan rentan.

5. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan ketahanan pangan dan gizi.

Program-Program Percepatan Pencegahan Stunting

Berdasarkan strategi nasional percepatan pencegahan stunting, pemerintah telah meluncurkan berbagai program yang bertujuan untuk meningkatkan asupan gizi, kesehatan, dan stimulasi anak usia 0-23 bulan, serta mengurangi faktor-faktor risiko stunting. Beberapa program tersebut adalah:

  • Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK). Program ini merupakan program kesehatan masyarakat yang menyasar seluruh anggota keluarga, terutama ibu hamil dan anak usia 0-23 bulan. Program ini menyediakan pelayanan kesehatan dasar, seperti pemeriksaan kehamilan, persalinan, imunisasi, pemberian vitamin A, zat besi, dan suplemen gizi, serta konseling gizi dan ASI eksklusif. Program ini juga melibatkan kader kesehatan dan posyandu sebagai ujung tombak pelayanan di tingkat desa.
  • Program Makanan Tambahan (PMT). Program ini merupakan program pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan anak usia 6-23 bulan yang berisiko mengalami stunting. Program ini menyediakan biskuit gizi tinggi yang mengandung zat besi, seng, vitamin A, vitamin B12, asam folat, dan yodium. Program ini juga memberikan edukasi gizi dan kesehatan kepada keluarga penerima manfaat.
  • Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Program ini merupakan program peningkatan akses dan perilaku sanitasi yang bersih dan sehat di tingkat masyarakat. Program ini mendorong masyarakat untuk membangun dan menggunakan fasilitas sanitasi yang layak, seperti jamban sehat, tempat cuci tangan, tempat pembuangan sampah, dan sumber air bersih. Program ini juga mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
  • Program Pendidikan Anak Usia Dini Holistik Integratif (PAUD HI). Program ini merupakan program pendidikan anak usia dini yang mengintegrasikan aspek kognitif, sosio-emosional, fisik-motorik, bahasa-komunikasi, dan nilai-nilai. Program ini menyediakan layanan PAUD yang berkualitas, seperti taman kanak-kanak (TK), taman penitipan anak (TPA), atau kelompok bermain (KB). Program ini juga melibatkan orang tua dan masyarakat dalam mendukung perkembangan anak.
  • Program Keluarga Harapan (PKH). Program ini merupakan program perlindungan sosial yang memberikan bantuan uang tunai kepada keluarga miskin dan rentan dengan syarat memenuhi kewajiban-kewajiban dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan pemanfaatan layanan kesehatan dan pendidikan bagi keluarga penerima manfaat, serta meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka.
  • Program Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Ketahanan Pangan dan Gizi (PMD-BKP). Program ini merupakan program pemberdayaan masyarakat desa untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi melalui pengembangan potensi lokal. Program ini mendukung pembentukan kelompok tani, kelompok wanita tani, atau kelompok usaha bersama yang bergerak di bidang pertanian, peternakan, perikanan, atau industri rumah tangga. Program ini juga memberikan bantuan modal usaha, bimbingan teknis, serta fasilitas produksi dan pemasaran.

Evaluasi dan Tantangan

Pemerintah telah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan dan program percepatan penurunan stunting di Indonesia. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa terdapat beberapa kemajuan yang patut diapresiasi, namun juga masih banyak tantangan yang harus diatasi.

Salah satu kemajuan yang dicapai adalah penurunan prevalensi stunting pada balita secara nasional dari 30,8% pada tahun 2018 menjadi 21,6% pada tahun 2021³. Hal ini menunjukkan bahwa upaya-upaya pemerintah dalam mengatasi stunting mulai membuahkan hasil. Selain itu, terdapat peningkatan cakupan layanan kesehatan ibu hamil dan anak usia 0-23 bulan, seperti pemeriksaan kehamilan, imunisasi, suplemen gizi, dan konseling ASI eksklusif. Menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2021, cakupan pemeriksaan kehamilan minimal empat kali mencapai 86%, cakupan imunisasi lengkap mencapai 88%, cakupan pemberian vitamin A mencapai 92%, dan cakupan ASI eksklusif mencapai 75%. Hal ini menunjukkan bahwa program PIS-PK dan PMT telah berhasil meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan anak usia 0-23 bulan.

Namun, di sisi lain, masih terdapat beberapa tantangan yang harus diatasi dalam upaya percepatan penurunan stunting di Indonesia. Beberapa tantangan tersebut adalah:

  • Kurangnya koordinasi dan sinergi antara berbagai sektor yang terlibat dalam strategi nasional percepatan pencegahan stunting. Meskipun telah dibentuk TNP2K sebagai koordinator, masih terdapat kesenjangan dan tumpang tindih antara program-program dari berbagai sektor. Hal ini menyebabkan inefisiensi dan ketidakkonsistenan dalam pelaksanaan program di lapangan.
  • Kurangnya keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam program-program percepatan penurunan stunting. Meskipun telah ada program-program yang berbasis masyarakat, seperti STBM dan PMD-BKP, masih terdapat hambatan dalam sosialisasi, motivasi, dan pemberdayaan masyarakat untuk mengubah perilaku dan lingkungan yang berkontribusi terhadap stunting. Hal ini menyebabkan rendahnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap masalah stunting.
  • Kurangnya pemantauan dan evaluasi yang komprehensif dan berkala terhadap program-program percepatan penurunan stunting. Meskipun telah ada indikator dan target yang ditetapkan dalam strategi nasional percepatan pencegahan stunting, masih terdapat kesulitan dalam mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data yang valid dan reliabel dari berbagai sumber. Hal ini menyebabkan kurangnya informasi yang akurat dan tepat waktu untuk mengukur dampak dan efektivitas program-program percepatan penurunan stunting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun