Mohon tunggu...
Salsabilla Sicillia Arya Putri
Salsabilla Sicillia Arya Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Indonesia

Kesempatan hanya datang ke orang-orang yang sudah mempersiapkannya.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Junk Food adalah Maut?!

18 Desember 2024   12:42 Diperbarui: 18 Desember 2024   12:42 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Junk food? Apa itu?

Dalam kehidupan sehari-hari, junk food sudah menjadi bagian dari gaya hidup manusia pada masa kini. Misalnya saja pada masa kini, banyak orang suka mengonsumsi minuman bersoda, gorengan, makanan instan, burger, pizza, pasta, dan lain-lain. Junk food adalah makanan yang mengandung banyak gula, garam, dan lemak, tetapi mengandung sedikit nutrisi, vitamin, dan mineral. Itulah alasan mengapa junk food disebut makanan yang tidak sehat, terlebih jika kita mengonsumsi terlalu banyak. 

Dari tahun ke tahun, jenis-jenis junk food semakin banyak akibat pengaruh westernisasi, yaitu makanan dari luar negeri diperkenalkan di Indonesia dan disesuaikan dengan selera masyarakatnya. Di Indonesia, junk food menjadi makanan yang sangat digemari oleh masyarakat, khususnya para remaja karena mudah didapat, dikemas dan diiklankan dengan menarik, serta rasanya enak. 

Mengonsumsi junk food membawa dampak buruk bagi kesehatan karena banyak mengandung gula, garam, dan lemak (GGL) yang tinggi. Di Indonesia sendiri, menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terdapat sekitar 28,7% masyarakat Indonesia mengonsumsi GGL yang melebihi batas yang dianjurkan dalam Permenkes 63/2015. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sekitar 61,27% penduduk usia 3 tahun ke atas di Indonesia mengonsumsi minuman manis lebih dari 1 kali per hari dan 30,22% orang mengonsumsi minuman manis sebanyak 1-6 kali per minggu. Sebaliknya, sekitar 8,51%, orang mengonsumsi minuman manis kurang dari 3 kali per bulan. Bukankah ini mengkhawatirkan? 

Apa Saja Dampak dari Junk Food Bagi Kesehatan Kita? 

Mengonsumsi junk food dalam jumlah banyak dapat mengganggu keseimbangan metabolisme tubuh. Sebagian besar kalori dalam junk food berasal dari gula olahan dan lemak. Secara tidak langsung, terlalu banyak mengonsumsi gula dapat menimbulkan  masalah jantung karena adanya penumpukan lemak yang besar. Jantung memetabolisme gula, mengubah karbohidrat makanan menjadi lemak, dan pada akhirnya dapat memicu penyakit jantung koroner serta menjadi kontributor diabetes. Konsumsi gula berlebih juga berkontribusi terhadap kenaikan berat badan dengan mematikan sistem pengatur nafsu makan. Tidak seperti kalori dari makanan padat, kalori dari pemanis buatan hanya memberikan rasa kenyang yang sementara dan  juga menyebabkan naiknya gula darah secara cepat sehingga menyebabkan obesitas. 

Selain itu, lemak jenuh yang berlebihan dalam junk food dapat memicu peradangan kronis, meningkatkan risiko penyakit jantung, kolesterol, dan mengganggu fungsi hati. Kandungan kolesterol yang tinggi pada junk food dapat menyebabkan pembentukan plak dan menyempitkan arteri sehingga dapat menimbulkan efek jangka panjang seperti penegangan otot jantung sehingga pada akhirnya bisa rusak. Tidak hanya itu, kandungan garam yang berlebihan pada junk food juga dapat mengganggu fungsi organ tubuh. Meskipun tubuh memerlukan natrium dalam jumlah tertentu, konsumsi berlebihan dapat memicu tekanan darah tinggi dan pembengkakan akibat penumpukkan cairan yang berlebihan pada seseorang dengan gagal jantung, kerusakan hati, penyakit ginjal, dan meningkatkan risiko hipertensi. Mengonsumsi junk food dapat membawa dampak negatif karena mengonsumsi nutrisi esensial seperti vitamin, protein, dan serat dalam jumlah yang kurang. Meskipun dapat memberikan rasa kenyang, pada akhirnya tubuh merasa lelah dan tidak bertenaga.

Bagaimana Cara Kita Membatasi Konsumsi Junk Food? 

Setelah membaca bacaan di atas, yakin masih mau makan junk food terus-terusan? Jangan, ya, Dek, ya. Junk food memang enak, tapi akan berisiko buruk ke tubuh jika dikonsumsi berlebihan. Supaya tidak berlebihan, simak penjelasan di bawah ini, yuk!

Sumber gambar: World Health Organization (WHO)
Sumber gambar: World Health Organization (WHO)

World Health Organization (WHO) merekomendasikan batas maksimal asupan natrium adalah 5 gram garam per hari atau setara dengan satu sendok teh untuk orang dewasa. Selain itu, direkomendasikan pula untuk mengonsumsi garam beryodium. Ada beberapa langkah awal yang bisa kita ambil untuk mengurangi konsumsi garam, yaitu dengan cara:

  1. Mengurangi camilan yang mengandung tinggi garam.

  2. Melihat label makanan, lalu memilih makanan yang rendah garam.

  3. Tidak menambahkan garam, kecap asin, dan kecap ikan secara berlebihan pada makanan yang dikonsumsi.

Kalau pergi ke restoran manapun, penulis saranin garam yang ada di meja gak usah dipakai karena makanannya sudah mengandung garam. Lebih baik lagi kalau bisa mesen ke penjual makanannya agar dimasak tidak menggunakan garam. Jadi, kita bisa memilih menggunakan garam atau tidak. Namun, lebih baik memang gak usah makan junk food, sih. Sesuai penjelasan sebelumnya, junk food mengandung garam yang tinggi dan bisa merusak tubuh, bahkan bisa sampai terserang penyakit jantung yang berisiko bikin nyawa melayang. Nah, gak mau, 'kan? 

Sama halnya dengan gula yang manis tapi jahat (kalau dikonsumsi berlebihan, ya). Supaya gak berlebihan, WHO dan Kemenkes sudah memberikan panduan terkait konsumsi gula. Kemenkes menganjurkan konsumsi gula sehari maksimal 50 gram atau setara dengan 4 sendok makan. Selain itu, WHO juga memberikan tips mengurangi konsumsi gula, yaitu:

  1. Membatasi konsumsi makanan dan minuman yang tinggi gula.

  2. Beralih ke camilan sehat seperti buah-buahan dan sayuran segar.

Sumber gambar: World Health Organization (WHO)
Sumber gambar: World Health Organization (WHO)

Terakhir yang gak kalah bahayanya, yaitu lemak. Ini, nih, yang menjadi tokoh utama kalau kita membicarakan soal kelebihan berat badan dan obesitas. Tanpa basa-basi, mending langsung aja kita simak saran dari WHO dan Kementerian Kesehatan terkait pengurangan konsumsi si lemak ini. Jadi, Kemenkes merekomendasikan konsumsi lemak sehari maksimal 67 gram atau setara dengan 5 sendok makan. Untuk konsumsinya, WHO menyarankan beberapa hal berikut:

  1. Mengubah cara memasak dengan membuang bagian daging yang berlemak, menggunakan minyak nabati (contoh: minyak kelapa dan minyak wijen), serta merebus, mengukus, atau memanggang makanan, bukan digoreng.

  2. Menghindari makanan olahan yang mengandung lemak jahat (lemak trans).

  3. Membatasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh dalam jumlah tinggi.

Dari beberapa rekomendasi tersebut, bisa disimpulkan kalau WHO dan Kemenkes menyarankan untuk mengurangi, mengganti, atau menghindari makanan yang mengandung gula, garam, dan lemak. Nah, supaya ingat, Kemenkes juga sudah bikin poster terkait GGL.

Sumber gambar: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Sumber gambar: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Melalui poster tersebut, harapannya kita semua dapat menerapkan anjuran konsumsi GGL tersebut. Dengan demikian, kita dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sehat!

Penulis

  • Chiesa Nazwa Camila

  • Salsabilla Sicillia Arya Putri

  • Tiara Widyadhari Paramesti

  • Vito Christian

Daftar Pustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun