Mohon tunggu...
ILMPI WILAYAH IV
ILMPI WILAYAH IV Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ikatan Lembaga Mahasiswa Psikologi Indonesia Wilayah Yogyakarta

Managed by Staff Badan Pengembangan dan Pengkajian Keilmuan Wilayah IV

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menyingkap Mental Health Issues yang Masih Marak di Kalangan Remaja: Self-Injury "Nge-barcode", Benarkah Salah Satu Faktor Bunuh Diri?

10 Februari 2024   19:47 Diperbarui: 10 Februari 2024   19:56 2420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam era modern yang begitu dinamis, kesehatan mental menjadi salah satu aspek yang semakin mendapat perhatian serius. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa masalah kesehatan mental, khususnya di kalangan remaja masih menjadi tantangan yang cukup besar. Seiring dengan perkembangan zaman, muncul berbagai fenomena yang semakin mengguratkan keberlanjutan kesehatan mental remaja, salah satunya adalah perilaku self-injury atau yang sering disebut dengan "nge-barcode". 

Fenomena ini tidak hanya menciptakan kekhawatiran, tetapi juga menjadi salah satu faktor penyebab peningkatan kasus bunuh diri di kalangan remaja. Pembahasan mengenai kesehatan mental menjadi semakin mendalam dan mendesak, karena kita perlu menyadari bahwa masa remaja merupakan periode kritis dalam pembentukan identitas dan keseimbangan emosional. 

Dalam artikel ini, kita akan memahami lebih jauh mengenai fenomena self-injury atau "nge-barcode" sebagai perilaku maladaptif yang mewarnai kehidupan remaja masa kini, serta bagaimana hal ini menjadi salah satu pemicu serius terhadap risiko bunuh diri.

Mengenal Istilah Nge-barcode dan Kaitannya dengan NSSI (Non-Suicidal Self-Injury)

"Nge-barcode" merupakan fenomena strategi koping yang tengah menjadi perdebatan sengit dan menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, khususnya di kalangan remaja. Praktik ini secara khusus terkategori sebagai tindakan Non-Suicidal Self-Injury  (NSSI) yang sedang marak di kalangan generasi muda. Pada tindakan "nge-barcode," remaja terlibat dalam kegiatan menggores (scratching) pada area tubuh tertentu, seperti lengan atau paha, dengan tujuan membentuk luka sayatan yang menyerupai barcode atau kode batang.

Istilah "nge-barcode" sendiri menjadi semacam label yang melekat pada fenomena ini, menjadi cara cepat untuk merujuk pada aktivitas menggores yang menciptakan pola luka yang khas. Namun, di balik kontroversi dan popularitasnya. "Nge-barcode" bukanlah sekadar tindakan eksperimental biasa. Lebih dari itu, "nge-barcode" harus diakui sebagai bentuk strategi koping yang maladaptif. Dalam konteks kesehatan mental remaja, strategi koping berperan penting dalam membantu individu mengatasi tekanan dan stres. Namun, "nge-barcode" justru menunjukkan suatu pendekatan yang tidak sehat, karena melibatkan perilaku merusak diri yang dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan mental lebih serius, termasuk peningkatan risiko bunuh diri.

Non-Suicidal Self Injury (NSSI) adalah tindakan yang melibatkan sengaja menyakiti diri sendiri tanpa maksud untuk mengakhiri hidup. Contoh perilaku ini melibatkan tindakan seperti menusuk kulit, mencabut bulu tubuh, atau melakukan sayatan pada bagian tubuh tertentu. Tindakan-tindakan ini sering diulangi secara berulang, menyebabkan rasa sakit dan luka, namun tanpa niat untuk menyebabkan kematian. NSSI dapat terjadi pada individu dari berbagai rentang usia (Ikandani, 2022). Kelompok usia yang paling berisiko mengalami NSSI adalah di antara usia 14 dan 15 tahun, dan angka kejadian ini cenderung menurun setelah mencapai usia 18 tahun (Brager-Larsen dkk, 2022). Fakta ini menyoroti bahwa masa remaja menjadi periode yang paling kritis terkait dengan perilaku NSSI. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hidayati dkk (2021) sebanyak 107 dari 215 mahasiswa yang terlibat dalam penelitian tersebut melaporkan telah melakukan NSSI.

Dengan demikian, perbincangan seputar "nge-barcode" tidak hanya menjadi cermin dari realitas kompleksitas tantangan yang dihadapi remaja, tetapi juga merupakan panggilan untuk memahami dan mengatasi lebih lanjut dampak buruk strategi koping ini. Pendekatan holistik yang mencakup pendidikan, dukungan sosial, dan layanan kesehatan mental menjadi kunci dalam menanggapi permasalahan serius ini untuk melindungi kesejahteraan mental generasi muda secara menyeluruh. Tindakan NSSI dapat menjadi kebiasaan dan menyebabkan ketergantungan. Pada banyak kasus, individu yang terlibat dalam NSSI mengalami kesulitan untuk menghentikan perilaku tersebut, karena mereka mengandalkan NSSI sebagai strategi koping utama untuk mengatasi ketidaknyamanan yang timbul dari pikiran atau perasaan yang mengganggu.

Proses dimulai dari pengalaman emosional yang tidak menyenangkan, menyebabkan individu merasakan emosi yang intens dan kesulitan mengendalikan perasaannya. Hal ini mendorong individu untuk melakukan tindakan menyakiti diri sebagai cara untuk meredakan perasaan atau sensasi yang melegakan, walaupun hanya bersifat sementara. Setelah melibatkan diri dalam tindakan tersebut, individu yang melukai diri seringkali mengalami perasaan penyesalan, malu, dan rasa bersalah. Meskipun demikian, karena mereka belum memiliki strategi yang lebih baik dan sehat untuk mengatasi ketidaknyamanan yang dirasakan, perilaku menyakiti diri dapat terulang kembali saat menghadapi pengalaman emosional yang tidak menyenangkan.

Apakah dapat dikatakan sebagai salah satu faktor penyebab bunuh diri?

Individu yang terlibat dalam tindakan menyakiti diri sendiri tidak selalu memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup. Meskipun demikian, tetaplah perlu untuk tetap mewaspadai ketika kita menemui individu yang terlibat dalam perilaku ini, karena risiko mereka untuk melakukan percobaan bunuh diri cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak terlibat dalam NSSI (Non-Suicidal Self-Injury) (Ribeiro dkk, 2016).

Menelusuri lebih dalam, studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan erat antara perilaku NSSI dan risiko bunuh diri. Sebuah penelitian (Tresno dkk, 2012) menyatakan bahwa sekitar 70% dari individu yang pernah terlibat dalam NSSI sebelumnya juga pernah melakukan setidaknya satu percobaan bunuh diri. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya mengidentifikasi dan memberikan perhatian khusus terhadap individu yang melibatkan diri dalam tindakan menyakiti diri, karena perilaku tersebut dapat menjadi tanda atau indikator kritis dari ketidakstabilan mental dan potensi risiko bunuh diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun